Sabtu, 11 Mei 2019

Elemen Bersejarah Kota Tuban


Nama Tuban berasal dari sebuah sumber air tawar yang ditemukan di tempat bebarapa tempat. Peristiwa ini membuat orang menamakannya metu banyu (keluar air). Sehingga tempat tersebut kemudian dinamakan Kota Tuban dan Kota Tuban disebut sebagai bumi wali yang religius kini mempunyai pemerintahan

Disebut sebagai pusat kota Tuban adalah daerah pemerintahan (civic center- kantor Kabupaten, Masjid, Penjara dan bangunan disekelilingnya), yang ada disekitar alun-alun serta daerah pertokoan yang ada disekitarnya. Sebagai kota tua dimasa lampau Tuban mempunyai beberapa elemen kota yang patut dibanggakan sebagai identitas pembentuk ruang kotanya. Elemen-elemen primer tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kawasan Boom
Secara harfiah arti kata Boom sama dengan Haven dalam bahasa Belanda atau Pelabuhan dalam bahasa Indonesia. Orang-orang setempat (Tuban), mengatakan bahwa Boom dibangun jauh sebelum orang Belanda datang. Seperti tercatat dalam sejarah bahwa sejak perjanjian antara Paku Buwono II dengan pihak VOC pada th. 1749, disebut bahwa seluruh pantai Utara Jawa menjadi wilayah kekuasaan VOC. Sejak saat itu pula Tuban sepenuhnya ada di dalam kekuasaan VOC setelah th. 1800 digantikan oleh pemerintah kolonial Belanda).

Dalam bentuk fisik boom sendiri berupa tanah urugan yang menjorok kelaut. Secara geografis letaknya hanya beberapa ratus meter sebelah Utara alun-alun Tuban yang menjadi bagian dari pusat kota. Lebarnya kurang lebih 200 M di pangkalnya dan mengecil menjadi 50 M di ujungnya. Panjangnya kurang lebih 300 M, yang menjorok kelaut. Dari kejauhan kelihatan seperti sebuah semenanjung.

Dulunya Boom berfungsi sebagai dermaga tempat sandar kapal. Boom dibuat sebagai akibat dari terus mendangkalnya pantai Tuban sejak abad ke 16, sehingga kapal-kapal besar harus berlabuh ditengah laut. Dengan dibuatnya Boom ini diharapkan kapalkapal yang berukuran sedang dapat merapat di Boom.

Yang sangat disayangkan adalah bahwa pantai Boom itu sekarang keadaannya sangat kumuh. Sebagai salah satu elemen bersejarah dan sekaligus berpotensi sebagai pembentuk pusat ruang kota Tuban, sebaiknya pantai Boom harus di renovasi dan sekaligus dikaitkan dengan alun-alun sebagai ruang publik yang merupakan identitas kota Tuban.

2. Masjid Raya

Masjid Raya Tuban dibangun th.1894, pada waktu pemerintahan Raden Tumenggung Koessoemodigdo (Bupati Tuban ke XXXV). Arsitek masjid Jami tersebut berkebangsaan Belanda bernama H.M.Toxopeus20. Sebagaimana biasanya masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun. Sunan Bonang yang merupakan salah satu dari Walisongo sudah berdakwah di daerah sekitar Tuban sejak akhir abad ke 14, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.

Sunan bonang yang membawa islam ke Tuban pada abad ke 14. Masjid ini merupakan salah satu masjid yang terbesar dan termegah di Jawa Timur sebelum kemerdekaan th. 1945. Sejak th. 2000, masjid raya Tuban di pugar total (lihat gb.no.10) dan sekaligus merupakan rencana revitaslisasi alun-alun serta bangunan disekitarnya. Sekarang mesjid ini kembali merupakan salah satu masjid yang termegah di Jawa Timur.

3. Kelenteng Tjoe Ling Kiong, Jl. P. Sudirman 104 , Tuban

 Kelenteng Tjoe Ling Kiong atau sekarang sering disebut sebagai Tempat Ibadat Tridarma, dipersembahkan untuk Dewi Tianhou. Tapi disamping altar utamanya juga terdapat patung dewa lain yaitu Fude Zhengshen dan Jialian. Sulit diketahui kapan berdirinya kelenteng ini, karena tidak ada inskripsi yang tertinggal mengenai kapan diresmikannya bangunan tersebut. Di dalam kelenteng terdapat inskripasi tentang retorasi yang dilakukan pada th. 1850. Jadi diperkirakan kelenteng tersebut sudah ada jauh sebelum th. 1850. Pada th. 1980 bagian depan kelenteng tersebut dirobohkan berhubung adanya pelebaran jalan. Sangat disayangkan bahwa kelenteng yang sangat bersejarah ini terpaksa bagian depannya harus dibongkar karena alasan adanya pelebaran jalan.

4. Kelenteng Kwan Sing Bio27, JL. Martadinata No.1, Tuban
Orientasi dari kelenteng ini dihadapkan kearah laut. Tempat ibadah ini dipersembahkan kepada dewa ‘Guandi’. Pada altar yang ada disampingnya juga diletakkan patung kedua pengikut Guandi yaitu Guan Ping dan Zhou Cang. Kendaraan Guandi yang berupa kuda sakti juga dipuja disana. Ulang tahun dari dewa ini dirayakan pada tanggal 24 bulan keenam pada sistim penanggalan Tionghoa.

setiap tahun banyak pesiarah dari seluruh Jawa datang ke Tuban untuk merayakan hari ulang tahun ini. Pada tanggal 5-6 Agustus 1988, dirayakan ulang tahun ke 215 secara besar-besar di Tuban. Ini berarti bahwa kelenteng tersebut didirikan pada th. 1773. Tapi inskripsi tertua yang terdapat di kelenteng tersebut berangka tahun 1871. Pada th. 1970 bangunan ibadah ini dibangun galery sepanjang bangunannya dan juga didirikan sebuah bangunan tambahan yang mirip dengan sebuah pendopo Jawa.

Pada th. 1973 didirikan sebuah pintu gerbang yang menghadap kelaut dimana pada pintu gerbang tersebut terdapat tulisan nama dari tempat ibadah tersebut serta sepasang kepiting diatas atapnya. Pada hari ulang tahun kelenteng tersebut yang terjadi pada setiap tahun, diadakan upacara-upacara yang dihadiri oleh banyak penganutnya dari seluruh tanah air. Diantaranya adalah dengan melepaskan kura-kura sebagai lambang rejeki dan panjang umur dilaut lepas.


Melihat riwayat masa lampaunya Tuban memang sebuah kota tua yang mengalami timbul tenggelam dalam perjalanan sejarahnya. Tapi ada elemen pembentuk ruang kotanya yang tidak berubah sepanjang perjalanan sejarah, yaitu alun-alun dan bangunan pendukung disekitarnya. Keputusan untuk merevitalisasi alun-alun sebagai identitas kota adalah sangat tepat. Alun-alun bisa dipakai sebagai simbol dalam kebangkitan kembali kota Tuban.

Memperbaiki bangunan disekitar alun-alun secara sendiri-sendiri seperti mesjid raya, kantor Kabupaten dll, belumlah cukup. Yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan kota selanjutnya yang sekaligus kit sebagai generasi muda membngun kota/bangsa jangan sampai melupakan sejarah yang bernilai historical, edukasi serta dengan sejarah kita dapat mengambil berbagai nilai positifnya untuk memperbaiki kesalahan pada halnya  elemen-elemen alun-alun dan sudah menjadi identitas kota Tuban seperti daerah pantai Boom sebelah Utara alun-alun, kelenteng, mesjid, kantor Kabupaten, menjadi suatu kesatuan kota yang hidup.

Warisan masa lalu dari kerajaan kuno jaman Hindu Jawa dihadirkan pada alun-alun dan kantor Kabupaten, warisan jaringan perdagangan Asia dihadirkan dalam bangunan mesjid raya dan makam Sunan Bonang, kelenteng serta pasar. Sedangkan warisan birokrasi kolonial dihadirkan pada bangunan kantor Pengadilan, penjara, kantor pos, dll. Sehingga lengkaplah warisan riwayat kota Tuban sebagai tempat silang budaya dimasa lampau yang sangat bernilai.

Banyak sekali kota-kota kabupaten di Jawa sekarang alun-alunnya kehilangan makna sebagai ruang publik. Banyak diantaranya yang sudah ditinggalkan atau berubah fungsi. Tuban bisa memberi contoh bahwa fungsi alun-alun sekarang bisa digunakan sebagai ruang publik yang sekaligus juga sebagai identitas kotanya. Jadi amatlah tepat jika alun-alun dan bangunan pendukungnya dijadikan sebagai identitas kota Tuban baik sekarang maupun akan datang.

Jaz merah jangan sekali-kali melupakan sejarah masa lampau yang mana harapan penulisan ini, dapat diambil nilai positifnya, sebagai ajang untuk menguak sejarah silam terlebih pada tanah kelahiran kita Kota Tuban Bumi Wali yang perlu kita gali hal yang sangat bernilai sejarah, edukasi hikmah dan manfaat dengan itu kita dapat belajar dari sejarah demi masa yang datang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar