MAKALAH
“Hubungan Antara Bank
& Nasabah
Non Kontraktual”
DISUSUSUN OLEH :
Muhammad Irwansyah : 0701514035
qutrotunnada :
07015140
Universitas Al-Azhar Indonesia
Fakultas Hukum
2016
KATA PENGANTAR
Bismillah, puji syukur
kita haturkan pada tuhan yang maha esa yang telah memberikan segala rahmat
taufik dan limpahan karunianya sehingga diberikan kesempatan mengerjakan
makalah yang bertemakan “Hubungan Antara
Bank & nasabah Non Kontraktual”
dan semua itu takluput berjalannya dengan baik tanpa adanya bimbingan oleh
dosen pak maqdir pak dasril sehingga dapat meneyelesaikan makalah ini dengan
baik,serta tak lupa terimakasih kepada kawan semua yang telah memberikan
dukungan dan kerjasamanya.
Makalah ini masih banyak
mempunyai kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar penulisan makalah dan karya tulis penulis berikutnya menjadi
lebih baik. Akhirnya tiada gading yang tak retak, kesalahan mutlak saya jadikan
cermin untuk menatap ke depan lebih baik, tiada hal yang paling membanggakan
kecuali saling mengingatkan terhadap kesalahan dan kekurangan masing-masing.
Jakarta 29
april 2016
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………..1
1.2 Tujuan Penulisan…………………………………………………………2
1.3 Rumusan Masalah…………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………3
2. Uraian dan Penjelasan……………………………………………….
3 - 5
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………..6
3. Uraian dan Penjelasan……………………………………………………6
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………11
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Masalah
Di Indonesia
terdapat lembaga – lembaga keuangan, yang mencakup berbagai lembaga jasa
keuangan seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal venture,
leasing, factoring dan lain – lain.
1
Lembaga -lembaga keuangan ini dibedakan menjadi lembaga keuangan yang
berbentukbank dan lembaga yang bukan berbentuk bank.
2 Lembaga – lembaga ini dapat
dipilih oleh masyarakat sebagai sarana untuk melakukan investasi. Setiap
lembaga keuangan, baik yang berbentuk bank maupun yang tidak berbentuk bank
eksistensinya tergantung pada kepercayaan masyarakat terhadaplembaga keuangan
tersebut. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang memperoleh izin dari penguasa
moneter untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan
menyalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
3 Bank adalah suatu lembaga yang
eksistensinya tergantung pada kepercayaan dari para
nasabah, yang mempercayakan dana serta jasa – jasa lainya.
4 Kadarkepercayaan masyarakat terhadap
eksistensi suatu bank, yang sudah maupun yang akan menyimpan dana atau yang
telah menggunakan jasa – jasa bank tersebut.
Kepercayaan masyarakat kepada bank
merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank Hubungan kepercayaan
merupakan hubungan yang esensial dalam beroperasinya sebuah bank. Sebuah bank
tidak dapat beroperasi dan melakukan usahanya secara terus menerus bila tidak
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Hal tersebut terjadi karena dalam
praktek masyarakat mempunyai berbagai pilihan untuk mempercayakan dananya,
seperti dilembaga asuransi ataupun di pasar modal atau bisa jadi masyarakat
lebih memilih untuk menyimpan kelebihan uang mereka dengan membeli tanah
ataupun perhiasan. Setiap pilihan pasti mempunyai keuntungan dan resiko masing-masing.
6 Hubungan bank dengan nasabah dapat dibagi
menjadi hubungan yang kontraktual dan hubungan nonktraktual.7 Hubungan
kontraktual adalah hubungan antara bank dengan nasabah yang dituangkan dalam
bentuk tertulis. Perjanjian tertulis antara bank dengan nasabah tersebut
dituangkan dalam perjanjian baku. Peranjian baku atau perjanjian standar adalah
perjanjian yang isinya dibuat oleh salah satu pihak, dan pihak tersebut adalah
pihak yang biasanya mempunyai bargaining power yang lebih kuat, dalam hal ini
bank. Pihak lain dalam hal ini adalah nasabah, cukup memberikan persetujuannya
dengan menandatangani atau tidak menandatangani perjanjian tersebut.
Hubungan
non kontraktual adalah hubungan bank dengan nasabah yang tidak dituangkan dalam
bentuk tertulis, tetapi hubungan tersebut selalu menjiwai dan ada pada hubungan
antara bank dan nasabah. Ada tiga hubungan non kontraktual tersebut yaitu
hubungan kepercayaan, hubungan kerahasiaan, dan hubungan kehati – hatian.
Hubungan
kepercayaan ada dalam hubungan bank dengan nasabah karena tanpa kepercayaan
dari nasabah maka bank tidak dapat beroperasi. Bank harus secara sungguh –
sungguh menjaga kepercayaan nasabah ini. Bank dalam kegiatan penghimpunan dana,
kepercayaan masyarakat menjadi modal yang sangat besar supaya mereka mau
menyimpan ataupun menggunakan jasa perbankan dilembaga perbankan. Symons, Jr.
mengatakan bahwa hubungan debitur dan kreditur semata, melainkan lebih dari
itu.
I.2 Tujuan Penulisan:
1.
dapat mengetahui bagaimana hubungan nasabah
dengan dengan bank
2.
dapat mengetahui Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
3.
dapat mengetahui Hubungan Hubungan Non
Kontraktual
I.3 Rumusan Masalah
1.
bagaimanakah hukum bank dan nasabah
2.
Mengapa perlu adanya hubungan antara bank
dan nasabah
3.
serta bagaimanakah perlindungan nasabah
BABII
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
II.1 Hubungan
bank dengan nasabah
Hubungan antara bank dan nasabah
didasarkan pada dua unsur yang paling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan.
Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila
masyarakat “percaya” untuk menempatkan uangnya, pada produk-produk perbankan
yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank
dapat memobilisir dana dari masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank
akan memberikan jasajasa perbankan. Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu
bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua
hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu :
II.2 Hubungan
hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai
peminjam dana milik masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum
antara bank dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang
muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro, dan
sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk peraturan bank
yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap
nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan produk
perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak akan sama
dengan syarat dari produk perbankanyang lain. Dalam produk perbankan seperti
tabungan dan deposito, maka ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku
adalah ketentun-ketentuan dan syarat-syarat umum hubungan rekening deposito dan
rekening tabungan.
II.3 Hubungan
hukum antara bank dan nasabah debitur
Artinya
bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa
kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bankterdiri dari dua
bentuk yaitu :
1. Hubungan
Kotraktual
2. Hubungan Non
Kontraktual
A. Hubungan
Kontraktual Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah
adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik
nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan.
Terhadap nasabah debitur hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu
kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak
debitur ( peminjam dana ). Hukum kontrak yang menjadi dasar hubungan bank
dengan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang
kontrak (buku ketiga).
Sebab,
menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak.
Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah non
debitu-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur untuk kontrak
jenis ini dalam KUHPerdata. Karena itu, kontrak-kontrak untuk nasabah seperti
itu hanya tunduk kepada ketentuanketentuan umum dari KUHPerdata mengenai
kontrak. Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan
kontraktual, dalam hal ini hubungan kreditur-debitur, dimana pihak bank
berfungsi sebagai debitur sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai pihak
kreditur, prinsip hubungan seperti ini juga tidak dapat diberlakukan secara
mutlak. Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual kepada
hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank, yaitu:
1.
Sebagai
hubungan bank dan nasabah
2.
Sebagai
hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan
debitur-kreditur
3.
Sebagai
hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.
B. Hubungan Non
Kontraktual Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang lain
antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah deposan dengan
nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis hubungan hukum antara bank
dengan nasabah selain dari hubungan kontraktual sebagaimana yang disebutkan di
atas, yaitu :
1.
Hubungan
fidusia
2.
Hubungan
konfidensial
3.
Hubungan
bailor-bailee
4.
Hubungan
principal-agent
5.
Hubungan
mortgagor-mortgagee
6.
Hubungan
trustee-beneficiary
Berhubung
hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka
hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas
dalam kontrak untuk hal tersebut. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam
praktek perbankan untuk mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut. Misalnya
dalam hubungan dengan lembaga trust yang merupakan salah satu kegiatan
perbankan, mesti ada kebijaksanaan bank yang bersangkutan dengan lembaga trust
tersebut, juga dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak trust seperti yang
diinginkan kedua belah pihak. Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank
setiap perubahan policy yang signifikan yang dapat mempengaruhi akunnya pihak
nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh bank.
Apabila
bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan nasabahnya, maka dalam
hal ini akan menempatkan posisinya sebagai “pelaksana amanat” dari nasabahnya.
Hubungan formal
antara
nasabah dengan bank terdapat pada formulir-formulir yang telah diisi oleh
nasabah dan disetujui oleh bank. Formulir-formulir itu berisi tentang
permohonan atau perintah atau kuas pada bank. Formulir tersebut pada umumnya
dibuat oleh bank. Dalam formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang
berkaitan dengan transaksi yang dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing
formulir tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari satu-kesatuan yang
tidak terpisahkan.Nasabah yang mengisi formulir permohonan, perintah, atau
kuasa kepada bank pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan
masyarakat pada bank. Nasabah atau konsumen mewujudkan kepercayaannya itu dalam
bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang dipercayanya. Hubungan antara bank
dengan nasabah seringkali menunjuk pada berlakunya ketentuan yang lebih luas
dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang lebih luas dan
ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan
bagian serta satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.[1]
Akan
tetapi, berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui
hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat
dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak. Atau setidak-tidaknya
ada kebiasaan dalam praktek untuk mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut.
Sebenarnya
fungsi sebuah bank hanya sebagai penerima amanah atau trustee saja dari
nasabahnya, bukan sebagai debitur dari nasabahnya. Disamping itu, adanya
kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal tersebut tidak
pernah diperjanjikan sama sekali, juga mengindikasikan bahwa hubungan antara
nasabah dan bank tidak sekedar hubungan kontraktual semata. Dalam hal ini ada
semacam “amanah” yang diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan
nasabahnya. Berdasarkan teori implied consent, pembukaan informasi tidak dapat
dibenarkan walaupun untuk kepentingan menagih hutang pihak nasabah kepada bank.
BABIII
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
III1.
Mekanisme Perlindungan Nasabah
Beberapa mekanisme yang digunakan dalam rangka perlindungan nasabah
bank adalah sebagai berikut :
1.
Pembuatan
Peraturan Baru
2.
Pelaksanaan
Peraturan yang Ada
3.
Perlindungan
Nasabah Deposan Lewat Lembaga Asuransi Deposito
4.
Memperketat
Perizinan Bank
5.
Memperketat
Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank
6.
Memperketat
Pengawasan Bank
III.2
Asuransi Deposito
Salah
satu cara yang ampuh untuk melindungi pihak nasabah adalah dengan menjamin
simpanan nasabah di bank kepada suatu perusahaan asuransi. Sebenarnya,
Peraturan Perundang-undangan mengenai Asuransi Simpanan sudah ada di Indonesia,
yakni dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan
Simpanan Uang Pada Bank yang ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 1973.
Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 ini memperkenankan bagi nasabah bank untuk
mengasuransikan simpanannya. Yang akan bertindak sebagai penjamin (termasuk
yang memungut premi) adalah Bank Inonesia. Untuk dapat menjadi bank-bank
terjamin, disyaratkan kepada bank-bank terjamin tersebut untuk :
1.
Kondisi
finansial, struktur permodalan dan manajemennya berada dalam keadaan baik.
2.
Mempunyai
prospek penghasilan yang baik.
Beberapa
masalah yang perlu dikaji secara hati-hati jika keberadaan asuransi simpanan
diterima adalah sebagai berikut :
Keberadaan asuransi simpanan tersebut jangan sampai membuat
bank-bank terlena sehingga tidak lagi melindungi nasabahnya dan tidak lagi memberlakukan prinsip prudent
banking;Berapa besar nilai maksimum yang dapat dikover oleh asuransi simpanan
tersebut.
Dalam
hal ini, Peraturan Pemerintah Nomr 34 Tahun 1973 hanya menjamin sampai batas
maksimum Rp.1.000.000,00 saja, sungguhpun batas ceiling tersebut masih mungkin
di perbesar oleh Bank Indonesia.Kapan dan dalam hal apa saja uang asuransi simpanan
tersebut dapat dicairkan, akan tetapi dengan keluarnya Undang-Undang Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998, maka asuransi deposito ini merupakan suatu kewajiban bank.
III.3 Lembaga
Penjamin Simpanan Nasabah
Untuk
menunjang kinerja perbankan nasional diperlukan lembaga penunjang, baik untuk
sementara waktu dalam rangka mengatasi persoalan perbankan yang dihadapi maupun
yang sifatnya lebih permanen seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini
ditegaskan dalam pasal 37B Undang-Undang Perbankan yang diubah. Disebutkan
bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang
bersangkutan. LPS tersebut dibentuk badan hukum Indonesia. Pembentukan LPS ini
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada bank Untuk menyelenggarakan penjamin simpanan dana masyarakat
pada bank, LPS ini dapat menggunakan :
1.
Skim
dana bersama;
2.
Skim
asuransi;
3.
Skim
lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia pasal 37 B [2]
Sebelum
lahir Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 maupun Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999, persoalan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga pernah diatur.Ini dapat
dilihat dalam penjelasan pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang
Bank Sentral yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan perbankan, maka jika
keadaannya telah memungkinkan, untuk lebih menjamin uang pihak ketiga yang dipercayakan
kepada bank-bank, dapat diadakan suatu asuransi deposito dengan tujuan
pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Sebagai
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968, pada tahun 1973 ditetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang jaminan simpanan uang pada
bank. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur bahwa semua bank, termasuk bank
asing, yang melakukan usaha berdasarkan suatu izin usaha dari Menteri Keuangan,
diwajibkan menjamin simpanan uang pihak ketiga kepadanya, baik yang berupa
giro, deposito, tabungan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Bahkan
selanjutnya ditetapkan dalam peraturan pemerintah bahwa Bank Indonesia
merupakan badan penyelenggara jaminan simpanan uang pada bank, mengingat tugas
Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan. Akan tetapi Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tidak berjalan efektif meskipun sudah ditetapkan
sejak 26 tahun yang lalu. Penyebabnya adalah karena pada saat itu pemerintah
tengah melancarkan Program Saving Drive melalui program Inpres Nomor 28 Tahun
1968 dan Tabanas atau Taska, dimana Bank Indonesia memberikan jaminan
sepenuhnya atas bentuk simpanan tersebut.
Sejak
tahun 1998, pemerintah menjamin kewajiban pembayaran bank umum. Jaminan
pemerintah ini dipandang perlu untuk secepatnya mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap mata uang dan perbankan nasional yang sedang mengalami
krisis moneter yang sangat berat. Dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun
1998, pemerintah memberikan jaminan penuh terhadap seluruh kewajiban pembayaran
dari bank umum, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing. Dalam
rangka pemberian jaminan tersebut, bank-bank umum diwajibkan untuk
menandatangani surat pernyataan sebagai pemenuhan persyaratan.
BABIV
PENUTUP
PENUTUP
A.Saran
Perlunya implementasi yang tegas
dalam hal perjanjian yang sudah tertuang dalam kuhperdata Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan
undang-undang bagi kedua belah pihak. Berbeda dengan nasabah debitur, maka
untuk nasabah deposan atau nasabah non debitu-non deposan, tidak terdapat
ketentuan khusus yang mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUHPerdata. Karena
itu, kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu hanya tunduk kepada
ketentuanketentuan umum dari KUHPerdata mengenai kontrak. Prinsip hubungan
nasabah penyimpan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual,
B.Kesimpulan
Adanya
keterkaitan dalam hal nasabah dengan bank serta Hubungan Kontraktual Hubungan
yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan
kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua nasabah, baik nasabah debitur,
nasabah deposan, ataupun nasabah non debitur-non deposan. Terhadap nasabah
debitur hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak yang
dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak debitur ( peminjam
dana ). Hukum kontrak yang menjadi dasar hubungan bank dengan nasabah debitur
bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak .
DAFTAR PUSTAKA
a. RJ,” Hubungan bank
dengan nasabah”27 april 2016 https://caturretno.wordpress.com/2012/03/25/hubungan-hukum-nasabah-dan-bank/.
b.. Rachmadi Usman, Aspek-Aspek
Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
Munir Fuady, Hukum Perbankan
Modern, Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Buku Kesatu, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1999
Hermansyah, Hukum Perbankan
Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008
c.alexa “Aspek Hukum Perlindungan Nasabah”
27 april 2016 http://ilmutuhan.blogspot.co.id/2010/09/aspek-hukum-perlindungan-nasabah-lps.html
[1] RJ Hubungan bank dengan nasabah,
https://caturretno.wordpress.com/2012/03/25/hubungan-hukum-nasabah-dan-bank/,27april2016,11:06
2. Rachmadi Usman, Aspek-Aspek
Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001,11:10 27 april 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar