MAKALAH TRANSAKSI BERJAMIN
“JAMINAN FIDUSIA”
DISUSUSUN
OLEH :
Muhammad
Irwansyah : 0701514035
Abdul
Aziz : 0701512037
Universitas
Al-Azhar Indonesia
Fakultas
Hukum
2016
KATA
PENGANTAR
Bismillah,
puji syukur kita haturkan pada tuhan yang maha esa yang telah memberikan segala
rahmat taufik dan limpahan karunianya sehingga diberikan kesempatan mengerjakan
makalah yang bertemakan “JAMINAN FIDUSIA” dan semua itu takluput berjalannya
dengan baik tanpa adanya bimbingan oleh dosen yusuf hidayat dapat
meneyelesaikan makalah ini dengan baik,serta tak lupa terimakasih kepada kawan
semua yang telah memberikan dukungan dan kerjasamanya.
Makalah ini masih banyak mempunyai
kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
penulisan makalah dan karya tulis penulis berikutnya menjadi lebih baik.
Akhirnya tiada gading yang tak retak, kesalahan mutlak saya jadikan cermin
untuk menatap ke depan lebih baik, tiada hal yang paling membanggakan kecuali
saling mengingatkan terhadap kesalahan dan kekurangan masing-masing.
Jakarta
26 april 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
1.1 Latar
Belakang Masalah…………………………………………………..1
1.2 Tujuan
Penulisan…………………………………………………………2
1.3 Rumusan
Masalah…………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………3
2. Uraian
dan Penjelasan……………………………………………….
3 - 5
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………..6
3. Uraian
dan Penjelasan……………………………………………………6
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………11
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
MASALAH
Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Fidusia Adapun yang melatar belakangi UU fidusia lahir adalah karena kebutuhan praktis, kebutuhan tersebut dapat dilihat dari fakta-fakta berikut:
1.
Barang Bergerak Sebagai Jaminan Hutang.
Sebagaimana diketahui bahwa menurut sistim hukum kita, dan juga hukum di
kebanyakan negara-negara Eropa Kontinental, bahwa jika yang menjadi objek
jaminan utang adalah benda bergerak, maka jaminannya diikat dalam bentuk gadai. Dalam hal ini, objek gadai
tersebut harus diserahkan kepada pihak yang menerima gadai (kreditor).
Sebaliknya, jika yang menjadi objek jaminan hutang adalah benda tidak bergerak,
maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik (sekarang ada hak tanggungan) Dalam
hal ini barang objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditor, tetapi tetap dalam
kekuasaan debitor.
Akan tetapi terdapat kasus-kasus dimana barang
objek jaminan hutang masih tergolong
barang bergerak, tetapi pihak debitor enggan menyerahkan kekuasaan atas barang
tersebut kepada kreditor, sementara pihak kreditor tidak mempunyai kepentingan,
bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya. Karena itulah
dibutuhkan adanya satu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong
benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan
kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditor.
Akhirnya, muncullah bentuk jaminan baru dimana
objeknya benda bergerak, tetapi kekuasaan atas benda tersebut tidak beralih
dari debitor kepada kreditor.
2.
Tidak Semua Hak Atas Tanah Dapat
dihipotikkan. Latar belakang lain yang mendorong timbul atau berkembangnya
praktek fidusia adalah adanya hak atas tanah tertentu yang tidak dapat
dijaminkan dengan hipotik atau hak tanggungan.
3.
Barang Objek Jaminan Hutang Yang
Bersifat Perdata, Ada barang-barang yang sebenarnya masih termasuk barang
bergerak, tetapi mempunyai sifat-sifat seperti barang tidak bergerak sehingga
pengikatnya dengan gadai dirasa tidak cukup memuaskan, terutama karena adanya
kewajiban menyerahkan kekuasaan dari benda objek jaminan hutang tersebut.
Karena itu jaminan fidusia menjadi pilihan.
4.
Perkembangan Prana Hukum Kepemilikan
Yang Baru. Perkembangan kepemilikan atas
barang tertentu yang tidak selamanya dapat diikuti oleh perkembangan
jaminan, sehingga hak-hak atas barang sebenarnya tidak bergerak, tetapi tidak
dapat diikatkan dengan hipotik.
5.
Barang Bergerak Objek jaminan Hutang
Tidak Dapat Diserahkan. Ada kalanya pihak kreditur dan pihak debitur sama-sama
tidak berkeberatan agar diikatkan
jaminan hutang berupa gadai atas hutang yang dibuatnya, tetapi barang
yang dijaminkan karena sesuatu dan lain hal tidak dapat diserahkan
kepemilikannya kepada hak kreditor. (lihat Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra
Aditya Bakti, 2000, hal. 1.).
Selain fakta di atas yang melatarbelakangi lahirnya
UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia berdasarkan keadaan sekarang yang
dicantumkan dalam konsiderannya adalah : Kebutuhan yang sangat besar dan terus
meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum
yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. Pengaturan
lembaga jaminan fidusia masih didasarkan padaYurisprudensi.
Sejak
lahirnya jaminan fidusia ini sangat kental dengan rekayasa. Sebab dalam sistem
hukum Belanda tempo dulu, oleh karena juga di Indonesia untuk jaminan barang
bergerak hanya dikenal gadai, sedang barang tidak bergerak dikenal dengan
hipotek. (lihat Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan,
Penerbit Ghalia Indonesia, 1983, hal.. 34.) Tetapi dalam praktek untuk
menjaminkan barang bergerak, tetapi tanpa penyerahan barang secara fisik. Untuk
maksud tersebut tidak dapat digunakan lembaga gadai (yang mensyaratkan
penyerahan benda) dan juga dapat digunakan hipotek yang hanya diperuntukkan
terhadap barang tidak bergerak saja. Karena itu dicarikanlah jalan untuk dapat
menjaminkan barang bergerak tanpa penyerahan fisik barang tersebut akhirnya
muncul rekayasa untuk memenuhi kepentingan praktek seperti itu dengan jalan
pemberian jaminan Fidusia yang akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh
yurisprudensi dan diundangkan pada tahun 1999.[1]
I.II TUJUAN MAKALAH
a.
untuk mengetahui meknisme pendaftaran dan pengaturan fidusia
b.
dapat mengerti pengertian fidusia dan sebagaimana implementasi fidusia dalam
kehidupan bermasyarakat
c.
untuk mengetahui manfaat fidusia jika tidak adanya jaminan atas objek
bertransaksi
1.III RUMUSAN MASALAH
a.
dengan kondisi bagimanakah jaminan itu dapat dihapuskan?
b.
apa sajakah yang menjadi objek fidusia?
c.
bagaimanakah ketentuan ketentuan fidusia itu diatur?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
II.I
PENGERTIAN FIDUSIA
Fidusia menurut asal katanya berasal
dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah
yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini
digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu
Fiduciare Eigendom Overdracht yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan.
Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Pengertian
fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai
pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga
jaminan yang diakui undang-undang.
II.2 SEJARAH FIDUSIA
Terjadinya krisis dalam bidang hukum
jaminan pada pertengahan sampai dengan akhir abad 19, mengakibatkan terjadinya
pertentangan berbagai kepentingan. Krisis mana ditandai dengan permasalahan
yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pertanian yang melanda negara Belanda
bahkan seluruh negara-negara di Eropa. Seperti telah disebut di atas kemudian
lahirlah lembaga jaminan fidusia yang keberadaannya didasarkan pada
yurisprudensi.
Sebagai
salah satu jajahan negara Belanda, Indonesia pada waktu itu juga merasakan
imbasnya. Untuk mengatasi masalah itu lahirlah peraturan tentang ikatan panen
atau Oogstverband (Staatsblad 1886 Nomor 57). Peraturan ini mengatur mengenai
peminjaman uang, yang diberikan dengan jaminan panenan yang akan diperoleh dari
suatu perkebunan. Dengan adanya peraturan ini maka dimungkinkan untuk
mengadakan jaminan atas barang-barang bergerak, atau setidak-tidaknya kemudian
menjadi barang bergerak, sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam
kekuasaan debitor.
Seperti
halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia, diakui oleh yurisprudensi
berdasarkan keputusan Hoogge-rechtshof (HGH) tanggal 18 Agustus 1932. Kasusnya
adalah sebagai berikut :
Pedro
Clignett meminjam uang dari Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dengan
jaminan hak milik atas sebuah mobil secara kepercayaan. Clignett tetap
menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika
Clignett lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil oleh BPM.
Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan,
BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan
bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah.
Menurut
Clignett jaminan yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan
tetap berada dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai
dengan Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-undang Perdata. Dalam putusannya HGH
menolak alasan Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan
Clignett bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau
fidusia yang telah diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett
diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM.
Pada
waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara
constitutum possessorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh
orang Indonesia. Dalam prakteknya, dalam perjanjian jaminan fidusia diberi
penjelasan bahwa barang itu diterima pihak penerima fidusia pada tempat
barang-barang itu terletak dan pada saat itu juga kreditor menyerahkan barang-barang
itu kepada pemberi fidusia yang atas kekuasaan penerima fidusia telah
menerimanya dengan baik untuk dan atas nama penerima fidusia sebagai penyimpan.
Walaupun
demikian, sebenarnya konsep constitutum posses-sorium ini bukan hanya monopoli
hukum barat saja. Kalau kita teliti dan cermati, hukum adat di Indonesia pun
mengenal konstruksi yang demikian. Misalnya tentang gadai tanah menurut hukum
adat. Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu ia
mengadakan perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi gadai).
Dengan
demikian pemberi gadai tetap menguasai tanah yang digadaikan itu tetapi bukan
sebagai pemilik melainkan sebagai penggarap. Setelah adanya keputusan HGH itu,
fidusia selanjutnya berkembang dengan baik di samping gadai dan hipotek. Dalam
perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti.
Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi
dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang
difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya
berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja.
Tidak
hanya sampai di situ, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan
debitor, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai objek yang dapat
difidusiakan. Mengenai objek fidusia ini, baik Hoge Raad Belanda maupun
Mahkamah Agung di Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya
dapat dilakukan atas barang-barang bergerak. Namun dalam praktek kemudian orang
sudah menggunakan fidusia untuk barang-barang tidak bergerak. Apalagi dengan
berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UU Nomor 5 tahun 1960) perbedaan antara
barang bergerak dan tidak bergerak menjadi kabur karena Undang-undang tersebut
menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan tanah.
Dengan
lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia objeknya
adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda
tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.[2]
II.3 FIDUSIA SEBAGAI PERJANJIAN
ASSESOIR
Perjanjian fidusia merupakan
perjanjian yang sifatnya tidak bisa berdiri sendiri namun perjanjian ini
mengikuti pada perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok, dalam
perjanjian assesoir artinya mebuntuti perjanjian yang pokok dngan kata lain
tidak bisa berdiri sendiri tanpa adannya perjanjian pokok adapun yang termasuk
perjanjian ini antara lain:
- Perjanjian gadai
- perjanjian fidusia
- perjanjian hipotek dll.
Dimaksudkan
untuk mendukung perjanjian pokoknya, sehingga jika perjanjian pokok hapus,
perjanjian accessoir (hak tanggungan, gadai, fiducial, penanggungan, hipotek
kapal,cessie dan bhorthog/jaminan pribadi) juga turut hapus. Perjanjian
accessoir dibuat berdasarkan perjanjian pokok.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
III.1
AKTE JAMINAN FIDUSIA
A.Pendaftaran Jaminan Fidusia
Fidusia dilaksanakan oleh penerima hak jaminan fidusia (kreditor)
di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kementerian). Pendaftaran jenis ini
harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak tanggal sertifikat Jaminan
Fidusia diterbitkan dengan menyertakan informasi berikut:
1.
identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia
2.
tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang
membuat akta Jaminan Fidusia
3.
data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia
4.
uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
5.
nilai penjamian dan
6.
nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
7.
sertifikat jaminan fidusia
Di bawah PP yang lama
pendaftaran sertifikan Jaminan Fidusia dilaksanakan dengan mencatatkan Jaminan
Fidusia di Buku Daftar Fidusia. Di bawah PP Baru, hak-hak Jaminan didaftarkan
secara elektorik dan menjadi valid setelah kreditor telah melakukan pembayaran
pendaftaran.
Sertifikat ini
disediakan (secara elektronik) pada hari yang sama dengan pendaftaram. Pada
kasus kerusakan atau kesalahan dalam proses pendaftaran, kreditor bisa
mengajukan permintaan perbaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak
tanggal sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan.
B.Penghapusan jaminan fidusia
Berdasarkan pada Pasal 16 dari PP baru,
sebuah Jaminan Fidusia dihapuskan di bawah kondisi-kondisi berikut:
1.terhapusnya utang yang dijamin dengan fidusia
2.pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
3. musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
1.terhapusnya utang yang dijamin dengan fidusia
2.pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
3. musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Penghapusan Jaminan Fidusia harus
dilaporkan pada Kementerian oleh Penerima Fidusia dalam jangka waktu paling
lama 15 hari setelah tanggal dihapusnya Jaminan Fidusia, dengan menyertakan
informasi berikut:
a.keterangan atau alasan dihapusnya Jaminan Fidusia;
b. detail dari sertifikat Jaminan Fidusia (tanggal, nomor, nama dan tempat kedudukan notaris); dan
c. tanggal dihapusnya Jaminan Fidusia.
b. detail dari sertifikat Jaminan Fidusia (tanggal, nomor, nama dan tempat kedudukan notaris); dan
c. tanggal dihapusnya Jaminan Fidusia.
III.2 UTANG YANG
DIJAMIN FIDUSIA
Perjanjian hutang
piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam
pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan
bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas
yang sama.
a.Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam
pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum
dan jaminan yang bersifat khusus dan Jaminan Umum, Pelunasan hutang dengan
jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata, Dalam
pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada
maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan
terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya, dalam pasal 1132 KUH Perdata
menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi
semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya,Pendapatan penjualan
benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang
masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk
didahulukan.
Dalam
hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi
persyaratan antara lain:
1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat
dinilai dengan uang)
2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan
haknya kepada pihak lain sedangkan Jaminan Khusus
3. Pelunasan hutang dengan jaminan
khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik,
hak tanggungan, dan fidusia, Gadai yang tertuang dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh
debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, namun Selain itu
memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang
tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya
untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda
itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
b. Sifat-sifat Gadai yakni :
Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
Adanya sifat kebendaan.
a. Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau b. benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
c. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
d. Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
e. Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
Adanya sifat kebendaan.
a. Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau b. benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
c. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
d. Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
e. Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Obyek gadai adalah
semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak
berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak
untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada
pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak
paten.[3]
III.3 KETENTUAN PEMBEBANAN FIDUSIA
Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai
berikut:
- Proses
pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;
- Proses
kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan
pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari,
tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok
fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan
fidusia;
- Proses
ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang
kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur
sebagai penerima fidusia;
Adapun Jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal
sebagai berikut:
- Karena
hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
- Karena
pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
- Karena
musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Terkait penjelasan tersebut di atas dalam
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa
undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang berarti setiap janji
yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang
menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi
hukum.
BAB
IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari pembahasan singkat diatas maka dapat ditarik
kesimpulan mengenai hal-hal yang urgen mengenai jaminan fidusia. Fidusia
menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor
kepada debitor yang melibatkan
penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik
jaminan. Berbeda dengan jaminan fidusia
yakni Gadai adalah suatu hak yang diperolehkreditor (si berpiutang) atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang),atau oleh
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
kreditur-kreditur lainnya,dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang
itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
B. Saran
Saya selaku penyusun sangat menyadari masih jauh dari
sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembutan makalah ini.Hal
ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.
Oleh karena itu, Saya selaku pembuat makalah ini
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Kami juga
mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya bagi pembaca.
Daftar
Pustaka
Salim.
2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Satrio,
J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusis. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Undang-undang
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Yayasan, Jaminan Fidusia,
Jabatan Notaris, Advokad,dan Peraturan Pelaksanaannya Tahun 2009. Jakarta: Tamita Utama.
Widjaja,
Gunawan., Ahmad Yani. 2000. Jaminan Fidusia. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
[1] Retno,jaminan fidusiahttp://www.academia.edu/7432708/MAKALAH_JAMINAN_FIDUSIA_OLEH_RETNO_WULANDARI_11300108,09.17:30.
[2]Fahriza jaminanfidusia perdatahttps://fahrizayusroh.wordpress.com/2012/01/18/sejarah-jaminan-fidusia/
16 april
2016,19:53
[3]ilmio blog, jaminan utanghttps://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/,17
april 2016, 21:36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar