Rabu, 25 September 2019

Tradisi Manganan Perahu Desa Panyuran


manganan perahu tuban

Desa Panyutan Kota Tuban masih memegang tradisi manganan perahu merupakan bagian dari tardisi masyarakat desa Panyuran kecamatan Palang kabupaten Tuban yang sudah ada sejak zaman dahulu, tetapi tradisi ini berbeda dengan apa yang diketahui masyarakat luas yang disebut dengan nglarung laut adalah tidak sama.

Menurut pernyataan masyarakat setempat titik awal yang mengharuskan tradisi ini belum diketahui oleh masyarakat setempat sebab sudah sejak dahulu tradisi ini berlangsung bahkan bercampur dengan nilai budaya hindhu sebelum islam masuk Tuban.

Masyarakat desa Panyuran tempo dulu dan sekarang mempunyai perbedaan dalam melaksanakan upacara mangan perahu, hal ini dikarenakan adanya akulturasi budaya dan sinkretisisme dari agama yang berkembang.

Awal mula Upacara mangan perahu dan tujuannya yang telah dipercaya oleh masyarakat desa Panyuran merupakan bagian dari mitos yang dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi suatu ritus tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat desa Panyuran, setiap tahun masarakat desa Palang melaksanakan upacara mangan perahu dengan menjunjung tingggi semangat kebersamaan.

Pada awal mulanya upacara mangan perahu yang masih sinkretis terhadap agama Hindu adalah model kepercayaan primitife suatu masyarakat yakni dengan melakukan suatu upacara yang dipersembahkan pada roh roh yang menguasai laut hal ini bertujuan agar roh roh yang ada dilaut memberikan penghasilan tambah atau memberi keselamatan terhadap para nelayan desa Palang yang melaut.

Oleh karena itu simbol keagamaan Hindu sangat kental dan mewarnai upacara mangan perahu di desa Panyuran pada awalnya, diantara simbol yang kental dan sering digunakan tempo dulu adalah dengan menyembelih hewan kerbau dan memotong kepala kerbau kemudian di letakkan di tengah tengah laut.

Namun antara tahun 1990 an tradisi menyembelih kerbau sebagai bagian dari pelaksanaan mulai dihilangkan oleh masyarakat, kepala kerbau mulai tidak digunakan lagi sampai pada sekarang ini, bahkan beberapa prosesi upacara pelaksanaan manganan perahu juga sudah tidak seperti sebelum era 1990 an dahulu.

Proses peningkatan nilai-nilai ke Islaman ditengarai menjadi salah satu faktor penting dari terjadinya perubahan tradisi pelaksanaan upacara mangan perahu tersebut. Bahkan dalam beberapa tahun terahir pelaksanaan acara manganan perahu selalu ditutup dengan acara pengajian yang diisi tausiah oleh kiyai selama semalam penuh.

Upacara manganan perahu menurut masyarakat desa Panyuran adalah bagian dari upacara yang bertujuan untuk balas budi terhadap laut yang telah memberikan kesejahteraan pada mereka, dan juga untuk menghindari adanya hal hal yang tidak diinginkan para pelaut ketika melaut.

tumpeng nasi kuning

sebelum pelaksanaan tradisi manganan perahu masyarakat desa setempat melakukan kordinasi pada tetangga desa/masyarakat untuk mencari kesepakatan pelaksanaan manganan ini sehingga acara diharapkan dapat bejalan dengan lancar.

Masyarakat Desa Panyuran Tuban melakukan  tradisi ini diiringi dengan syarat menyajikan nasi tumpeng yang lancip, dengan menggunakan nasi berwarna kuning sehingga diharapkan masyarakat terhindar dari marabahaya (pengakuan  masyarakat setempat).

Pelaksanaan tradisi dipimpin oleh salah satu pemimpin adat setempat seperti (moden) atau tokoh adat dengan mendoakan secara islam yang didoakan oleh salah satu kiyai setempat, hingga makanan yang dibawa tersebut dimakan lancipnya, supaya masyarakat berharap dan berdoa dengan memakan tersebut dapat menjadi masyarakat yang lebih unggul dan terdepan.


Daftar Pustaka

Tata Septayuda Purnama. 2011, Khazanah Peradaban Islam. Jakarta: Tinta Medina
Ismail Nawawi. 2008, Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah. Surabaya: Karya Agung
22Ajid Thohir, 2002. Gerakan Politik Kaum Tarekat Bandung: Pustaka Hidayah

Baca Artikel Terkait

https://wordpress.com/posts/irwan1922.wordpress.com

1 komentar:

  1. itulahh ciri khas tuban yang beraneka budaya tetapi tetap harus saling menghormati...

    BalasHapus