Minggu, 24 April 2016

Muhammad Irwansyah MAKALAH JAMINAN FIDUSIA


MAKALAH TRANSAKSI BERJAMIN

 “JAMINAN FIDUSIA”



DISUSUSUN OLEH :
Muhammad Irwansyah           : 0701514035
Abdul Aziz                             : 0701512037






Universitas Al-Azhar Indonesia
Fakultas Hukum
2016
KATA PENGANTAR

Bismillah, puji syukur kita haturkan pada tuhan yang maha esa yang telah memberikan segala rahmat taufik dan limpahan karunianya sehingga diberikan kesempatan mengerjakan makalah yang bertemakan “JAMINAN FIDUSIA” dan semua itu takluput berjalannya dengan baik tanpa adanya bimbingan oleh dosen yusuf hidayat dapat meneyelesaikan makalah ini dengan baik,serta tak lupa terimakasih kepada kawan semua yang telah memberikan dukungan dan kerjasamanya.
Makalah ini masih banyak mempunyai kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulisan makalah dan karya tulis penulis berikutnya menjadi lebih baik. Akhirnya tiada gading yang tak retak, kesalahan mutlak saya jadikan cermin untuk menatap ke depan lebih baik, tiada hal yang paling membanggakan kecuali saling mengingatkan terhadap kesalahan dan kekurangan masing-masing.






Jakarta 26 april 2016




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
1.1    Latar Belakang Masalah…………………………………………………..1
1.2    Tujuan Penulisan…………………………………………………………2
1.3    Rumusan Masalah…………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………3
2.      Uraian dan Penjelasan………………………………………………. 3 - 5
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………..6
3.      Uraian dan Penjelasan……………………………………………………6
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………11









BAB I
PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG MASALAH
Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Fidusia Adapun yang melatar belakangi UU fidusia lahir adalah karena kebutuhan praktis, kebutuhan tersebut dapat dilihat dari fakta-fakta berikut:
1.      Barang Bergerak Sebagai Jaminan Hutang. Sebagaimana diketahui bahwa menurut sistim hukum kita, dan juga hukum di kebanyakan negara-negara Eropa Kontinental, bahwa jika yang menjadi objek jaminan utang adalah benda bergerak, maka jaminannya diikat dalam  bentuk gadai. Dalam hal ini, objek gadai tersebut harus diserahkan kepada pihak yang menerima gadai (kreditor). Sebaliknya, jika yang menjadi objek jaminan hutang adalah benda tidak bergerak, maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik (sekarang ada hak tanggungan) Dalam hal ini barang objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditor, tetapi tetap dalam kekuasaan debitor.
Akan tetapi terdapat kasus-kasus dimana barang objek  jaminan hutang masih tergolong barang bergerak, tetapi pihak debitor enggan menyerahkan kekuasaan atas barang tersebut kepada kreditor, sementara pihak kreditor tidak mempunyai kepentingan, bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya. Karena itulah dibutuhkan adanya satu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong benda  bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditor.
Akhirnya, muncullah bentuk jaminan baru dimana objeknya benda bergerak, tetapi kekuasaan atas benda tersebut tidak beralih dari debitor kepada kreditor.
2.      Tidak Semua Hak Atas Tanah Dapat dihipotikkan. Latar belakang lain yang mendorong timbul atau berkembangnya praktek fidusia adalah adanya hak atas tanah tertentu yang tidak dapat dijaminkan dengan hipotik atau hak tanggungan.
3.      Barang Objek Jaminan Hutang Yang Bersifat Perdata, Ada barang-barang yang sebenarnya masih termasuk barang bergerak, tetapi mempunyai sifat-sifat seperti barang tidak bergerak sehingga pengikatnya dengan gadai dirasa tidak cukup memuaskan, terutama karena adanya kewajiban menyerahkan kekuasaan dari benda objek jaminan hutang tersebut. Karena itu jaminan fidusia menjadi pilihan.
4.      Perkembangan Prana Hukum Kepemilikan Yang Baru. Perkembangan kepemilikan atas  barang tertentu yang tidak selamanya dapat diikuti oleh perkembangan jaminan, sehingga hak-hak atas barang sebenarnya tidak bergerak, tetapi tidak dapat diikatkan dengan hipotik.
5.      Barang Bergerak Objek jaminan Hutang Tidak Dapat Diserahkan. Ada kalanya pihak kreditur dan pihak debitur sama-sama tidak berkeberatan agar diikatkan  jaminan hutang berupa gadai atas hutang yang dibuatnya, tetapi barang yang dijaminkan karena sesuatu dan lain hal tidak dapat diserahkan kepemilikannya kepada hak kreditor. (lihat Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 1.).
Selain fakta di atas yang melatarbelakangi lahirnya UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia berdasarkan keadaan sekarang yang dicantumkan dalam konsiderannya adalah : Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana,  perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. Pengaturan lembaga jaminan fidusia masih didasarkan padaYurisprudensi.
Sejak lahirnya jaminan fidusia ini sangat kental dengan rekayasa. Sebab dalam sistem hukum Belanda tempo dulu, oleh karena juga di Indonesia untuk jaminan barang bergerak hanya dikenal gadai, sedang barang tidak bergerak dikenal dengan hipotek. (lihat Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Penerbit Ghalia Indonesia, 1983, hal.. 34.) Tetapi dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak, tetapi tanpa penyerahan barang secara fisik. Untuk maksud tersebut tidak dapat digunakan lembaga gadai (yang mensyaratkan penyerahan benda) dan juga dapat digunakan hipotek yang hanya diperuntukkan terhadap barang tidak bergerak saja. Karena itu dicarikanlah jalan untuk dapat menjaminkan barang bergerak tanpa penyerahan fisik barang tersebut akhirnya muncul rekayasa untuk memenuhi kepentingan praktek seperti itu dengan jalan pemberian jaminan Fidusia yang akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi dan diundangkan pada tahun 1999.[1]

I.II TUJUAN MAKALAH
a. untuk mengetahui meknisme pendaftaran dan pengaturan fidusia
b. dapat mengerti pengertian fidusia dan sebagaimana implementasi fidusia dalam kehidupan bermasyarakat
c. untuk mengetahui manfaat fidusia jika tidak adanya jaminan atas objek bertransaksi

1.III RUMUSAN MASALAH
a. dengan kondisi bagimanakah jaminan itu dapat dihapuskan?
b. apa sajakah yang menjadi objek fidusia?
c. bagaimanakah ketentuan ketentuan fidusia itu diatur?




BAB II
PEMBAHASAN
II.I PENGERTIAN FIDUSIA
            Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam  penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang.
II.2 SEJARAH FIDUSIA
            Terjadinya krisis dalam bidang hukum jaminan pada pertengahan sampai dengan akhir abad 19, mengakibatkan terjadinya pertentangan berbagai kepentingan. Krisis mana ditandai dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pertanian yang melanda negara Belanda bahkan seluruh negara-negara di Eropa. Seperti telah disebut di atas kemudian lahirlah lembaga jaminan fidusia yang keberadaannya didasarkan pada yurisprudensi.
Sebagai salah satu jajahan negara Belanda, Indonesia pada waktu itu juga merasakan imbasnya. Untuk mengatasi masalah itu lahirlah peraturan tentang ikatan panen atau Oogstverband (Staatsblad 1886 Nomor 57). Peraturan ini mengatur mengenai peminjaman uang, yang diberikan dengan jaminan panenan yang akan diperoleh dari suatu perkebunan. Dengan adanya peraturan ini maka dimungkinkan untuk mengadakan jaminan atas barang-barang bergerak, atau setidak-tidaknya kemudian menjadi barang bergerak, sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam kekuasaan debitor.
Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia, diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hoogge-rechtshof (HGH) tanggal 18 Agustus 1932. Kasusnya adalah sebagai berikut :
Pedro Clignett meminjam uang dari Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil secara kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah.
Menurut Clignett jaminan yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-undang Perdata. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM.
Pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara constitutum possessorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh orang Indonesia. Dalam prakteknya, dalam perjanjian jaminan fidusia diberi penjelasan bahwa barang itu diterima pihak penerima fidusia pada tempat barang-barang itu terletak dan pada saat itu juga kreditor menyerahkan barang-barang itu kepada pemberi fidusia yang atas kekuasaan penerima fidusia telah menerimanya dengan baik untuk dan atas nama penerima fidusia sebagai penyimpan.
Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum posses-sorium ini bukan hanya monopoli hukum barat saja. Kalau kita teliti dan cermati, hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi yang demikian. Misalnya tentang gadai tanah menurut hukum adat. Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu ia mengadakan perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi gadai).
Dengan demikian pemberi gadai tetap menguasai tanah yang digadaikan itu tetapi bukan sebagai pemilik melainkan sebagai penggarap. Setelah adanya keputusan HGH itu, fidusia selanjutnya berkembang dengan baik di samping gadai dan hipotek. Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja.
Tidak hanya sampai di situ, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitor, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai objek yang dapat difidusiakan. Mengenai objek fidusia ini, baik Hoge Raad Belanda maupun Mahkamah Agung di Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan atas barang-barang bergerak. Namun dalam praktek kemudian orang sudah menggunakan fidusia untuk barang-barang tidak bergerak. Apalagi dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UU Nomor 5 tahun 1960) perbedaan antara barang bergerak dan tidak bergerak menjadi kabur karena Undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan tanah.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia objeknya adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.[2]
II.3 FIDUSIA SEBAGAI PERJANJIAN ASSESOIR
            Perjanjian fidusia merupakan perjanjian yang sifatnya tidak bisa berdiri sendiri namun perjanjian ini mengikuti pada perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok, dalam perjanjian assesoir artinya mebuntuti perjanjian yang pokok dngan kata lain tidak bisa berdiri sendiri tanpa adannya perjanjian pokok adapun yang termasuk perjanjian ini antara lain:
  1.  Perjanjian gadai
  2.  perjanjian fidusia
  3.  perjanjian hipotek dll.
Dimaksudkan untuk mendukung perjanjian pokoknya, sehingga jika perjanjian pokok hapus, perjanjian accessoir (hak tanggungan, gadai, fiducial, penanggungan, hipotek kapal,cessie dan bhorthog/jaminan pribadi) juga turut hapus. Perjanjian accessoir dibuat berdasarkan perjanjian pokok.








BAB III
PEMBAHASAN
III.1 AKTE JAMINAN FIDUSIA
A.Pendaftaran Jaminan Fidusia
Fidusia dilaksanakan oleh penerima hak jaminan fidusia (kreditor) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kementerian). Pendaftaran jenis ini harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak tanggal sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan dengan menyertakan informasi berikut:
1.      identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia
2.      tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia
3.      data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia
4.      uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
5.      nilai penjamian dan
6.      nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
7.      sertifikat jaminan fidusia
Di bawah PP yang lama pendaftaran sertifikan Jaminan Fidusia dilaksanakan dengan mencatatkan Jaminan Fidusia di Buku Daftar Fidusia. Di bawah PP Baru, hak-hak Jaminan didaftarkan secara elektorik dan menjadi valid setelah kreditor telah melakukan pembayaran pendaftaran.
Sertifikat ini disediakan (secara elektronik) pada hari yang sama dengan pendaftaram. Pada kasus kerusakan atau kesalahan dalam proses pendaftaran, kreditor bisa mengajukan permintaan perbaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak tanggal sertifikat Jaminan Fidusia diterbitkan.
B.Penghapusan jaminan fidusia
Berdasarkan pada Pasal 16 dari PP baru, sebuah Jaminan Fidusia dihapuskan di bawah kondisi-kondisi berikut:
1.terhapusnya utang yang dijamin dengan fidusia
2.pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
3. musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Penghapusan Jaminan Fidusia harus dilaporkan pada Kementerian oleh Penerima Fidusia dalam jangka waktu paling lama 15 hari setelah tanggal dihapusnya Jaminan Fidusia, dengan menyertakan informasi berikut:
a.keterangan atau alasan dihapusnya Jaminan Fidusia;
b. detail dari sertifikat Jaminan Fidusia (tanggal, nomor, nama dan tempat kedudukan notaris); dan
c. tanggal dihapusnya Jaminan Fidusia.
III.2 UTANG YANG DIJAMIN FIDUSIA
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
a.Macam-macam Pelunasan Hutang
            Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus dan Jaminan Umum, Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata, Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya, dalam pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya,Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
            Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
 2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain sedangkan Jaminan Khusus
3. Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia, Gadai yang tertuang dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, namun Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
b. Sifat-sifat Gadai yakni :
            Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
Adanya sifat kebendaan.
a. Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau b. benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
c. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
d. Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
e. Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.[3]

III.3 KETENTUAN PEMBEBANAN FIDUSIA
Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut:
    1. Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;
    2. Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia;
    3. Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia;
Adapun Jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut:
    1. Karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
    2. Karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
    3. Karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.







BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari pembahasan singkat diatas maka dapat ditarik kesimpulan mengenai hal-hal yang urgen mengenai jaminan fidusia. Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.  Berbeda dengan jaminan fidusia yakni Gadai adalah suatu hak yang diperolehkreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang),atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya,dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
B. Saran
Saya selaku penyusun sangat menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembutan makalah ini.Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.
Oleh karena itu, Saya selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya bagi pembaca.


Daftar Pustaka
Salim. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusis.  Bandung: Citra Aditya Bakti.
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Yayasan, Jaminan Fidusia, Jabatan Notaris, Advokad,dan Peraturan Pelaksanaannya Tahun 2009. Jakarta: Tamita Utama.
Widjaja, Gunawan.,  Ahmad Yani. 2000. Jaminan Fidusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.





[1] Retno,jaminan fidusiahttp://www.academia.edu/7432708/MAKALAH_JAMINAN_FIDUSIA_OLEH_RETNO_WULANDARI_11300108,09.17:30.
[3]ilmio blog, jaminan utanghttps://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/,17 april 2016, 21:36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar