Degradasi Moral
Hukum Diindonesia
Dalam
kontek modern sekarang hukum yang ada diindonesia ini banyak menuai kritikan
masyarakat entah itu dari aturan sendiri ataupun implementasi atau disebut
sebagai subyek hukum, karena dalam perspektif sosiologis yang menjadi wibawa
atau tidaknya itu semua terlihat oleh subyek hukum itu sendiri mengapa
tidak...? dan secara tidak langsung itu semua akan berpengaruh pada
implementasiannya, karena hakikat hukum sendiri bertujuan dalam pandangan Geny
(D.H.M. Meuvissen: 1994) untuk mencapai keadilan dan sebagai komponen keadilan
untuk kepentingan daya guna dan kemanfaatan.[1]
Pada hakikatnya awal hukum berasal dari kehendak, sudah diketahui bahwa
yang namanya kehendak adalah perbuatan yang diawali dengan niat serta disengaja
entah itu kaitannya baik ataupun kurang baik, begitupun juga hukum dalam kaca
mata islam hukum teringgi itu berasal dari tuhan lebih spesifiknya ALLAH, dalam
ajaran islam sudah tentu mengajarkan keseimbangan antara duniawi dan uhrowi,
itu semua sudah menunjukkan kesempurnaan ajarannya, dalam realitanya dibuktikan
bahwa semua itu hukum tuhan seagai hukum tertinggi bahwa setiap muslim yang
beriman pasti akan mengerjakan ajarannya seperti sholat, puasa, dan dan lain
sebagainya, itu semua terlihat dengan nyata bahwa hukum tuhan sangat mengikat
pada mahluknya yang diciptakan dan tidak akan bisa dipisahkan oleh manusia,
sebagai bentuk eksistensi tuhan, dia hendak memperkenalkan dirinya melalui
kehidupan manusia itu sendiri, manusia dalam balutan daging dan segumpal darah
menjadi begitu mengagumkan dengan akal dan jiwa, ia dengan akalnya menjadi
sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Dengan itu terlihat tampak kekuasaan tuhan
pada mahluknya, diberikan kebebasan untuk berfikir akal dan jiwa untuk menetukan arah kemana
tujuan hidup itu sendiri, sebagian ahli mengatakan hidup adalah pilihan baik
buruknya moral ditentukan subyek hukum itu sendiri dari situ adanya konsekuensi
antara surga dan neraka. Begitupun juga dalam ranah kemanusiaan sebagai subyek
hukum juga sebagai hukum kehendak melakukan peraturan dalam kehidupan sehingga
terlihat kualitas subyek hukum sebagai pemberi aturan yang berpengaruh pada
nilai kehidupan ataupun moral hukum, [2]
Dalam pandangan diatas penulis
mencoba menganilisa hukum islam dalam kontek indonesia permasalahan
diindonesia, karena dalam priode sejarah mencatat bahwa yang menjadi founding
father adalah para pembesar islam indonesia tidak sedikit banyak ruh prinsip
aturan yang ada diidonesia dikutip dari islam itu sendiri, didalam isi
pancasila sudah tertuang jelas bahwa pada sila pertama berbunyi “ketuhanan yang
maha esa” suda tampak jelas bapak indonesia sendiri mengutip pada al quran
terdapat surat al ihlas. Dan bukti paling jelas lagi bahwa dalam pembukaan
UUD1945 “berkat rahmat ALLAH yang maha
kuasa”.[3]
Didalam
kontek ahir-ahir permasalahan sekarang ini hukum diindonesia sangat dipengaruhi
oleh pemikiran kebarat-baratan nilai islam sudah condong pada liberal menyeimpangkan
nilai-nilain islam itu sendiri sehingga banyak masyarakat yang mengeritik hukum
yang ada diindonsia itu sediri entah dari aturan ataupun penegak hukumnya,
sampai-sampai hukum yang diindonesia sendiri dijadikan sebagai payung hukum
tumpul keatas tajam kebawah, sehingga menimbulkan banyak perdebatan.
1. Bagaimana
kondisi masalah hukum yang ada diindonesia sekarang ini ?
2. Bagaiamana
teori yang perlu diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut ?
Kondisi
Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian.
Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum ,
kesadaran hukum , kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan
dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai
peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di
Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu
dapat dibeli, yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang
banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada
pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak
hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh
dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka
tetapi tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan Hukum yang seharusnya
menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin
pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit.
Dalam
Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di
peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan
merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini,
Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak
dibawah umur saudara Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik perusahaan
di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di
Purbalingga, serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka
langsung ditangkap dan dihukum seberat beratnya, Sedangkan seorang pejabat
negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas
berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hukum
dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan
nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan
menunda-nunda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari
tokoh-tokoh Negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu nyata. Contohnya
saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader
dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6
tahun penjara, kasus Bank Century dan yang masih hangat saat ini Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK), Akhil Mochtar ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan. Dalam
operasi itu, KPK telah menyita uang dollar Singapura senilai Rp 3 miliar yang
menunjukkan penegakan hukum di bangsa Indonesia dalam kondisi awas, hampir
semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum mencapai keputusan yang
jelas, Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat
kita.
Kondisi
yang demikian buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap
kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum
yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Merusak
keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah
melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus
dihindari bukan tidak tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi
taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa
perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis
atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.
Dengan
kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui
hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara
harus sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti
apa yang dicita citakan pendiri bangsa ini. Namun menta dan moral korup yang merusak
serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistim hukum dan tujuan
hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik ,menurut
penulis, sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan karakter atau jati
diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 .dengan situasi dan kondisi seperti sekarang
ini norma dan kaidah yang telah bergerasar kepada rasa egoisme dan individual
tanpa memikirkan orang lain dan inilah nilai ketidakadilan akan meningkatkan
aksi anarkhisme, kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter
bangsa yang penuh memiliki asas musyawarah untuk mufakat seperti yang terkadung
dan tersirat dalam isi Pancasila.[4]
Sudah diketahui bahwa permasalahan
diatas yang menjadi sumber pengaruh masalah kaitanya dengan hukum adalah subyek
hukum itu sendiri, karena dalam berbagai sudut pandang subyek hukum disatu sisi
sebagai pembuat hukum sudah disinggung diatas mengenai hukum kehendak, disatu
sisi hukum itu akan berpengaruh dalam kehidupan dalam proses pembuatannya oleh
subyek hukum atau bahasa lain kualiatas pembuat hukum akan berpengaruh pada
hukum itu sendiri, dan tidak dipisahkan lagi bahwa sebaik baiknya hukum itu
tidak akan berwibawa kalau tidak ada implementasinya, dari itulah penulis
mencoba memberikan solusi dari berbagai permasalahan diatas disela-sela komtek
sekarang ini dalam kaca mata islam.
1.Perlunya
pemimpin muslim progressif
dibelakang
kata muslim sering dilekatkan beragam beragama untuk menunjukkan corak dan
pandangan beragama serta diyakini seorang muslim, meskipun penanaman tersebut
tidak selalu menunjukkan hakikat makna yang sebenarnya dan realitas masyarakat dengan
corak yang beragam, perlunya muslim yang progresif dalam implementasinnya
sebagai kelompok muslim yang berusaha merespons dan mengatasai tantangan
modernitas dapat memberikan keseimbangan ditengah-tengah modern sekarang ini
serta pemimpin dapat menangkap beberapa hal berikut.keprihatinan terhadap sosial
dan moral usaha-usaha untuk mengubahnya, mengajak pada umat muslim untuk
kembali kepada hakikat sejatinya islam itu sendiri karena islam mengajarkan
keseimbangan antara duniawi dan uhrowi, himbauan untuk mengabaikan kepercayaan pada
takdir semata, dan pembaharuan islam untuk berjihad.[5]
2 Konsep Keadilan melekat
Keadilan
berlaku untuk menempatkan sesuatu pada porsinya dan keadilan dan hukum dua hal
yang saling terkait, dalam pemikiran sejarah dan juga sekarang masih adanya
konsep tujuan hukum untuk mencapai keadilan secara tidak langsung kalau kita
analogikan bahwa antara hukum dengan keadilan adalah tempat yang berbeda
misalkan a.sebagai hukum b.sebagai tujuan keadilan secara tidak langsung si a
pasti akan mengejar tujuan ke b untuk mencapai tujuannya yakni keadilan,
berarti menunjukkan dalam diri si a
belum adanya keadilan padahal hakikat hukum perspektif islam sudah adanya
keadilan nah, dari itulah perlu diterapkannya keadilan melekat pada hukum itu
sendiri diwujudkan dalam bentuk kehidupan.[6]
3Teori
Nomokrasi
Dalam
konteks indonesia dikenal sebagai demokrasi dari rakyat oleh dan untuk rakyat
namun dalam pandangan sosiologis bahwa berbeda dengan hakikat demokrasi karena
dalam implementasinya demokrasi cenderung pada KKN seakan-akan tidak bisa
dihilangkan ketika adanya kandidat kepemimpinan itu sudah dilakukan apalagi
dengan sudah menjadi pemimpin, coba kita menengok kebelakang misalkan demokrasi
diterapkan pada masyarakat gang doly maka kalau demokrasi diterapkan sangant
melenceng sekali dengan nilai keislaman, sehingga konsep nomokrasi disandarkan
pada kebenaran yang mutlak pada nilai ketuhanan dalam kaca mata islam adalah
ALLAH, bukan berapa banyak kepala sebagai penentunya.[7]
4.Wahyu
sebagai inspirasi pemikiran moral hukum
Dalamkonteks
hukum, meletakkan moral adalah sebuah kebajikan mulia, mengembalikan ruh hukum
dengan moral dan tidak menganggapnya semata sebagai bentuk kehendak manusia
karena kalu moral bersandarkan atas kehendak manusia berarti semua perilaku
kebiasaan entah itu baik buruknya tergantung manusia itu sendiri, bukan,
sehingga wahyulah yang menjadi sandaran untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu itu didalam wahyu dalam perspektif islam yakni al-quran sudah tentu
mengajarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat, berkaitan dengan ilmu hakikatnya
ilmu sendiri tanpa agama adalah cacat maka perlunya keterkaintan keduanya tanpa
adanya benturan disatu sisi ilmu sebagai menafsirkan sesuatu disatu sisi agam
sebagai wadah ilmu itu sendiri, karena dalam al-quran sendiri banyak ayat yang
menerangkan ilmu, didalam perspektif islam mengajarkan sifat yang perlu
dipegang dalam sandaran rasulullah anatara lain sidiq, amanah, tabligh,
fathonah, kalau yang mengimplementasiannya adalah manusia bukan nabi maka kalau
nabi dapat mengimplementasikan dengan sempurna tapi setidaknya manusia biasa
dengan berjihad dapat mendekati kesempurnaanya itu. [8]
Kesimpulan:
ilmuan prancis mengatakan bahwa dalam dalam
sela-sela ruang kehidupan maka yang pasti untuk merubah diri kita sendiri untuk
melakukan progressif, perlunya penerapan wibawa hukum itu sendiri serta dari
berbagai permasalahn untuk menelesaikannya harusnya kita kembali pada islam itu
sendiri yang sudah jelas mengajarkan kesempurnannya, namun itu semua kembali
pada subyek hukum itu sendiri untuk bersandarkan pada nilai nilai ketuhanan
sehingga dalam implementasinya juga berpengaruh pada hukum dalam ranah kemanusiaan
sehingga munculnya moral itu sendiri.
[1] http://informasiana.com/pengertian-hukum-dan-tujuan-hukum/#.diakses,07:25.09.09,januari,2016.
[2] Dr.fokky
fuad Wasitatmadja,Prenadamedia group.filsafat
hukum akar religiositas hukum,jakarta,2015,hal 22.
[3] https://islamrahmahdotcom.wordpress.com/2011/03/15/pancasila-pancaran-syariat-islam/.diakses,09:20.
09,januari,2016
[4]
Soewarno,dkk,pancasila bunkarno,himpunan
pidato,ceramah khusus, jakarta 2005,hl 22.
[5] Pemimpin
redaksi Kautsar azhari noer,penerbitnurcholish madjid society, titik temu,jakarta,2015,hal 90.
[6] Dr.fokky
fuad Wasitatmadja,Prenadamedia group.filsafat
hukum akar religiositas hukum,jakarta,2015,hal 33.
[7] http://www.negarahukum.com/hukum/nomokrasi-islam.html.diakses,00:11,10,januari,2016.
[8] [8]
Dr.fokky fuad Wasitatmadja,Prenadamedia group.filsafat hukum akar religiositas hukum,jakarta,2015,hal
13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar