Rabu, 27 April 2016

Muhammad Irwansyah MAKALAH PERBANKAN


MAKALAH

 “Hubungan Antara Bank & Nasabah Non Kontraktual




DISUSUSUN OLEH :
Muhammad Irwansyah           : 0701514035
qutrotunnada                           : 07015140






Universitas Al-Azhar Indonesia
Fakultas Hukum
2016





KATA PENGANTAR

Bismillah, puji syukur kita haturkan pada tuhan yang maha esa yang telah memberikan segala rahmat taufik dan limpahan karunianya sehingga diberikan kesempatan mengerjakan makalah yang bertemakan “Hubungan Antara Bank & nasabah  Non Kontraktual” dan semua itu takluput berjalannya dengan baik tanpa adanya bimbingan oleh dosen pak maqdir pak dasril sehingga dapat meneyelesaikan makalah ini dengan baik,serta tak lupa terimakasih kepada kawan semua yang telah memberikan dukungan dan kerjasamanya.
Makalah ini masih banyak mempunyai kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulisan makalah dan karya tulis penulis berikutnya menjadi lebih baik. Akhirnya tiada gading yang tak retak, kesalahan mutlak saya jadikan cermin untuk menatap ke depan lebih baik, tiada hal yang paling membanggakan kecuali saling mengingatkan terhadap kesalahan dan kekurangan masing-masing.






Jakarta 29 april 2016






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
1.1    Latar Belakang Masalah…………………………………………………..1
1.2    Tujuan Penulisan…………………………………………………………2
1.3    Rumusan Masalah…………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………3
2.      Uraian dan Penjelasan………………………………………………. 3 - 5
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………..6
3.      Uraian dan Penjelasan……………………………………………………6
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………11






BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia terdapat lembaga – lembaga keuangan, yang mencakup berbagai lembaga jasa keuangan seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal venture, leasing, factoring dan lain – lain.
 1 Lembaga -lembaga keuangan ini dibedakan menjadi lembaga keuangan yang berbentukbank dan lembaga yang bukan berbentuk bank.
2 Lembaga – lembaga ini dapat dipilih oleh masyarakat sebagai sarana untuk melakukan investasi. Setiap lembaga keuangan, baik yang berbentuk bank maupun yang tidak berbentuk bank eksistensinya tergantung pada kepercayaan masyarakat terhadaplembaga keuangan tersebut. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang memperoleh izin dari penguasa moneter untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
3 Bank adalah suatu lembaga yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan dari para nasabah, yang mempercayakan dana serta jasa – jasa lainya.
4 Kadarkepercayaan masyarakat terhadap eksistensi suatu bank, yang sudah maupun yang akan menyimpan dana atau yang telah menggunakan jasa – jasa bank tersebut. Kepercayaan    masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank Hubungan kepercayaan merupakan hubungan yang esensial dalam beroperasinya sebuah bank. Sebuah bank tidak dapat beroperasi dan melakukan usahanya secara terus menerus bila tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Hal tersebut terjadi karena dalam praktek masyarakat mempunyai berbagai pilihan untuk mempercayakan dananya, seperti dilembaga asuransi ataupun di pasar modal atau bisa jadi masyarakat lebih memilih untuk menyimpan kelebihan uang mereka dengan membeli tanah ataupun perhiasan. Setiap pilihan pasti mempunyai keuntungan dan resiko masing-masing.


6 Hubungan bank dengan nasabah dapat dibagi menjadi hubungan yang kontraktual dan hubungan nonktraktual.7 Hubungan kontraktual adalah hubungan antara bank dengan nasabah yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Perjanjian tertulis antara bank dengan nasabah tersebut dituangkan dalam perjanjian baku. Peranjian baku atau perjanjian standar adalah perjanjian yang isinya dibuat oleh salah satu pihak, dan pihak tersebut adalah pihak yang biasanya mempunyai bargaining power yang lebih kuat, dalam hal ini bank. Pihak lain dalam hal ini adalah nasabah, cukup memberikan persetujuannya dengan menandatangani atau tidak menandatangani perjanjian tersebut.
            Hubungan non kontraktual adalah hubungan bank dengan nasabah yang tidak dituangkan dalam bentuk tertulis, tetapi hubungan tersebut selalu menjiwai dan ada pada hubungan antara bank dan nasabah. Ada tiga hubungan non kontraktual tersebut yaitu hubungan kepercayaan, hubungan kerahasiaan, dan hubungan kehati – hatian.
Hubungan kepercayaan ada dalam hubungan bank dengan nasabah karena tanpa kepercayaan dari nasabah maka bank tidak dapat beroperasi. Bank harus secara sungguh – sungguh menjaga kepercayaan nasabah ini. Bank dalam kegiatan penghimpunan dana, kepercayaan masyarakat menjadi modal yang sangat besar supaya mereka mau menyimpan ataupun menggunakan jasa perbankan dilembaga perbankan. Symons, Jr. mengatakan bahwa hubungan debitur dan kreditur semata, melainkan lebih dari itu.












I.2  Tujuan Penulisan:
1.      dapat mengetahui bagaimana hubungan nasabah dengan dengan bank
2.      dapat mengetahui Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
3.      dapat mengetahui Hubungan Hubungan Non Kontraktual

I.3 Rumusan Masalah
1.      bagaimanakah hukum bank dan nasabah
2.      Mengapa perlu adanya hubungan antara bank dan nasabah
3.      serta bagaimanakah perlindungan nasabah













BABII
PEMBAHASAN
II.1 Hubungan bank dengan nasabah
            Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya, pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan jasajasa perbankan. Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu :
II.2 Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
 Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro, dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankanyang lain. Dalam produk perbankan seperti tabungan dan deposito, maka ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku adalah ketentun-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening deposito dan rekening tabungan.
II.3 Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil. Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bankterdiri dari dua bentuk yaitu :
1. Hubungan Kotraktual
2. Hubungan Non Kontraktual
A. Hubungan Kontraktual Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan. Terhadap nasabah debitur hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak debitur ( peminjam dana ). Hukum kontrak yang menjadi dasar hubungan bank dengan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak (buku ketiga).
Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak. Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah non debitu-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUHPerdata. Karena itu, kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu hanya tunduk kepada ketentuanketentuan umum dari KUHPerdata mengenai kontrak. Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual, dalam hal ini hubungan kreditur-debitur, dimana pihak bank berfungsi sebagai debitur sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai pihak kreditur, prinsip hubungan seperti ini juga tidak dapat diberlakukan secara mutlak. Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual kepada hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank, yaitu:
1.      Sebagai hubungan bank dan nasabah
2.      Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan debitur-kreditur
3.      Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.
B. Hubungan Non Kontraktual Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang lain antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah deposan dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis hubungan hukum antara bank dengan nasabah selain dari hubungan kontraktual sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu :
1.      Hubungan fidusia
2.      Hubungan konfidensial
3.      Hubungan bailor-bailee
4.      Hubungan principal-agent
5.      Hubungan mortgagor-mortgagee
6.      Hubungan trustee-beneficiary
Berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal tersebut. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut. Misalnya dalam hubungan dengan lembaga trust yang merupakan salah satu kegiatan perbankan, mesti ada kebijaksanaan bank yang bersangkutan dengan lembaga trust tersebut, juga dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak trust seperti yang diinginkan kedua belah pihak. Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan policy yang signifikan yang dapat mempengaruhi akunnya pihak nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh bank.
Apabila bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan nasabahnya, maka dalam hal ini akan menempatkan posisinya sebagai “pelaksana amanat” dari nasabahnya. Hubungan formal
antara nasabah dengan bank terdapat pada formulir-formulir yang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank. Formulir-formulir itu berisi tentang permohonan atau perintah atau kuas pada bank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat oleh bank. Dalam formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang berkaitan dengan transaksi yang dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing formulir tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari satu-kesatuan yang tidak terpisahkan.Nasabah yang mengisi formulir permohonan, perintah, atau kuasa kepada bank pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan masyarakat pada bank. Nasabah atau konsumen mewujudkan kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang dipercayanya. Hubungan antara bank dengan nasabah seringkali menunjuk pada berlakunya ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.[1]
Akan tetapi, berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek untuk mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut.
Sebenarnya fungsi sebuah bank hanya sebagai penerima amanah atau trustee saja dari nasabahnya, bukan sebagai debitur dari nasabahnya. Disamping itu, adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga mengindikasikan bahwa hubungan antara nasabah dan bank tidak sekedar hubungan kontraktual semata. Dalam hal ini ada semacam “amanah” yang diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan nasabahnya. Berdasarkan teori implied consent, pembukaan informasi tidak dapat dibenarkan walaupun untuk kepentingan menagih hutang pihak nasabah kepada bank.












BABIII
PEMBAHASAN
III1. Mekanisme Perlindungan Nasabah
Beberapa mekanisme yang digunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut :
1.      Pembuatan Peraturan Baru
2.      Pelaksanaan Peraturan yang Ada
3.      Perlindungan Nasabah Deposan Lewat Lembaga Asuransi Deposito
4.      Memperketat Perizinan Bank
5.      Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank
6.      Memperketat Pengawasan Bank
III.2 Asuransi Deposito
Salah satu cara yang ampuh untuk melindungi pihak nasabah adalah dengan menjamin simpanan nasabah di bank kepada suatu perusahaan asuransi. Sebenarnya, Peraturan Perundang-undangan mengenai Asuransi Simpanan sudah ada di Indonesia, yakni dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang Pada Bank yang ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 1973.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 ini memperkenankan bagi nasabah bank untuk mengasuransikan simpanannya. Yang akan bertindak sebagai penjamin (termasuk yang memungut premi) adalah Bank Inonesia. Untuk dapat menjadi bank-bank terjamin, disyaratkan kepada bank-bank terjamin tersebut untuk :
1.      Kondisi finansial, struktur permodalan dan manajemennya berada dalam keadaan baik.
2.      Mempunyai prospek penghasilan yang baik.
Beberapa masalah yang perlu dikaji secara hati-hati jika keberadaan asuransi simpanan diterima adalah sebagai berikut :
Keberadaan asuransi simpanan tersebut jangan sampai membuat bank-bank terlena sehingga tidak lagi melindungi nasabahnya dan tidak  lagi memberlakukan prinsip prudent banking;Berapa besar nilai maksimum yang dapat dikover oleh asuransi simpanan tersebut.
Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah Nomr 34 Tahun 1973 hanya menjamin sampai batas maksimum Rp.1.000.000,00 saja, sungguhpun batas ceiling tersebut masih mungkin di perbesar oleh Bank Indonesia.Kapan dan dalam hal apa saja uang asuransi simpanan tersebut dapat dicairkan, akan tetapi dengan keluarnya Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, maka asuransi deposito ini merupakan suatu kewajiban bank.
III.3 Lembaga Penjamin Simpanan Nasabah
Untuk menunjang kinerja perbankan nasional diperlukan lembaga penunjang, baik untuk sementara waktu dalam rangka mengatasi persoalan perbankan yang dihadapi maupun yang sifatnya lebih permanen seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini ditegaskan dalam pasal 37B Undang-Undang Perbankan yang diubah. Disebutkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. LPS tersebut dibentuk badan hukum Indonesia. Pembentukan LPS ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank Untuk menyelenggarakan penjamin simpanan dana masyarakat pada bank, LPS ini dapat menggunakan :
1.      Skim dana bersama;
2.      Skim asuransi;
3.      Skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia pasal 37 B [2]
Sebelum lahir Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 maupun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, persoalan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga pernah diatur.Ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan perbankan, maka jika keadaannya telah memungkinkan, untuk lebih menjamin uang pihak ketiga yang dipercayakan kepada bank-bank, dapat diadakan suatu asuransi deposito dengan tujuan pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968, pada tahun 1973 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang jaminan simpanan uang pada bank. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur bahwa semua bank, termasuk bank asing, yang melakukan usaha berdasarkan suatu izin usaha dari Menteri Keuangan, diwajibkan menjamin simpanan uang pihak ketiga kepadanya, baik yang berupa giro, deposito, tabungan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Bahkan selanjutnya ditetapkan dalam peraturan pemerintah bahwa Bank Indonesia merupakan badan penyelenggara jaminan simpanan uang pada bank, mengingat tugas Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan. Akan tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tidak berjalan efektif meskipun sudah ditetapkan sejak 26 tahun yang lalu. Penyebabnya adalah karena pada saat itu pemerintah tengah melancarkan Program Saving Drive melalui program Inpres Nomor 28 Tahun 1968 dan Tabanas atau Taska, dimana Bank Indonesia memberikan jaminan sepenuhnya atas bentuk simpanan tersebut.
Sejak tahun 1998, pemerintah menjamin kewajiban pembayaran bank umum. Jaminan pemerintah ini dipandang perlu untuk secepatnya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang dan perbankan nasional yang sedang mengalami krisis moneter yang sangat berat. Dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998, pemerintah memberikan jaminan penuh terhadap seluruh kewajiban pembayaran dari bank umum, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing. Dalam rangka pemberian jaminan tersebut, bank-bank umum diwajibkan untuk menandatangani surat pernyataan sebagai pemenuhan persyaratan.





BABIV
PENUTUP
A.Saran
            Perlunya implementasi yang tegas dalam hal perjanjian yang sudah tertuang dalam kuhperdata Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak. Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah non debitu-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUHPerdata. Karena itu, kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu hanya tunduk kepada ketentuanketentuan umum dari KUHPerdata mengenai kontrak. Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual,
B.Kesimpulan
Adanya keterkaitan dalam hal nasabah dengan bank serta Hubungan Kontraktual Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan. Terhadap nasabah debitur hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak debitur ( peminjam dana ). Hukum kontrak yang menjadi dasar hubungan bank dengan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak .











DAFTAR PUSTAKA
a. RJ,” Hubungan bank dengan nasabah”27 april 2016 https://caturretno.wordpress.com/2012/03/25/hubungan-hukum-nasabah-dan-bank/.
b.. Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Buku Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008
c.alexa “Aspek Hukum Perlindungan Nasabah” 27 april 2016 http://ilmutuhan.blogspot.co.id/2010/09/aspek-hukum-perlindungan-nasabah-lps.html





[1] RJ Hubungan bank dengan nasabah, https://caturretno.wordpress.com/2012/03/25/hubungan-hukum-nasabah-dan-bank/,27april2016,11:06
2. Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001,11:10 27 april 2016

3. alexa “Aspek Hukum Perlindungan Nasabah” http://ilmutuhan.blogspot.co.id/2010/09/aspek-hukum-perlindungan-nasabah-lps.html,11:116,27 april 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar