Rabu, 13 Maret 2019

Peran Seorang Muslim dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

            Di Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan undang undang dasar 1945 yang berkesinambungan dan peningkatan serta pelaksanaan pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pembangunan ekonomi harus diperhatikan keserasianya, keselarasan, serta keseimbangan[1].

            Islam merupakan agama paripurna yang ajarannya memberi panduan nilai atau prinsip-prinsip etik berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan para pemeluknya. Misi yang diemban oleh pendidikan islam tidak lain adalah misi Islam itu sendiri yaitu agar manusia dapat menjalani amanat kehidupan ini dapat membangun kerajuan dunia yang makmur, dinamis, dan harmonis atas dasar nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Atau dengan kata lain dapat mewujudkan rahmatan lil’alamin yaitu hubungan segitiga sama sisi secara harmonis antara Tuhan, manusia dan alam sebagai tiga komponen utama dalam hidup dan kehidupan umat manusia. Misi Islam tersebut akan dapat diwujudkan oleh tidak saja orang yang mengaku beriman atau mengaku taat beragama tetapi sekaligus orang yang berilmu pengetahuan, berwawasan luas tentang hakikat kehidupan, beradab, terampil dan komitmen kepada nilai-nilai idealitas kemanusiaan seperti keadilan, kebersamaan dan kasih sayang[2].

            Manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki potensi (fitrah) bawaan ini bersifat integral-holistik dan tidak hanya berorientasi kepada permasalahan ukhrowi saja tetapi harus terintegrasi dengan persoalan-persoalan dunia, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, sosial kemasyarakatan, dan sebagainya. Pandangan ini didasarkan pada konsep ajaran Islam tidak menghendaki pada penghayatan agama yang mengarah kepada pelarian diri dari kehidupan duniawi, tetapi bahkan sebaliknya, Islam mengajarkan asketisme duniawi, yaitu memakmurkan dan memajukan kehidupan dunia, tanpa tenggelam dalam kenikmatan semu.[3]

            Pendidikan Islam menurut H. Maksum adalah segala proses pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi, perkataan dan perbuatan sahabat, serta ijtihad para ulama. Dengan tujuan untuk membentuk kepribadian Muslim yang tangguh dan mampu mengatasi masalah-masalah di kehidupannya dengan cara Islam sehingga tercapai tujuan akhir, yaitu bahagia dunia dan akhirat dengan ridha Allah.[4] Hasan Langgulung sebagaimana yang dikutip oleh Azyumardi Azra, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi mudah. Memindahkan pengetahuan dengan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia sebagai khalifah fi al-ardh untuk beramal di dunia dan memerik hasilnya di akhirat.

Manusia dijadikan sebagai khalifah karena manusia secara fisik merupakan sebaik-baik ciptaan. Kualitas manusia karena didalam dirinya terkandung beberapa persyaratan kualitatif seperti kemampuan berfikir dan kemerdekaan berkehendak serta bertindak yang tidak dimiliki makhluk lain. Dalam sudut pandang yang lain, kekhalifaan manusia mengisyaratkan kepercayaan Allah kepada manusia. Karena itu Allah memberi kepada manusia dalam bentuk kebebasan berfikir , berkehendak dan bertindak.

Pada dasarnya masih banyak pengertian pendidikan Islam menurut para ahli pendidikan Islam. Namun, pada dasarnya pendidikan Islam mempunyai makna sebagai usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fithrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam, menuju terbentuknya manusia ideal ( insan kamil) yang berkepribadian Muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Namun dalam realitasnya, pendidikan Islam saat ini masih terkungkung dalam kemunduran, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan. Diantara indikasinya menurut Abd. Rachman Assegaf adalah sebagai berikut :

1.      Minimnya pembaharuan
2.      Praktik pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan yang lama dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif, dan kritis terhadap isu-isu actual.
3.      Model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan intelektualisme – verbalistik dan mengasingkan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistic antara guru dan murid.
4.      Orientasi pendidikan Islam menitik beratkan pada syariat tanpa menyeimbangkan pada nilai sosial
Pada sisi lain, pendidikan Islam hingga saat ini masih mengahadapi berbagai permasalahan yang kompleks, dari permasalahan yang bersifat konseptual-teoritis hingga persoalan operasional praktis. Menurut Bassam Tibi, sebagaimana yang dikutip Abdul Wahid, pendidikan Islam saat ini sedang mengalami masalah-masalah yang besar seperti dikotomi ( dichotomic), ilmu pengetahuan yang masih bersifat umum ( too general knowledge ) maupun rendahnya semangat penelitian ( lack of spirit of inquiry). [5]

Dalam era global ini, masyarakat Indonesia menginginkan terwujudnya suatu masyarakat baru. Yaitu masyarakat yang mengharapkan terwujudnya kemajuan, kesejahteraan, kebahagiaan, keterbukaan, keadilan, saling menghormati, dan menghargai.
Masyarakat madani merupakan masyarakat yang sadar akan hak-hak warga masyarakat dan melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara, masyarakat yang terbuka, toleran, menghargai hak asasi manusia dan yang paling menonjol dalam ciri masyarakat madani adalah demokratis.  Tuntutan perubahan menuju masyarakat madani di Indonesia memerlukan berbagai perubahan pada semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, serta sangat membutuhkan individu dan masyarakat dengan kemampuan yang tinggi. Pendidikan sebagai sarana terbaik untuk membentuk suatu generasi, dituntut untuk peran sertanya dalam membangun masyarakat tesebut.

Untuk mewujudkan masyarakat madani menuntut suatu pendidikan yang sesuai, yaitu pendidikan yang mampu membangun kesadaran masyarakat unutu ikut serta dalam membangun masyarakat sendiri. Yakni pendidikan yang mengembangkann seluruh peserta didik, pendidikan yang menghargai kemuliaan manusia (dignity); individualitas dan kebebasan (academis); pendidikan yang mengakui adanya perbedaan dan penghargaan dan keanekaragaman;serta pendidikan yang mengakui adanya persamaan hak (equalitarianism), dan pendidikan yang berupaya mengembangkan segenap potensi peserta didik secara optimal. Disinilah penghayatan terhadap nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan Islam, serta pentingnya pentingnya ajaran islam dalam kehidupan sebagai posisi dan fungsi daya kreatif dalam menghadapi persoalan tantangan zaman, maka ajaran islam sebagai wahyu yang sempurna hadir ditengah masyarakat dalam menyikapi persoalan yang ada, sebagai pelajaran sepanjang sejarah yang berlalu.[6] Sehubungan persoalan krisis moral dalam pembangunan masyarakat Indonesia, maka penulis tertarik membahas judul mengenai “Peran Seorang Muslim dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa hambatan dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia ?
2.      Bagaimana tantangan masyarakat madani di Indonesia ke depan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masyarakat Madani
Wacana masyarakat madani mulai popular sekitar awal tahun 90-an di Indonesia dan masih terdengar asing pada sebagian dari kita. Konsep ini awalnya berkembang di Barat, dan berakhir setelah lama terlupakan dalam perdebatan wacana sosial modern, dan kemudian mengalami revitalisasi terutama ketika Eropa timur dilanda gelombang reformasi di tahun-tahun pertengahan 80-an hingga 90-an. Mengenai wacana tentang masyarakat madani masih dalam perdebatan, namun beberapa kalangan ada yang berpendapat bahwa masyarakat madani adalah persamaan dari kata civil society[7].

Civil Society sebagai sebuah konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Proses sejarah dari masyarakat Barat, perkembangannya bisa diruntut mulai dari Cecero sampai pada Antonio Gramsci dan De’Tocquville bahkan menurut Manfred Ridel, Cohen dan Arato serta M Dawam Raharjo, pada masa Aristoteles wacana civil society sudah dirumuskan sebagai system kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike yaitu sebuah komunitas politik tempat warga terlibat langsung pada percaturan ekonomi dan politik serta pengambilan keputusan.

Konsep civil society kemudian dikembangkan oleh filosof John Locke dari istilah Civillian Govermant (pemerintahan sipil) yang berasal dari bukunya Civilian Goverment pada tahun 1960. Buku tersebut mempunyai misi menghidupkan pesan masyarakat dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan mutlak para raja dan hak istimewa para bangsawan.

Locke membangun pemikiran otoritas umat untuk merealisasikan kemerdekaan dan kekuasaan elit yang memonopoli kekuasaan dan kekayaan dalam misi pembentukan pemerintahan sipil. Semua itu dapat terwujud melalui demokrasi parlementer, yaitu keberadaan parlemen atau wakil adalah pengganti otoritas para raja. Sementara John Jack Rosseau dengan bukunya The Cocial Control memaparkan tentang pemikiran otoritas rakyat dan perjanjian politik yang harus dilaksanakan antara manusia dan kekuasaan dan pada intinya mempunyai tujuan yang sama dengan john Locke, yaitu mengajak manusia untuk ikut menentukan hari dan masa depannya serta menghancurkan monopoli yang dilakukan oleh kaum elit yang berkuasa dengan kepentingan manusia.

Locke (1632-1704) dan Rossean (1712-1778) membuka jalan pemberontakan terhadap dominasi kekuasaan dan kesewenangan dan pada akhirnya melahirkan revolusi Perancis 1789, sehingga permulaan abad XIX muncul pemikiran-pemikiran cemerlang yang mengobarkan pembentukan masyarakat madani yang menjadi simbol bagi realita dengan di penuhi berbagai kontrol terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan elit yang mendominasi kekuasaan Negara yang mencakup banyak partai, kelompok, perkumpulan, himpunan, ikatan sebagai lembaga kekuasaan.

Kesulitan dalam mencari padanan kata Masyarakat Madani dalam literatur bahasa Indonesia di sebabkan oleh hambatan psikologis untuk menggunakan istilah-istilah Arab-Islam dan tiadanya pengalaman empiris penerapan nilai-nilai madaniyah dalam tradisi kehidupan politik bangsa Indonesia akhirnya banyak orang yang memadankan istilah masyarakat madani dengan civil society, societas civilis (Romawi), atau koinonia politike (Yunani).

Terjadinya pro dan kontra terhadap pengistilahan civi society dan masyaraka madani merupakan hal yang menarik untuk dibahas sebagai landasan teori yang dapat digunakan untuk menentukan keobyekan konsep masyarakat madani.\

Tokoh yang mewakili tidak setuju untuk memadukan civil society dengan masyarakat madani adalah Hikam, dengan alasan bahwa istilah masyarakat madani cenderung telah di kooptasi oleh Negara karena dipahami sebagai masyarakat ideal yang disponsori atau dibuat oleh Negara sebagaimana pernah terdengar istilah masyarakat pancasila dan istilah masyarakat madani secara khusus dipopulerkan oleh pemikir Islamis yang kemudian cenderung menjadi monopoli kalangan Islam.[8] Sementara tokoh yang sepakat terhadap padanan civil society dengan masyarakat madani adalah Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, dan Bachtiar Efendi serta umumnya pemikir yang mempunyai latar belakang pendidikan ke-islaman modernitas-sekularis semisal Syafi’i Ma’arif, Komaruddin Hdayat, bahkan Amien Rais dalam pidato pengukuhan guru besarnya yakni membahas kuasa, tuna-kuasa dan demokratisasi kekuasaan mendukung terwujudnya masyarakat madani di Indonesia.

B. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Masyarakat madani atu civil society merupakan salah satu bentuk konsep ideal menuju demokrasi, apabila sudah terwujud, masyarakat madani mempunyai indikasi-indikasi yang sesuai dengan perspektif masyarakat madani itu ditafsiri dan di definisikan.

Secara umum masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat atau institusi yang mempunyai ciri-ciri antara lain : Kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama lain dan menjujung tinggi norma dan etika yang telah disepakati bersama-sama. Secara historis upaya untuk merintis institusi tersebut sudah muncul sejak masyarakat Indosesia mulai mengenal pendidikan modern dan sisitem kapitlisme global serta modernisasi yang memunculkan kesadaran untuk mendirikan orgnisasi-orgnisasi modern seperti Budi Utomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912) dan lain-lain.

Menurut perspektif A.S Hikam, civil society merupakan wacana yang berasal dari Barat dan lebih mendekati subtansinya apabila tetap di sebutkan dengan istilah aslinya tanpa menterjemahkan dengan istilah lain atau tetap berpedoman dengan kosep de' Tocquiville merupakan wilayah sosial terorganisir yang yang mempunyai ciri-ciri antara lain : Kesukarelaan (Voluntary), Keswasembadaan (self-generating), Keswadayaan (self-supporting), serta kemandirian tinggi berhadapan dengan Negara dan keterkaitan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang di ikuti oleh warganya. Civil society adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku tindakan dan refleksi mandiri kemudian tidak terkungkung oleh kondisi material serta tidak terserap dalam kelembagaan politik yang resmi.

Gambaran bentuk masyarakat masa depan yang di inginkan umat manusia yang mengakui harkat manusia adalah hak-hak dan kewajibannya dalam masyarakat yaitu masayarakat madani, dapat juga dijelaskan dengan karakteristik[9] sebagai berikut :

1.      Masyarakat yang mengakui hakikat kemanusiaan yang bukan sekedar mengisi kebutuhannya untuk hidup (proses humanisasi) tetapi untuk eksis sebagai manusia.
2.      Pengakuan hidup bersama manusia sebagai mahluk sosial melalui sarana Negara. Negara menjamin dan membuka peluang kondusif agar para anggotanya dapat berkembang untuk merealisasikan dirinya dalam tatanan vertikal (antara manusia dengan Tuhan) atau tatanan horizontal (mausia dengan manusia). Interaksi kedua tatanan tersebut penting karena tanpa orientasi kepada Tuhan maka tatanan kehidupan bersama tidak bermakna. Tuhan adalah sumber nilai yang mengatur keseluruhan kehidupan manusia.

3.      Manusia yang mengakui karakteristik tersebut dan mengakui hak asasi manusia dalam kehidupan yang demokratis adalah yang disebut masayarakat madani (civil society)20.
Nilai universal dan partikular yang dimiliki masyarakat madani yang dijelaskan pada masing-masing kebudayaan masyarakat harus dapat terwujud pada setiap individu dalam masyarakat.

C. Masyarakat Madani di Indonesia
Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara lainnya. Karakteristik tersebut diantaranya adalah: (1) Pluralistik/keberagaman, (2) sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat, (3) toleransi yang tinggi dan (4) memiliki sanksi moral.[10]

Karakteristik-karakteristik tersebut diharapkan senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat madani model Indonesia nantinya. keberadaan masyarakat Indonesia dapat dicermati melalui perjalanan bangsa Indonesia. Secara historis perwujudan masyarakat madani di Indonesia sebenarnya sudah mulai dicita-citakan semenjak terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika kapitalisme mulai diperkenalkan oleh Belanda. Hal ini ikut mendorong terjadinya pembentukan sosial melalui proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya antara lain munculnya kesadaran baru di kalangan kaum elit pribumi yang mendorong terbentuknya organisasi sosial modern. 
Pada masa demokrasi terpimpin politik Indonesia didominasi oleh penggunaan mobilisasi massa sebagai alat legitimasi politik. Akibatnya setiap usaha yang dilakukan masyarakat untuk mencapai kemandirian beresiko dicurigai sebagai kontra revolusi. Sehingga perkembangan pemikiran menuju masyarakat madani kembali terhambat. Perkembangan orde lama dan munculnya orde baru memunculkan secercah harapan bagi perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada masa orde baru, dalam bidang sosial-ekonomi tercipta pertumbuhan ekonomi, tergesernya pola kehidupan masyarakat agraris, tumbuh dan berkembangnya kelas menengah dan makin tingginya tingkat pendidikan. Sedangkan dalam bidang politik, orde baru memperkuat posisi negara di segala bidang, intervensi negara yang kuat dan jauh terutama lewat jaringan birokrasi dan aparat keamanan. Hal tersebut berakibat pada terjadinya kemerosotan kemandirian dan partisipasi politik masyarakat serta menyempitkan ruangruang bebas yang dahulu pernah ada, sehingga prospek masyarakat madani kembali mengalami kegelapan. Setelah orde baru tumbang dan diganti oleh era reformasi, perkembangan masyarakat madani kembali menorehkan secercah harapan. Hal ini dikarenakan adanya perluasan jaminan dalam hal pemenuhan hak-hak asasi setiap warga negara yang intinya mengarahkan pada aspek kemandirian dari setiap warga negara. Dari zaman orde lama sampai era reformasi saat ini, permasalahan perwujudan masyarakat madani di Indonesia selalu menunjukkan hal yang sama. Beberapa permasalahan yang bisa menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam mewujudkan masyarakat madani model Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1.      Semakin berkembangnya orang “miskin” dan orang yang merasa miskin.

2.      LSM dan partai politik muncul bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan sehingga memungkinkan berbagai “ketidakjelasan”.
3.      Pers berkembang pesat dan semakin canggih tetapi justru “fesimisme” masyarakat yang terjadi.
4.      Kaum cendikiawan semakin banyak tetapi cenderung berorientasi pada kekuasaan.
5.      Kurang percaya untuk bersaing dan senantiasa merasa rendah diri. Mencermati keadaan sekarang, maka diperlukan sebuah strategi jitu untuk mencapai kehidupan yang madani. Proses pemberdayaan tersebut menurut Dawam Rahardjo dapat dilakukan dengan tiga model strategi sebagaimana sebagai berikut :
1.      Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
2.      Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi.
3.      Strategi yang memilih pembangunan masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rahardjo, penulis berasumsi bahwa untuk mencapai kehidupan madani diperlukan beberapa suplemen sebagai berikut:
1.      Tanamkan nilai religiusme yang didukung oleh jaminan keamanan.
2.      Tanamkan semangat insan pancasilais.
3.      Berdayakan kaum cendikiawan/alumni luar negeri bangsa Indonesia melalui pemberian peran riil.
4.      mempunyai jiwa sosial, mementingkan pada kesejahteraan masyarakat yang berlandaskan nilai keislaman.

5.     Penegakkan hukum tegas terhadap penyelewengan kekuasaan dan anggaran
 tanpa mengesampingkan asas praduga tak bersalah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menuju masyarakat madani Indonesia tidak ditempuh melalui proses yang radikal dan cepat (revolusi), tetapi proses yang sistematis dan berharap serta cenderung lambat (evolusi), yaitu melalui upaya pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Melalui era reformasi bangsa Indonesia memiliki tujuan untuk membina suatu masyarakat Indonesia baru dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi tahun 1945 yaitu membangun masyarakat Indonesia yang demokratis. Masyarakat Indonesia yang demokratis atau masyarakat madani ala Indonesia merupakan visi dari gerakan reformasi dan juga visi dari reformasi sistem pendidikan nasional.

Gerakan untuk membentuk masyarakat madani berkaitan dengan proses demokratisasi yang sedang melanda dunia dewasa ini. Sudah tentu perwujudan kehidupan yang demokratis untuk setiap bangsa mempunyai ciri-ciri tertentu di samping ciri-ciri universal. Salah satu ciri dari kehidupan bermasyarakat Indonesia ialah kebhinnekaan dari bangsa Indonesia. Pada masa orde baru unsur kebhinnekaan itu cenderung dikesampingkan dan menekankan sifat kesatuan bangsa. Padahal justru dalam kebhinnekaan itulah terletak kekuatan dari persatuan bangsa Indonesia. Orde Baru telah menghilangkan kekuatan kebhinnekaan itu dan mencoba menyusun suatu masyarakat yang uniform sehingga terciptalah suatu struktur kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik. Hal ini justru telah mengakibatkan disintegrasi bangsa kita karena dalam usaha menekankan persatuan yang mengesampingkan perbedaan melalui cara-cara represif, berakibat mematikan inisiatif dan kebebasan berpikir serta bertindak robotik di dalam pembangunan bangsa. Cita-cita reformasi yang diinginkan ialah mengakui adanya kebhinnekaan sebagai modal utama bangsa Indonesia dalam rangka untuk mewujudkan suatu masyarakat madani yang menghargai akan perbedaan sebagai kekuatan bangsa dan sebagai identitas bangsa Indonesia yang secara kultural sangat kaya dan bervariasi. Seperti yang telah dikemukakan bahwa cita-cita membentuk masyarakat madani harus menjadi cita-cita yang serius bagi bangsa Indonesia sejalan dengan berkembangnya kehidupan berdemokrasi. bahkan ide masyarakat madani telah mulai dikembangkan sejak jaman Yunani klasik seperti ahli pikir Cicero. Setelah mencermati berbagai ciri masyarakat madani, maka tampak dengan jelas bahwa masyarakat madani adalah suatu masyarakat demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak dan tanggung jawab manusia.

Melihat keadaan masyarakat dan bangsa Indonesia maka ada beberapa prinsip khas yang perlu kita perhatikan dalam membangun masyarakat madani di Indonesia, prinsip-prinsip tersebut ialah:
a.       Kenyataan adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.

b.      Pentingnya adanya saling pengertian antara sesama anggota masyarakat. Seperti yang telah dikemukakan oleh filosof Isaiah Berlin, yang diperlukan di dalam masyarakat bukan sekedar mencari kesamaan dan kesepakatan yang tidak mudah untuk dicapai. Justru yang penting di dalam masyarakat yang bhinneka ialah adanya saling pengertian. Konflik nilai-nilai justru merupakan dinamika dari suatu kehidupan bersama di dalam masyarakat madani. Konflik nilainilai tidak selalu berarti hancurnya suatu kehidupan bersama. Dalam masyarakat demokratis, konflik nilai akan memperkaya horison pandangan dari setiap anggota.

c.       Berkaitan dengan kedua ciri khas tadi ialah toleransi yang tinggi.
d.      Dengan demikian masyarakat madani Indonesia bukanlah masyarakat yang terbentuk atau dibentuk melalui proses indoktrinasi tetapi pengetahuan akan kebhinnekaan dan penghayatan terhadap adanya kebhinnekaan tersebut sebagai unsur penting dalam pembangunan kebudayaan nasional.
e.       Akhirnya untuk melaksanakan nilai-nilai yang khas tersebut diperlukan suatu wadah kehidupan bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian hukum. Tanpa kepastian hukum sifat-sifat toleransi dan saling pengertian antara sesama anggota masyarakat pasti tidak dapat diwujudkan.

D. Tantangan Masyarakat Madani di Indonesia
Masyarakat madani merupakan suatu kondisi yang senantiasa diidam-idamkan oleh semua lapisan masyarakat di negara Indonesia. Karena itu, tantangan yang harus mampu dilakukan oleh seluruh masyarakat supaya tercapai kehidupan madani adalah:

1.      Sikap demokratis
Mengembangkan sikap demokratis bukan hanya mengenai pembentukan individu yang mempunyai harga diri, yang berbudaya, yang memiliki identitas sebagai bangsa Indonesia yang bhinneka, tetapi juga menumbuhkan sikap demokratis tersebut perlu didukung oleh suatu sistem yang juga mengembangkan sikap demokratis. Sistem pendidikan yang hanya mementingkan sekelompok manusia seperti manusia yang berinteligensi tinggi saja, tentunya tidak demokratis sifatnya.  Demikian pula proses belajar yang tidak menumbuhkan sikap kreatif dan bebas serta sanggup mengemukakan pendapat, berbeda pendapat, dan menghargai pendapat yang lebih baik, perlu dimasukkan di dalam proses belajar serta kurikulum. Demikian pula para pendidik, para dosen yang otokratis tidak memungkinkan tumbuhnya sikap demokratis dari para peserta didik.

2.      Sikap toleran Wajah budaya Indonesia yang bhinneka menuntut sikap toleran yang, tinggi dari setiap anggota masyarakat. Sikap toleransi tersebut harus dapat diwujudkan oleh semua anggota dan lapisan masyarakat sehingga terbentuk suatu masyarakat yang kompak tapi beragam sehingga kaya akan ide-ide baru. Di dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesian Council on World Affairs (ICWA) Maret 1999, Juwono Sudarsono mengemukakan di samping sikap toleransi juga penting sikap kompromi perlu dikembangkan dalam pendidikan.
3.      Saling Gotong Royong

Di dalam suatu masyarakat demokrasi, perbedaan pendapat justru merupakan suatu hikmah untuk membentuk suatu masyarakat yang mempunyai horizon yang luas dan kaya. Untuk keperluan tersebut diperlukan pengetahuan dan penghayatan mengenai kebhinnekaan tersebut. Pendidikan nasional harus menampung akan kebutuhan masyarakat yang beragam tersebut. Keanekaragaman budaya daerah haruslah dikembangkan seoptimal mungkin sehingga pada gilirannya dapat memberikan sumbangan kepada terwujudnya suatu budaya nasional, budaya Indonesia. Saling pengertian atau gotong royong hanya dapat ditumbuhkan apabila komunikasi antar penduduk dan antar etnis dapat terwujud dengan bebas dan intens. Oleh sebab itu pengembangan budaya daerah, pertukaran kunjungan antar masyarakat dan budaya daerah haruslah diintensifkan.
4.      Berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa

Masyarakat Indonesia yang bhinneka dengan beragam nilai-nilai budayanya, namun merupakan ciri khas dari masyarakat Indonesia, adalah masyarakat yang beriman. Manusia yang beriman adalah manusia yang berakhlak tinggi oleh karena semua agama yang hidup dan berkembang di Indonesia adalah agama yang mengajarkan nilainilai moral yang tinggi. Keragaman agama yang hidup dan berkembang di Indonesia menuntut sikap toleransi dan saling pengertian setiap anggotanya. Oleh sebab itu pendidikan agama di dalam sistem pendidikan nasional haruslah dilaksanakan begitu rupa sehingga terwujudlah suatu kehidupan bersama yang mengandung unsur-unsur toleransi serta saling pengertian yang mendalam. Kita perlu menghindari ramalan Huntington yang memprediksikan adanya konflik-konflik budaya dan agama sebagai pengganti konflik kekerasan senjata dalam kehidupan umat manusia pada melenium ketiga yang akan datang.
5.      Manusia dan masyarakat yang berwawasan global

Masyarakat Indonesia memasuki suatu kehidupan baru dalam melenium ketiga yaitu masyarakat global yang ditandai oleh kemajuan teknologi serta perdagangan bebas. Kehidupan global tersebut memberikan kesempatankesempatan yang baru tetapi juga tantangan-tantangan yang semakin sulit dan kompleks sehingga meminta kualitas sumber daya manusia Indonesia yang bukan saja menguasai dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi juga yang terampil di dalam memecahkan masalah-masalah yang muncul akibat gelombang globalisasi tersebut. Menurut pengamatan UNESCO terdapat beberapa bahaya yang inheren di dalam gelombang globalisasi yang perlu diwaspadai dalam proses pendidikan. Tantangan-tantangan tersebut ialah regionisasi, polarisasi, marginalisasi, dan fragmentasi. Gelombang globalisasi juga telah melahirkan berbagai kerjasama regional yang pada gilirannya menuntut program dan langkah-langkah yang, sesuai di dalam pendidikan nasional anggota kerjasama regional tersebut. Dengan demikian regionisasi akan memberikan keuntungan tetapi juga malapetaka bagi anggota kerjasama regional yang tidak mempersiapkan diri sehingga hanya akan menguntungkan anggota-anggota yang lebih siap. Globalisasi juga dapat menyebabkan polarisasi antara negara yang maju dan negara berkembang. Oleh sebab itu negara berkembang harus pandai-pandai mempersiapkan diri sehingga tidak akan menjadi mangsa dari kekuatan global yang lebih kuat. Akibatnya ialah pemiskinan negara-negara yang dilindas oleh kekuatankekuatan global seperti di dalam ekonomi dan perdagangan. Selanjutnya, gelombang globalisasi dapat menjadikan sekelompok manusia tercecer atau terbuang dari arus perubahan Proses marginalisasi kita rasakan di dalam era krisis moneter yang telah mengakibatkan sejumlah besar rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh sebab itu pendidikan nasional harus, mempunyai visi untuk dapat memberdayakan rakyat banyak sehingga rentan terhadap perubahan-perubahan global yang menimpannya Sejalan dengan kekuatankekuatan yang disebut tadi, juga globalisasi dapat menyebabkan fragmentalisasi masyarakat Indonesia di dalam kelompok-kelompok yang diuntungkan dan kelompok-kelompok yang dikalahkan akibat kepentingankepentingan tertentu. Demikian pula tumbuh-suburnya proses demokrasi dapat memecah belah kehidupan berbangsa dan bertanah air sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia dapat terpecah belah menjadi masyarakat yang lemah. Sistem pendidikan nasional mempunyai tugas untuk melihat secara dini masalah-masalah tersebut di atas agar supaya dapat mempersiapkan manusia dan masyarakat Indonesia untuk lebih siap menghadapi tantangantantangan global tersebut.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

1.      Masyarakat madani atau civil society dapat diartikan sebagai suatu corak kehidupan masyarakat yang terorganisir, mempunyai sifat kesukarelaan, keswadayaan, kemandirian, namun mempunyai kesadaran hukum yang tinggi.

2.      Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara lainnya.
3.      Karakteristik tersebut diantaranya adalah: (1) Pluralistik/keberagaman, (2) sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat, (3) toleransi yang tinggi dan (4) memiliki sanksi moral.
4.      Beberapa permasalahan yang bisa menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam mewujudkan masyarakat madani model Indonesia, yaitu sebagai berikut :

a.       semakin berkembangnya orang “miskin” dan orang yang merasa miskin
b.       LSM dan partai politik muncul bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan sehingga memungkinkan berbagai “ketidakjelasan”
c.       pers berkembang pesat dan semakin canggih tetapi justru “fesimisme” masyarakat yang terjadi,
d.      kaum cendikiawan semakin banyak tetapi cenderung berorientasi pada kekuasaan
e.       kurang pede untuk bersaing dan senantiasa merasa rendah diri.
5.      Tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia ke depan adalah a. sikap demokratis b.  sikap toleran, c. saling gotong royong, d. berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa, e. berwawasan global.

B. Saran
Sebuah pemikiran yang bijak sekalipun jika tidak direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam rangka mencapai tujuan dan cita masyarakat yang makmur dan berakhlak muliah saling menghormati tidak tercapai. Sehingga pemikiran yang luas yang mengarah pada perubahan yang baik harus diperjuangkan dan direalisasikan oleh individu masyarakat serta didukung oleh pemerintah.



DAFTAR PUSTAKA
Atyah al-Abrasyy  Muhammad, Dasar-Dasar Pendidikan Islam ( Jakarta : Bulan Bintang , 1970).
Dahlan  Ahmad, Jejak Pembaharuan dan Kemanusiaan PT. Kompas Media Nusantara 2010.
Fajar Malik ahmad, Reorientasi Pendidikan Islam ( Bandung : Remaja Rosdakarya. 1988).
Hakim Abdul, Ekonomi Pembangunan (Yogyakarta:Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2004).
Hikam  Muhammad A.S. Islam Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society.
Tobroni, Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan spiritualis, (Malang:UMM Press. 2008 ).
Tilaar  H. A. R. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia.
Wahid  Abdul, “Pendidikan Islam Kontemporer: Problem Utama, “Tantangan dan Prospek “ dalam Ismail SM (ed), Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001).
https://media.neliti.com/media/publications/121296-ID-konsep-masyarakat-madani-dii-indonesia-d.pdf: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 9, Mei 2015 664 Konsep Madani Diindonesia masa post Modern (sebuah telaah kritis).





[1] Abdul Hakim, ekonomi pembangunan (Yogyakarta:Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi
UII, 2004), cet ke-2,hlm. 20.
[2] Tobroni, Pendidikan Islam; Paradigma Teologis, Filosofis dan spiritualis, (Malang:UMM Press. 2008 ) , hlm. 46.
[3] A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam ( Bandung : Remaja Rosdakarya. 1988), hlm. 42.
[4] Muhammad Atyah al-Abrasyy, Dasar-Dasar Pendidikan Islam ( Jakarta : Bulan Bintang , 1970), hlm. 15  .
[5] Abdul Wahid, “Pendidikan Islam Kontemporer: Problem Utama , “Tantangan dan Prospek “ dalam Ismail SM (ed), Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001). hlm. 275-292.
[6] Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaharuan dan Kemanusiaan. Jakarta  (PT. Kompas Media Nusantara 2010). Hlm. 93.
[7] Adi Suryadi Culla. Masyarakat Madani : pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan Cita-Cita Reformasi, cet I, hlm. 3.
[8] Muhammad A.S Hikam. Islam Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society, hlm. 77. 
[9] H. A. R. Tilaar. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Cet I, hlm.155-156.
[10] Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 9, Mei 2015 664 Konsep Madani Diindonesia masa post Modern (sebuah telaah kritis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar