Nama
Tuban berasal dari sebuah sumber air tawar yang ditemukan di tempat bebarapa
tempat. Peristiwa ini membuat orang menamakannya metu banyu (keluar air). Sehingga
tempat tersebut kemudian dinamakan Kota Tuban dan Kota Tuban disebut sebagai
bumi wali yang religius kini mempunyai pemerintahan
Disebut
sebagai pusat kota Tuban adalah daerah pemerintahan (civic center- kantor
Kabupaten, Masjid, Penjara dan bangunan disekelilingnya), yang ada disekitar
alun-alun serta daerah pertokoan yang ada disekitarnya. Sebagai kota tua dimasa
lampau Tuban mempunyai beberapa elemen kota yang patut dibanggakan sebagai
identitas pembentuk ruang kotanya. Elemen-elemen primer tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:

1.
Kawasan Boom
Secara
harfiah arti kata Boom sama dengan Haven dalam bahasa Belanda atau Pelabuhan
dalam bahasa Indonesia. Orang-orang setempat (Tuban), mengatakan bahwa Boom
dibangun jauh sebelum orang Belanda datang. Seperti tercatat dalam sejarah
bahwa sejak perjanjian antara Paku Buwono II dengan pihak VOC pada th. 1749,
disebut bahwa seluruh pantai Utara Jawa menjadi wilayah kekuasaan VOC. Sejak
saat itu pula Tuban sepenuhnya ada di dalam kekuasaan VOC setelah th. 1800
digantikan oleh pemerintah kolonial Belanda).
Dalam
bentuk fisik boom sendiri berupa tanah urugan yang menjorok kelaut. Secara
geografis letaknya hanya beberapa ratus meter sebelah Utara alun-alun Tuban
yang menjadi bagian dari pusat kota. Lebarnya kurang lebih 200 M di pangkalnya
dan mengecil menjadi 50 M di ujungnya. Panjangnya kurang lebih 300 M, yang
menjorok kelaut. Dari kejauhan kelihatan seperti sebuah semenanjung.
Dulunya
Boom berfungsi sebagai dermaga tempat sandar kapal. Boom dibuat sebagai akibat
dari terus mendangkalnya pantai Tuban sejak abad ke 16, sehingga kapal-kapal
besar harus berlabuh ditengah laut. Dengan dibuatnya Boom ini diharapkan
kapalkapal yang berukuran sedang dapat merapat di Boom.
Yang
sangat disayangkan adalah bahwa pantai Boom itu sekarang keadaannya sangat
kumuh. Sebagai salah satu elemen bersejarah dan sekaligus berpotensi sebagai
pembentuk pusat ruang kota Tuban, sebaiknya pantai Boom harus di renovasi dan
sekaligus dikaitkan dengan alun-alun sebagai ruang publik yang merupakan
identitas kota Tuban.
2.
Masjid Raya

Masjid
Raya Tuban dibangun th.1894, pada waktu pemerintahan Raden Tumenggung
Koessoemodigdo (Bupati Tuban ke XXXV). Arsitek masjid Jami tersebut
berkebangsaan Belanda bernama H.M.Toxopeus20. Sebagaimana biasanya masjid ini
terletak di sebelah barat alun-alun. Sunan Bonang yang merupakan salah satu
dari Walisongo sudah berdakwah di daerah sekitar Tuban sejak akhir abad ke 14,
setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.
Sunan
bonang yang membawa islam ke Tuban pada abad ke 14. Masjid ini merupakan salah
satu masjid yang terbesar dan termegah di Jawa Timur sebelum kemerdekaan th.
1945. Sejak th. 2000, masjid raya Tuban di pugar total (lihat gb.no.10) dan
sekaligus merupakan rencana revitaslisasi alun-alun serta bangunan
disekitarnya. Sekarang mesjid ini kembali merupakan salah satu masjid yang
termegah di Jawa Timur.
3.
Kelenteng Tjoe Ling Kiong, Jl. P. Sudirman 104 , Tuban

Kelenteng Tjoe Ling Kiong atau sekarang sering
disebut sebagai Tempat Ibadat Tridarma, dipersembahkan untuk Dewi Tianhou. Tapi
disamping altar utamanya juga terdapat patung dewa lain yaitu Fude Zhengshen
dan Jialian. Sulit diketahui kapan berdirinya kelenteng ini, karena tidak ada
inskripsi yang tertinggal mengenai kapan diresmikannya bangunan tersebut. Di
dalam kelenteng terdapat inskripasi tentang retorasi yang dilakukan pada th.
1850. Jadi diperkirakan kelenteng tersebut sudah ada jauh sebelum th. 1850.
Pada th. 1980 bagian depan kelenteng tersebut dirobohkan berhubung adanya
pelebaran jalan. Sangat disayangkan bahwa kelenteng yang sangat bersejarah ini
terpaksa bagian depannya harus dibongkar karena alasan adanya pelebaran jalan.
4.
Kelenteng Kwan Sing Bio27, JL. Martadinata No.1, Tuban
Orientasi
dari kelenteng ini dihadapkan kearah laut. Tempat ibadah ini dipersembahkan kepada
dewa ‘Guandi’. Pada altar yang ada disampingnya juga diletakkan patung kedua
pengikut Guandi yaitu Guan Ping dan Zhou Cang. Kendaraan Guandi yang berupa
kuda sakti juga dipuja disana. Ulang tahun dari dewa ini dirayakan pada tanggal
24 bulan keenam pada sistim penanggalan Tionghoa.
setiap
tahun banyak pesiarah dari seluruh Jawa datang ke Tuban untuk merayakan hari
ulang tahun ini. Pada tanggal 5-6 Agustus 1988, dirayakan ulang tahun ke 215 secara
besar-besar di Tuban. Ini berarti bahwa kelenteng tersebut didirikan pada th. 1773.
Tapi inskripsi tertua yang terdapat di kelenteng tersebut berangka tahun 1871.
Pada th. 1970 bangunan ibadah ini dibangun galery sepanjang bangunannya dan
juga didirikan sebuah bangunan tambahan yang mirip dengan sebuah pendopo Jawa.
Pada
th. 1973 didirikan sebuah pintu gerbang yang menghadap kelaut dimana pada pintu
gerbang tersebut terdapat tulisan nama dari tempat ibadah tersebut serta
sepasang kepiting diatas atapnya. Pada hari ulang tahun kelenteng tersebut yang
terjadi pada setiap tahun, diadakan upacara-upacara yang dihadiri oleh banyak
penganutnya dari seluruh tanah air. Diantaranya adalah dengan melepaskan
kura-kura sebagai lambang rejeki dan panjang umur dilaut lepas.

Melihat
riwayat masa lampaunya Tuban memang sebuah kota tua yang mengalami timbul
tenggelam dalam perjalanan sejarahnya. Tapi ada elemen pembentuk ruang kotanya
yang tidak berubah sepanjang perjalanan sejarah, yaitu alun-alun dan bangunan
pendukung disekitarnya. Keputusan untuk merevitalisasi alun-alun sebagai
identitas kota adalah sangat tepat. Alun-alun bisa dipakai sebagai simbol dalam
kebangkitan kembali kota Tuban.
Memperbaiki
bangunan disekitar alun-alun secara sendiri-sendiri seperti mesjid raya, kantor
Kabupaten dll, belumlah cukup. Yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan
kota selanjutnya yang sekaligus kit sebagai generasi muda membngun kota/bangsa
jangan sampai melupakan sejarah yang bernilai historical, edukasi serta dengan
sejarah kita dapat mengambil berbagai nilai positifnya untuk memperbaiki
kesalahan pada halnya elemen-elemen
alun-alun dan sudah menjadi identitas kota Tuban seperti daerah pantai Boom sebelah
Utara alun-alun, kelenteng, mesjid, kantor Kabupaten, menjadi suatu kesatuan
kota yang hidup.
Warisan
masa lalu dari kerajaan kuno jaman Hindu Jawa dihadirkan pada alun-alun dan
kantor Kabupaten, warisan jaringan perdagangan Asia dihadirkan dalam bangunan
mesjid raya dan makam Sunan Bonang, kelenteng serta pasar. Sedangkan warisan
birokrasi kolonial dihadirkan pada bangunan kantor Pengadilan, penjara, kantor
pos, dll. Sehingga lengkaplah warisan riwayat kota Tuban sebagai tempat silang budaya
dimasa lampau yang sangat bernilai.
Banyak
sekali kota-kota kabupaten di Jawa sekarang alun-alunnya kehilangan makna
sebagai ruang publik. Banyak diantaranya yang sudah ditinggalkan atau berubah
fungsi. Tuban bisa memberi contoh bahwa fungsi alun-alun sekarang bisa
digunakan sebagai ruang publik yang sekaligus juga sebagai identitas kotanya.
Jadi amatlah tepat jika alun-alun dan bangunan pendukungnya dijadikan sebagai
identitas kota Tuban baik sekarang maupun akan datang.
Jaz
merah jangan sekali-kali melupakan sejarah masa lampau yang mana harapan penulisan
ini, dapat diambil nilai positifnya, sebagai ajang untuk menguak sejarah silam
terlebih pada tanah kelahiran kita Kota Tuban Bumi Wali yang perlu kita gali
hal yang sangat bernilai sejarah, edukasi hikmah dan manfaat dengan itu kita
dapat belajar dari sejarah demi masa yang datang lebih baik.