![]() |
ilustrasi gambar |
Ketika
maghrib berkumandang Desa Pekuwon, Dsn. Randu Pagir Tuban, anak kecil dulu
selalu diajarkan untuk taat dan menghormati kepada sesepuh terlebih pada Mbah
Yai sang guru mengaji dan menjadi imam mushola, maka jika adzan telah tiba
sudah berada di mushola, bahkan harus datang terlebih dahulu sehingga kalau
datangnya lebih dapat diajarkan mengaji lebih awal.
Mbah
Yai Ishaq adalah salah satu imam dimushola sekaligus menjadi guru ngaji disalah
satu mushola Dsn Randu Pagir lingkungan anak centhongan pekuwon mengaji, dan seperti
mushola lainnya jika sudah waktunya kami diberi jadwal untuk adzan mghrib
secara bergilir dan ada pula bagian untuk iqomah adzan.
Setelah
itu dilanjutkan dengan sholat berjamaah bersama para warga lingkungan setempat
dan Mbah Yai Ishaq sebagai imam, lalu dilanjutkanlah berdzikir bersama dan
langsung mengaji dibimbing langsung dengan Mbah Yai Ishaq, dan karena
keterbatasan pengajar kadang aku bersama temanku agus disuruh mengajari teman
lainnya karena semakin banyak santri mengaji dan hanya Mbah Yai seorang, dan
terkadang kak hafidz anak Mbah Yai juga membantu mengajari.
Sebelum
maghrib sore tadi yang berangkat awal itulah yang akan diajarkan mengaji lebih
awal, budaya seperti itu selalu dilakukan sebab memicu motivasi anak untuk
rajin mengaji dan belajar membaca Al Quran dengan baik, namun jika dihari
selasa kita selalu diajarkan untuk menghafal pada surat-surat pendek dan memuji
Allah sebagai bentuk pendidikan keagamaan yang secara sederhana menghafal.
Mbah
Yai mengajari kami bersama lainnya dengan 2 meja bangku tatakan mengaji sambil
baris berderet disitulah santri harus mengulas dan mempelajari sejauh mana kami
bisa membaca secara fasih, jika sudah benar-benar faham sampai ayat dan juz
berapa kita bisa membaca tersebut dengan baik, maka dapat dilanjutkan pada
ayata atau juz Al Quran selanjutnya,
namun jika tidak memahami dan masih terbata-bata maka kami harus mengulangnya
sampai bisa membaca dengan baik.
Mbah
Yai Ishaq sesosok Kiyai yang sederhana dalam mendidik seorang santri sebab
dalam iringan mengaji kami diajarakan untuk takdzim dengan sepuh terlebih
ketika kami sudah selesai mengaji, disuruh untuk mengulas lagi bab yang sudah
diajarkan mengaji sehingga harapannya pertemuan besoknya dapat membaca dengan
lancar.
Dalam
mengaji tersebut ada selingan unik suruhan kepada santri bahwa jika sudah
selesai mengaji dan mengulasnya kami disuruh untuk memijat pada Mbah Yai,
karena sederhananya beliau yang mana kesehariannya berprofesi menjadi tani jika
pegal maka santrilah yang harus memijat punggung beliau.
Tetapi
perlu diketahui bahwa masyarakat setempat termasuk santri Desa Pekuwon tepat
Dsn, Randu pagir sesosok masyarakat komunal senantiasa merasa bersyukur (nerimo
ing pandom) pada Gusti Allah atau tuhan yang Maha Esa, sebagai Dzat pemberi
rizki pada masyarakat sekitar diberikan panen telah tiba, diadakan doa bersama
atas permintaan warga setempat supaya diberikan keberkahan atas limpahan panen
tani, yang dilakukan setelah selesai sholat berjamaah.
Disisi
lain wajah santri merasa bahagia pula karena setiap beberapa hari sekali dalam
kebiasaan itu kami dapat menikmati makan bersama dalam kesederhanaan dan terasa
nikmat jika dilakukan bersama-sama.
Dalam
kesederhanaan itulah kami di didik dan belajar syariat agama serta pentingnya
menghormati pada sesepuh yang lebih tua dari kita selagi kita dalam kebaikan
dan kebenaran, sehingga harapannya menjadi warga Desa Pekuwon yang baik tercermin
ahlak yang baik.