Minggu, 01 Desember 2019

Centhongan Pekuwon Punya Budaya Mengaji yang Unik

ilustrasi gambar


Ketika maghrib berkumandang Desa Pekuwon, Dsn. Randu Pagir Tuban, anak kecil dulu selalu diajarkan untuk taat dan menghormati kepada sesepuh terlebih pada Mbah Yai sang guru mengaji dan menjadi imam mushola, maka jika adzan telah tiba sudah berada di mushola, bahkan harus datang terlebih dahulu sehingga kalau datangnya lebih dapat diajarkan mengaji lebih awal.

Mbah Yai Ishaq adalah salah satu imam dimushola sekaligus menjadi guru ngaji disalah satu mushola Dsn Randu Pagir lingkungan anak centhongan pekuwon mengaji, dan seperti mushola lainnya jika sudah waktunya kami diberi jadwal untuk adzan mghrib secara bergilir dan ada pula bagian untuk iqomah adzan.

Setelah itu dilanjutkan dengan sholat berjamaah bersama para warga lingkungan setempat dan Mbah Yai Ishaq sebagai imam, lalu dilanjutkanlah berdzikir bersama dan langsung mengaji dibimbing langsung dengan Mbah Yai Ishaq, dan karena keterbatasan pengajar kadang aku bersama temanku agus disuruh mengajari teman lainnya karena semakin banyak santri mengaji dan hanya Mbah Yai seorang, dan terkadang kak hafidz anak Mbah Yai juga membantu mengajari.

Sebelum maghrib sore tadi yang berangkat awal itulah yang akan diajarkan mengaji lebih awal, budaya seperti itu selalu dilakukan sebab memicu motivasi anak untuk rajin mengaji dan belajar membaca Al Quran dengan baik, namun jika dihari selasa kita selalu diajarkan untuk menghafal pada surat-surat pendek dan memuji Allah sebagai bentuk pendidikan keagamaan yang secara sederhana menghafal.

Mbah Yai mengajari kami bersama lainnya dengan 2 meja bangku tatakan mengaji sambil baris berderet disitulah santri harus mengulas dan mempelajari sejauh mana kami bisa membaca secara fasih, jika sudah benar-benar faham sampai ayat dan juz berapa kita bisa membaca tersebut dengan baik, maka dapat dilanjutkan pada ayata atau  juz Al Quran selanjutnya, namun jika tidak memahami dan masih terbata-bata maka kami harus mengulangnya sampai bisa membaca dengan baik.

Mbah Yai Ishaq sesosok Kiyai yang sederhana dalam mendidik seorang santri sebab dalam iringan mengaji kami diajarakan untuk takdzim dengan sepuh terlebih ketika kami sudah selesai mengaji, disuruh untuk mengulas lagi bab yang sudah diajarkan mengaji sehingga harapannya pertemuan besoknya dapat membaca dengan lancar.

Dalam mengaji tersebut ada selingan unik suruhan kepada santri bahwa jika sudah selesai mengaji dan mengulasnya kami disuruh untuk memijat pada Mbah Yai, karena sederhananya beliau yang mana kesehariannya berprofesi menjadi tani jika pegal maka santrilah yang harus memijat punggung beliau.

Tetapi perlu diketahui bahwa masyarakat setempat termasuk santri Desa Pekuwon tepat Dsn, Randu pagir sesosok masyarakat komunal senantiasa merasa bersyukur (nerimo ing pandom) pada Gusti Allah atau tuhan yang Maha Esa, sebagai Dzat pemberi rizki pada masyarakat sekitar diberikan panen telah tiba, diadakan doa bersama atas permintaan warga setempat supaya diberikan keberkahan atas limpahan panen tani, yang dilakukan setelah selesai sholat berjamaah.

Disisi lain wajah santri merasa bahagia pula karena setiap beberapa hari sekali dalam kebiasaan itu kami dapat menikmati makan bersama dalam kesederhanaan dan terasa nikmat jika dilakukan bersama-sama.

Dalam kesederhanaan itulah kami di didik dan belajar syariat agama serta pentingnya menghormati pada sesepuh yang lebih tua dari kita selagi kita dalam kebaikan dan kebenaran, sehingga harapannya menjadi warga Desa Pekuwon yang baik tercermin ahlak yang baik.


Rabu, 23 Oktober 2019

Eksistensi Perkembangan Pondok Pesantran Jawa

Gamabar Ilustrasi

Sebelum diuraikan tentang adanya Pondok Pesantren di Indonesia pada khususnya di Pulau Jawa, disini perlu diuraikan asal usulnya istilah pondok pesantren.  Perkataan pesantren berasal dari kata Santri dengan awalan ‘pe’ di depan, dan mendapat akhiran ‘an’, berarti tempat tinggal para santri, Profesor John berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.

Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa istilah santri berasl dari istilah Shanstri, yang dalam bahasa India berarti orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang ahli dalam bidang kitab Agama Hindu.

Sehingga untuk mengikuti pertumbuhan pondok pesantren ada beberapa pendapat tentang kapan, dimana dan bagaimana pertumbuhan pondok pesantren. Diantaranya sebagai berikut:
Pertama, pondok pesantren mulai berdiri sejak penyebaran Islam di Nusantara pada abad ke 15. Tokoh yang pertama mendirikan adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419 M) yang berasal dari Gujarat India, sekaligus tokoh pertama yang mengislamkan Jawa.

Maulana malik Ibrahim dalam mengembangkan dakwahnya menggunakan masjid dan pesantren, sebagai pusat transmisi keilmuan Islam. Pada gilirannya, transmisi yang dikembangkan oleh Maulana Malik Ibrahim, ini melahirkan Wali Songo dalam jalur jaringan intelektual/ulama, Dari sinilah Raden Rahmad (Sunan Ampel) mendirikan pesantren pertama di Kembangkuning Surabaya tahun 1619.

Sunan Ampel mendirikan pesantren pertama di Ampel Denta, Surabaya. Pesantren ini semakin terkenal dan berpengaruh luas di Jawa Timur saat itu. Pada tahap berikutnya berdiri pesantren baru di berbagai tempat, seperti Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Derajat di Paciran, Lamongan, Raden Fatah di Demak, Jawa Tengah.

Seperti halnya pendapat dari Husni Rahim, bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pusat penyiaran Islam tertua yang lahir dan berkembang seirama dengan masuknya Islam di Indonesia.

Pada umumnya awal berdiri pondok pesantren adalah sangat sederhana, kegiatan pembelajaran biasanya diselenggarakan di langgar (musholla) atau masjid, lama kelamaan pengajian ini berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah santri dan pelebaran tempat belajar sampai menjadi sebuah lembaga yang unik yang disebut pesantren.

Di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam dituangkan bahwa Maulana Malim Ibrahim berhasil mencetak kader mubaligh selama 20 tahun. Wali-wali lain adalah murid daripada Malik Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan sistem pondok pesantren.

Kedua, pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Dalam awal kalinya, dakwah Nabi SAW melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dengan peserta kelompok orang-orang dilakukannya di rumah-rumah seperti yang dicatat dalam sejarah, Arqom bin Abi Arqom, sekelompok dalam assabiqunal awwalun (orang-orang terdahulu) inilah yang kelak yang menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran Agama Islam di Arab, Afrika dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

Ketiga, pondok pesantren merupakan hasil adopsi Hindu dan Budha, sebagaimana diketahui, sewaktu Islam dan berkembang di Pulau Jawa, telah ada pengaruh Hindu dan Budha, yang menggunakan sistem biara, dan asrama sebagai tempat pendeta dan biksu melakukan kegiatan pembelajaran kepada para pengikutnya.

Di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam diterangkan bahwa orang-orang yang mula-mula masuk Islam (Assabiqunal awwalun), dan mereka secara langsung diajar dan dididik oleh Nabi untuk menjadi muslim, dan siap menerima dan melaksanakan petunjuk dan perintah Allah yang akan turun kemudian. Pada tahap awal ini, pusat kegiatan pendidikan Islam diselenggarakan secara tersembunyi di rumah Arqom bin Abi Arqom.

Berdasarkan fakta bahwa jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu, dimaksudkan sebagai tempat pengajaran ajaran-ajaran agama Hindu. Fakta lain yang menunjukkan bahwa pondok pesantren berasal bukan dari tradisi Islam adalah tidak ditemukan lembaga Pondok Pesantren di Negara-negara Islam lainnya.

Kalau dilihat menhgenai produk atau alumni dari pendidikan pondok pesantren bersifat kolot pada saat itu. Menurut Geertz bahwa sifat kekolotan itu ialah penerimaan mereka terhadap elemen-elemen sinkretis yang bertentangan dengan Islam atau dapat juga pemahaman agama secara tekstual.

Identifikasi tentang Islam kolot ini sama dengan apa yang Geertz simpulkan tentang ciri-ciri abangan yang merupakan campuran dari pada kehidupan keagamaan yang bersifat animisme, Hindu Budistis dan Islam.

Sesuai dengan yang digambarkan oleh Samson, bahwa yang menyegarkan wajah Islam kolot di Jawa sebagai penganut suatu sistem keagamaan yang didasarkan kepada campuran daripada elemen animisme, Hindu Budiistis dan Islam sehingga karakter budaya yang dimiliki termasuk pondok pesantren akan mendapat pengaruh dari pada agama Hindu Budha di Jawa.

Pada sisi lain mengenai persamaan bentuk antara pendidikan pesantren dan pendidikan milik Hindu dan Buda di India dapat dilihat juga pada beberapa unsur yang tidak dijumpai pada sistem pendidikan Islam asli di Mekkah. Unsur – unsur ini antara lain pendiidkan berisi ilmu agama, kyai tidak mendapat gaji, penghormatan tinggi kepada guru, pondok pesantren didirikan di luar kota.

Keempat, pondok pesantren menurut sejarah akar berdirinya pada tradisi Islam sendiri yaitu tradisi tarekat atau jalan. Sehingga pondok pesantren mempunyai kaitan erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini didasari fakta, bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dengan bentuk kegiatan tarekat. 

Terbentuknya kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan dzikir dan wirid-wirid tertentu mislanhya salah satu saudara saya yang ada di Tuban Jatim mengembangkan pondok yang berlatar belakang tarekat naqsabandiyah menurut pernyataannya beberapa bulan ketika berbimcang-bincang seseorang sudah mengikuti tarekat tersebut harus dibaeat serta mengamalkan dzikir pagi, sore, malam dan seterusnya.

Tarekat tersebut merupakan salah satu pemahaman dari ahli sunnah waljamaah, namun mempunya silsilah dan mempunyai tafsir tersendiri kebenaran yang ia yakini, bahkan sistem pemahaman tersebut sifatnya turun menurun, sebagaimana wasilah ijazah yang diterima dari pendahulu.

Wilayah nusantara termasuk jawa dalam perkembangannya pondok pesantren yang menganut tarekat mempunyai corak budaya yang berbeda-beda sebab, sebab dalam penyebarannya tokoh tarekat sendiri berbeda-beda namun pada kejelasannya intisari pendekatan tarekat itu bertujuan untuk membersihkan hati atau jiwa, sehingga dengan bertarekat dapat dekat Allah sang pencipta.

Menurut Zamakhsyari Dhofir, pada waktu abad pertama, sejarahnya Islam lebih banyak merupakan kegiatan tarekat dimana terbentuk kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan dzikir dan wirid. Dimana para kyai pimpinan tarekat mewajibkan pengikut pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama 40 hari dalam waktu 1 tahun.

Sehingga peranan pondok pesantren dalam penyebaran Islam dan dalam pemantapan kataatan masyarakat kepada Islam di Jawa telah dibahas oleh Doktor Sobardi dan Prof. John bahwa lembaga-lembaga pesantren yang paling membentuk watak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam dan memegang peranan paling penting bagi agama Islam sampai pelosok-pelosok.

Lembaga pesantren itulah asal usul jumlah manuscript, tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas dikumpulkan oleh pengembara-pengembara pertama dan perusahaan Belanda dan Inggris sejak abad 16 untuk dapat betul-betul memahami sejarah Islamisasi ini kita harus memulai mempelajari lembaga-lembaga pesantren karena lembaga-lembaga inilah menjadi anak panah menjadi penyebar Islam di wilayah ini.

Teori Masuknya Islam ke Nusantara

ilustrasi


Sebagai salah tujuan setelah kemerdekaan negara ialah mencerdaskan segenap bangsa maka salah satu pendidikan adalah pondok pesantren sebagai salah satu kelembagaan Islam juga telah membuktikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki peranan besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pondok Pesantren tidak dapat dipisahkan sebagai lembaga keagamaan saja namun Pondok Pesantren adalah merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam, dimana di dalamnya terjadi interaksi antara Kyai / Ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid, dengan mengambil tempat di masjid atau di halaman-halaman asrama (Pondok) untuk mengkaji dan membahas buku-buku teks keagamaan, karya ulama masa lalu.

Salah satu seorang Guru Besar Hukum Islam dari Kairo yakni Menurut Mahmud Satelit bahwa suatu agama yang mengandung peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya, di wahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia.

Disatu sisi juga dari penelitian Geertz pada masa penjajahan dikeraton bahwa perkembangan Islam di Jawa didukung adanya lembaga pendidikan Pondok Pesantren. Selain seorang wali yakni Maulana Malik Ibrahim dalam mengembangkan dakwahnya menggunakan masjid dan Pondok Pesantren sebagai pusat transmisi keilmuan Islam.

Pendapat tersebut adanya kemiripan dengan pernyataan Ibnu Khaldun bahwa sejarah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada suku atau ras tertentu agar dapat memandang bahwa peristiwa-peristiwa benar-benar terjadi (obyektif) pada masa lampau.

Dalam pandangannya jiwa manusia/human spirit melalui pikiran obyektifnya dapat menghadapi fenomena  tertentu, seperti misalnya dalam hal menghadapi bahasa, sastra, hukum, arsitektur, agama, dan sebagainya. Islam datang berkembanga dan melembaga di Nusantara melalui proses yang panjang,  proses Islamisasi di Nusantara terdapat empat pendapat, antara lain:

Pertama  bahwa Islam datang dari benua India bahwa pada mulanya diperkenalkan oleh G.W.J Drewes, kemudian dikembangkan oleh snouck Hurgronje. Alasan Drewes ialah orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang menetap di Gujarat dan Malabar itulah yang mengembangkan Islam Nusantara.

Ada kesamaan Madzhab antara orang Gujarat dan Malabar yang beragama Islam dengan orang-orang Islam Nusantara. Sedangkan Hourgonje berpendapat bahwa, ketika komoditas Islam di benua India, maka mereka mulai menyebarkan Islam ke tempat lain, termasuk wilayah Nusantara, dengan cara menjadi pedagang perantara yang menghubungkan wilayah Timur Tengah dengan wilayah Asia Tenggara sambil menjadi penyebar Islam Mereka ini adalah keturunan Sayyid atau Syarif.

Dikuatkan lagi oleh Morigatte berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara melalui Gujarat. Ia mengatakan bahwa berdasarkan analisis terhadap batu nisan Malik Ibrahim ternyata sama dengan batu nisan di Cabai Gujarat.

Kedua bahwa Islam datang dari Bengal, bahwa berpendapat batu nisan di Makam Malik Saleh, sama sekali berbeda dengan batu nisan di Gujarat akan tetapi batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran Jawa Timur bertahun 475 H/ 1082 M justru mempunyai kesamaan batu nisan di Bengal.

Pendapat ini mengandung kelemahan, sebab antara Bengal dan Nusantara terdapat perbedaan madzhab yaitu wilayah Bengal bermadzhab Hanafi, sedangkan di Nusantara bermadzhab Syafi’i.

Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia, melalui Colomader dan Malabar. Berdasar  bahwa wilayah ini memiliki kesamaan Madzhab dengan wilayah Nusantara ketika itu.

Menurut Morrison bahwa tidak mungkin Islam datang dari Gujarat, sebab secara politis belum memungkinkan. Gujarat menjadi sumber penyebaran ketika itu, dan juga belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan antara wilayah Nusantara dengan wilayah Timur Tengah.

Keempat, pendapat menyatakan bahwa Islam datang dari sumber aslinya yaitu Arab Sejarawan Asia Tenggara yang mengemukakan teori ini ialah Naquib Al Attas Pendapat ini memandang bahwa, untuk melihat Islam di Asia Tenggara itu datang darimana, maka yang harus dipertimbangkan ialah kajian terhadap teks-teks atau Leteratur Islam Melayu Indonesia dan sejarah pandangan melayu, terhadap berbagai istilah atau konsep kunci yang digunakan oleh para penulis Islam di Asia hingga pada Abad 10-11 H/ 16-17 M.

Dikuatkan lagi oleh pendapat Hasyimi, bahwa Islam datang ke Indonesia melalui saluran langsung dari Arab pada Abad pertama hijriah dan daerah yang mula-mula memeluk Islam adalah Aceh.

Kelima, pendapat yang menyatakan bahwa pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India, juga yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M/ abad 1 H. Ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.

Pendapat yang dikatakan oleh J.C Van Leur pada Indonesian Trade and Society, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan bahwa, sejak tahun 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatra yaitu Barus daerah penghasil kapur barus terkenal.

Hal ini senada dengan pendapat Badri Yatim bahwa, cikal bakal kekuasaan Islam (di Indonesia), telah dirintis pada periode abad 1 – 5 H/7 – 8 M, tetapi semua tenggelam, dalam hegemoni maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu Jawa seperti Singosari dan Majapahit.

Menurut seminar tentang masuk Islam di Indonesia diselenggarakan di Medan tahun 1963 menyimpulkan bahwa Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke 7 M/1 H dibawa oleh Mubaligh dari negeri Arab.

Daerah yang pertama dimasuki adalah pantai barat pulau Sumatra yaitu daerah barat, tempat kelahiran ulama besar yang bernama Hamzah Fansuri kerajaan yang pertama adalah di Pase.

Senada dengan pernyataan dari Uka Tjandra Sasmita, bahwa mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke 7 dan 8 M. Proses Islamisasi sudah berjalan pada abad ke 15.

Keenam dalam hal ini ada yang berbeda pendapat yaitu Zamakhsari Dhofir mengatakan dalam bukunya Tradisi pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai bahwa, para penulis sejarah Islam di Indonesia sering mengemukakan pendapat, bahwa meskipun para pedagang yang beragama Islam baik dari Arab, India, maupun dari Negara-negara lain telah berdatangan ke Indonesia sejak abad ke 8 M, namun baru sejak abad ke 13 M mulai berkembang kelompok-kelompok masyarakat Islam.

Pertumbuhan kelompok-kelompok Islam yang pesat terjadi antara abad 13 M dan 18 M, bersamaan dengan periode perembangan Tarekat, sehingga seringkali disimpilkan bahwa sukses dari penyebaran di Indonesia adalah karena aktivitas para pemimpin Tarikat.

Senin, 21 Oktober 2019

PSHT - Setia Hati Ajaran Budi Luhur


SH ajaran budi luhur

Sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita hindarkan dihadapan kita semua, bahwa sebuah pendidikan dan pengaruh teknologi informasi, rasio yang bergitu kuat sebagai parameter untuk menjalani sebuah kehidupan, hingga apa saja yang dirasa itu bukan sebuah materi selalu disingkirkna dengan kekuatan rasio atau materi.

Minggu, 06 Oktober 2019

Mahendro Sutanto Sang Penjaga Ajaran Setia Hati

Mahendro
Mahendro Sutanto

Ditengah-tengah hiruk pikuknya kondisi era sekarang ini, era yang penuh dengan globalisasi yang tercermin kemajuan dibidang teknologi informsi tercepat sehingga banyaknya manusia berfikir logis dan material, sehingga kita sebagai anggota PSHT menjadi sesosok khas yang harus menjunjung nilai religius, menyeimbangkan eksistensi diri kita sebagai hamba tuhan, akan tetapi dampak yang parameter material membuat  nilai moral sisi etika dan menjunjung kebijaksanaan, selaras dengan alam, dan  nilai ketuhanan/bijaksana tergerus perlahan.

Tidak memungkiri kita sebagai anggota PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) menuai banyak ujian serta penuh dilema dalam kondisi sekarang, organisasi ini secara idealismenya sangat menjunjung tinggi nilai moral, nilai ajaran budi luhur tahu benar dan salah, jangan sampai ajaran yang penuh kebijaksanaan ini hanya sebagai slogan semata.

Saya tidak tahu jelas bagaimana sumber persoalan organisasi ini, sebab kita hanya mengetahui perkembangan ajaran Setia Hati ditinjau fakta dan realita yang ada, namun yang jelas dengan kondisi yang carut marut organisasi ini, kita sebagai insan warga PSHT  sangat butuh mempelajari nilai bijaksana ajaran budi luhur sebagai identitas manusia Setia Hati.

Atas dasar latar belakang yang sama saya dengan kalian semua pernah digembleng/ditempa dari siswa calon polos, bersabuk polos hingga disahkan menjadi anggota yang resmi dengan tata cara ajaran dan  budaya PSHT hingga di detik terahir pengesahan kita disumpah bersama, hasillnya kita adalah saudara satu kecer (PSHT).

saya siswa PSHT Ranting Rengel, Cabang Tuban (Ronggolawe), yang sebenarnya mengagumi ajaran Setia Hati terlebih organisasi ini bertumpu pada rasa persaudaraan yang melebihi saudara kandung, sehingga saya siswa sangat amat penasaran dan bercita-cita ingin menjadi warga PSHT, seperti apa yang saya harapkan, hingga saatnya cita saya terkabulkan dengan penuh perjuangan tahun 2011 disahkan resmi menjadi warga PSHT.

Sebagaimana semestinya setelah disahkan menjadi anggota saya selama kurun waktu 4th saya aktif melatih tepatnya Ranting Rengel, namun sekian tahun saya aktif dalam organisasi ini ada hal yang membuatku risau dan bertanya-tanya sampai sekarang saya dalam organisasi ini mendapat apa?

Saya setelah disahkan mendapat selendang/sabuk mori, dan saya menjadi warga PSHT mempunyai saudara yang banyak, namun dibalik semua itu ada yang membekas lagi dalam diri saya apakah saya ini kalau sudah mempunyai banyak saudara dan bersabuk mori sudah puas ? hanya itu sajakah yang perlu kita banggakan.

Semenjak sekolah MAN/SMA sampai sekarang saya memahami manusia yang percaya bahwa sesungguhnya jika mempelajari nilai ajaran agama yang sudah mendalam  pada titik menuju kesempurnaan dan kedekatan dengan tuhan (Allah) pada akhirnya menjadi manusia yang berakhlakul karimah atau dalam ajaran Setia Hati menjadi manusia yang berbudi luhur tahu benar dan salah.

Saya berdasar itulah mengapa saya mencintai organisasi PSHT, yang selalu mendidik kita untuk menjadi manusia yang seutuhnya mengendalikan hawa nafsu menuju manusia yang sesungguhnya, manusia Setia Hati yang berdasar nilai ketuhanan yang maha esa.

Melihat realitas dilapangan ini saya merenung dan mengelus dada di setiap malam menjelang tidurku, aku bertanya apa iya, organisasi yang didalamnya mempunyai falsafah yang luhur hanya tinggal kenangan ? ajaran budi luhur hanya sebagai cita-cita saja tanpa digapai dan dipegang teguh pada anggota PSHT, terlebih kita tidak pernah sadar bahwa kita pernah sewaktu-waktu menjelma sebagai tuhan bahwa kita sering menghakimi saudara sendiri tanpa sadar bahwa si A itu salah dan yang kubawa itulah yang benar.

Tetapi ya sudahlah saya bukan siapa-siapa, sayapun hanyalah hamba yang tidak punya peran apa-apa dalam organisasi PSHT, saya hanyalah anggota biasa yang tidak punya jabatan dalam organisasi namun lewat literatur ini saya hanya sedikit mencurahkan kegundahan semata.

Saya masih bersyukur ditengah-tengah hiruk pikuk dan carut marutnya organisasi masih ada sesosok Mas Mahendro Sutanto yang selalu berusaha baik, bijak dalam sudut pandang ajaran dan keilmuan Setia Hati mumpuni untuk membimbing anggota PSHT menuju kesempurnaan, menuju kesadaraan apa yang dikejar insan Setia Hati ini dicari.

Mahendro Sutanto menjadi anggota warga PSHT sejak tahun 1983 dan menjadi salah satu warga tingkat II, sampai sekarang masih aktif belajar mendalami ilmu Setia Hati yang tiada henti, lantas kita sebagai saudara muda sudah merasa puas dan berhenti belajar mendalami ilmu Setia Hati, apa tidak malu ? perlu untuk kita merenungi dalam diri kita masing-masing.

Saya memahami beliau memang sesosok  yang sederhana, sesuai ciri khas karakter manusia Setia Hati, yang mengedepankan ajaran budi luhur sebagaimana ajaran dalam PSHT. Saya tidak fanatik bahwa dalam kancah perjalananku semenjak tahun 2011 disahkan menjadi anggota PSHT lantas hanya sesososk Mahendro yang paling hebat atau paling mumpuni. Bukan juga, namun saya melihat beliau adalah saudara tua yang dapat dijadikan contoh untuk menjadi anggota PSHT.

Orang luar bukan anggota PSHT memandang beliau itu orang hebat yang mempunyai keilmuan spiritual yang tinggi disetiap ada persoalan menyangkut spiritual beliau salah satu orang PSHT yang berani menghadapinya dan menyelesaikannya, namun anehnya mengapa kita yang sudah mengetahui semua terlebih menjadi saudara muda itu tidak belajar mendalami pada sesosok beliau. Itulah yang perlu kita tanamkan kesadaran pada diri kita.

Beliau salah satu sesepuh atau saudara tua dalam PSHT yang berusaha memegang teguh ajaran keilmuan dalam organisasi PSHT, tercermin dan selalu diingat kata mutiara dari eyang suro bahwa dengan berbekal imu Setia Hati harapannya mendapat kesuksesan dan keselamatan dunia dan akhirat, darimana asal kita dan kepada siapa kita kembali (Sangkan Paraning Dumadi).

Dalam perjalanan sampai sekarang sedikit kutemui manusia Setia Hati yang seperti sesosok beliau, dapat juga diluar sana masih banyak seperti beliau namun belum kutemukan, setidaknya sesosok beliau dapat dijadikan dasar suri tauladan dan perlunya kita menggali ilmu Setia Hati lebih jauh dan salah satu sumber keilmuan Setia Hati menuju kesadaran apa yang kita cari selama ini.

Dalam rutinan latihan setiap malam minggu, dengan metode yang sederhana dari tataran pembukaan, lalu kesah hingga ketahapan menuju wilayah ketuhanan (pasif), semua bertahap dari dasar hingga menjadi dasar semua pelajaran Setia Hati menuju kesadaran yang abadi.

Saya tidak mau membahas lebih dalam keilmuan dan problem intern organisasi maupun rahasia dibalik manusia PSHT, namun dalam kondisi sekarang ini, saya merenungi bahwa solusi sederhana memperbaiki sebuah tatanan organisasi perlu untuk dipandang dan direalisasikan setiap diri kita untuk kembali kepada ajaran subtansi yakni ajaran budi luhur yangg dikuatkan dengan nilai ajaran agama, bahwa pentingnya kita untuk menjadi manusia PSHT yang berahlakul karimah.

Jika dalam perjalanan saya ditengah-tengah jalan melihat orang memakai atribut hati bersinar dia harus disapa atau diajak jabat tangan sebagai bentuk realisasi ajaran tata krama yang baik, toh dalam sudut pandang agama saling menyapa itu merupakan nilai yang mulia.

Memang cara sederhana itu tidak menyelesaikan semua persoalan yang begitu rumitnya organisasi, namun itu merupakan contoh sederhana mengajarkan sikap pribadi ahlakul karimah sesama anggota PSHT, namun tegak lurusnya dan masa gemilang organisasi PSHT juga ditentukan oleh orang-orang yang mempunyai peranan jabatan organisasi sebagai pelopor penggerak organisasi, sehingga orang yang mempunyai pengaruh menebarkan ajaran budi luhur secara lahir bathin akan sangat berpengaruh pada kondisi carut marutnya organisasi.

Fakta dilapangan kalau kita bebicara organisasi terlalu banyak kepentingan sehingga kepentingan yang tidak mengarah pada acuan dan idealisme tujuan Setia Hati didirikan menjadi manusia budi luhur akan jauh mencapainya, dan hanya tinggal cita-cita kenangan saja.

Jika kita sepakat bahwa organisasi PSHT sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu Setia Hati seharusnya yang menjadi tumpuan adalah ajaran/keilmuan Setia Hati sehingga manusia yang menjadi anggota PSHT akan memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat/alam sebab dasar manusia yang berahlakul karimah (ilmu tahu diri).

Masyarakat akan menjadi figur manusia yang mempunyai nilai budi luhur seiring banyaknya anggota PSHT disahkan menjadi anggota resmi, semua itu akan tercapai jika direalisaikan pada saudara tua dan setiap anggota yang memegang peranan organisasi dari tingkatan pusat hingga ke pengurus rayon disetiap masing-masing wilayah, bahkan akan menjadi agence of change masyakarat menuju kesejahteraan sebagai cita-cita bangsa Indonesia terlebih tokoh pendiri PSHT adalah pahlawan perintis kemerdekaan.

Mengacu pada sesosok sesepuh kita Mahendro Sutanto biasa dipanggil Mas Hendro, saya rasa dapat dijadikan salah satu contoh memperbaiki tatanan organisasi dan nilai plus mengembangkan ajaran keilmuan Setia Hati Terate, demi kelangsungan masa depan organisasi.

Irwan Mahendro 

Jika diluar sana memandang beliau tidak baik, maka saya rasa perlu mengenal secara dalam sesosok beliau yakni Mahendro Sutanto saudara tua tingkat II, namun jika ada kekurangan beliau maka saya rasa itu hal wajar karena disetiap insan manusia mempunyai kelemahan dan kesalahan, tetapi bagi para saudara yang mengenal beliau lebih jauh adalah sesosok panutan, pembimbing para kadhang PSHT, dan penulis menyadari betul bahwa sebagai anggota PSHT perlu belajar mendalami ilmu Setia Hati lebih jauh menuju kesempurnaan atau sang mutiara hidup.

Sabtu, 05 Oktober 2019

Perbandingan Falsafah Hidup India Dan Timur




Pemikiran filsafat India selain memiliki persamaan dengan pemikiran filsafat pada umumnya juga menunjukkan adanya kekhususan karakteristik. Namun dalam perkembangan pemikiran filsafat India, ternyata banyak dipengaruhi oleh akar budaya India itu sendiri, sehingga di India pemikiran filsafat berkaitan erat dengan tradisi, kebudayaan, dan agama.

Pemikirannya bercorak religius, sehingga suatu kekuatan rukhani yang memiliki peranan penting dan besar dalam mencapai keselamatan hidup manusia, Filsafat dimaksudkan untuk mengarahkan dan menunjukkan kepada manusia dalam usahanya mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan.

Filsafat India memiki karakteristik 1). Motif spiritual, 2). hubungan antara filsafat dan hidup 3). Sikap dan pendekatan introspektif terhadap realitas. Kecenderungan kea arab Idealisme khususnya Hindusime. 5). Intuisi diterima sebagai satu-satunya metode untuk mencapai kebenaran., 6). Penerimaan otoritas Veda dan 7). Pendekatan sintesis terhadap pengalaman dan realitas dengan mempertimbangkan aspek tradisi.

Ditinjau dari sejarah ftlsafat, pemikiran ftlsafat India dapat dikelompokkan menjadi dua aliran yang besar yaitu Hinduisme (Ortodoks) dan Buddhisme .(Heterodoks). Pertama, Hinduisme. merupakan peletak dasar dari tradisi pemikiran filsafat India yang mendasarkan pemikiran-pemikirannya pada otoritas Veda.

Hinduisme dapat diartikan sebagai cara hidup yang khas bagi suatu hangsa secara menyeluruh, suatu etos nasional yang tidak bisa dijamah meskipun bukan tidak nyata, lebih dari pada sebagai suatu agama dalam arti kata Barat, yakni kesetiaan pada pewahyuan yang dipercayai sebagai pemberian Tuhan dan pemujaan kepada Tuhan sesuai dengan isi pewahyuan itu.

Hinduisme memiliki aliran pemikiran yang cukup banyak, yang pada umumnya mengajarkan agar manusia selalu berupaya untuk mencari keselamatan hidup, Hinduisme mengajarkan adanya tiga jalan keselamatan yang bisa ditempuh oleh manusia yaitu: jnana, bhakti, dan karma.

Jnana Jalan keselamatan melalui penghayatan dan pemahaman terhadap pengetahuan yang paling dalam yaitu manusia meleburkan dirinya dalam realitas yang Mutlak/Brahman diartikan sebagai Supreme Being, merupakan daya hidup agung, menghidupkan, menggerakkan kosmos bagi segala sesuatu termasuk manusia.

Brahman sebagai realitas yang Mutlak merupakan satu kesatuan dengan jati diri manusia (atman), karena pada dasamya segala sesuatu itu merupakan manifestasi Brahman.antara lain Bhakti, dihayati melalui sikap bhakti yang tulus, sehingga manusia akan terbebas dan ikatan-ikatan kelahiran kembali. Karma, artinya dilakukan dengan cara memenuhi kewajiban manusia, yaitu melalukan perbuatan yang memang layak dan benar. Dalam Hinduisme tujuan ·utama dari pemikiran fIlsafat adalah untuk menemukan jati diri yang paling hakiki yang disebut atman untuk kemudian menyatu dengan Brahman.

Hinduisme memusatkan perhatiaannya terhadap pembahasan tentang Brahman, sehingga bersifat theosentris, kemudian mendapatkan reaksi dari Buddhisme dengan maksud menjadikan manusia sebagai pusat perhatian pemikiran (antroposentris).

Kedua, Buddhisme  merupakan aliran fIlsafat heterodoks yang tidak mengakui otoritas Veda, Jainisme dan Carvaka yang tidak begitu berkembang, juga tidak mengakui Veda. Buddhisme melontarkan kritik·kritik tajam terhadap hinduisme, terutama keberatan terhadap kebiasaan yang dilakukan oleh para brahmana, seperti upacara korban.

Pemikiran Buddhisme memiliki karakteristik antara lain: 1. pesimistis, hidup merupakan penderitaan dipandang sebagai Buatu yang rill dan eksistensial 2. optimistis, menolak hal-hal yang bersifat spekulatif dan mengesampingkan hal-hal yang tidak pasti dapat diketahui 3. pragmatis, Jebih mengutamakan yang perlu dalam mengatasi penderitaan 4. saintifik, pengalaman pribadi digunakan sebagai sarana untuk mencari hubungan sebab akibat 5. empiris, pengalaman prihadi dianggap yang benar demokratis, tidak membedakan status manusia. dan 7. terapetis. berusaha untuk menyembuhkan penderitaan manusia.

Pemikiran filsafat Buddhisme juga dijelaskan dalam ajaran triratna yaitu buddha, dharma, dan sangha. Pertama, buddha yang berasal dati kata budha, bangun dari kesesatan. Buddha adalah orang yang sudah dicerahi atau mendapatkan pencerahan. Setiap orang pada dasamya memiliki kodrat buddha, namun karena belum semua memperoleh pencerahan maka masih terikat pada kelahiran kembali Kedua, dharma, ajaran yang bersisi empat kebenaran mulia (catur arya satyam) yang terdiri atas: dukkha (penderitaan), samudaya (sebab dari penderitaan), nirodha (peniadaan penderitaan), dan margo (jalan untuk menghindari penderitaan).

Kemudian dirumuskan dalam bahasa yang efisien dan efektif dengan pemilihan kata-kata yang tepat, sedangkan pemikiran filsafat Timur banyak disampaikan sebagai ungkapan isi hati dan perasaan. Pemikiran filsafat Timur kadang-kadang diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol sebagai manifestasi hal-hal yang konkret, sedangkan dalam filsafat Barat para filusuf cenderung menggunakan rumusan yang abstrak, sehingga memiliki cakupan yang Iuas' bahkan ada yang sampai tidak terhingga.

Kedua, tujuan utama dalam pemikiran filsafat Timur untuk menjadi orang yang bijaksana dan bahagia. dalam arti hidup ini penuh dengan ketenteraman dan keselamatan. Pemikiran filsafat Barat lebih diarahkan untuk memahami rahasia alam semesta dan menemukan ilmu pengetahuan yang baru.
Penjelasan ini juga diketahui bahwa para filusuf Timur lebih menekankan pada manusia untuk hidup menyesuaikan diri dengan alam semesta, sedangkan pemikiran Barat selalu berusaha untuk mengesampingkan alam semesta demi kepentingan manusia.

Ketiga, pemikiran filsafat Timur sering lebih bersifat pesimis, pasif, dan menekankan harmoni, sedangkan fllsafat .Barat bersifat optimis penuh konflik.. Begitupula manusia sebagai individu dalam pemikiran Barat mendapatkan otonominya yang besar, sedangkan dalam pemikiran  filsafat Timur lebih ditekankan peranan manusia dalam kehidupan sosial  bermasyarakat.


Senin, 30 September 2019

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit

sumber utama untuk pengetahuan sejarah dan kebudayaan Majapahit dari abad ke-14, prapanca sebagai pembesar urusan agama Budha yang pernah tinggal di kota Majapahit, Prapanca sendiri dijelaskan dalam Negarakertagama adalah keturunan seorang pujangga juga, bernama Sameneka.  

Prapanca yang Menyaksikan sendiri segala hal yang berkaitan kehidupan di keraton, terutama tentang seluk beluk kehidupan di keraton. Dari Nagarakertagama kita bisa mengetahui bagaimana wujud keraton Majapahit pada zaman pemerintahan Hayam Wuruk.


Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, kenapa bisa dikatakan demikian, karena bila dilihat dari peninggalan Majapahit yang keseluruhanya berada di Jawa Timur khususnya di Trowulan Mojokerto yang menjadi bukti kongkrit adanya kerajaan Majapahit.

Kota Trowulan yang sekarang ini bisa membuktikaan bahwa posisi Trowulan sendiri sangatlah strategis yang dapat diakses baik melalui jalan darat maupun jalan air, dan letak Trowulan yang berada di daerah yang relatif datar dan dekat dengan pusat kerajaan terdahulu seperti Kediri, Singasari, Jenggala, dan Panjalu.

Terjadinya kontak antar kerajaan di daerah-daerah baik untuk kepentingan perdagangan, sosial budaya, maupun politik. Dan kota ini letaknya tidak terlalu jauh dari kota pelabuhan seperti Surabaya, Gresik, Tuban, dan Pasuruan. Kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1528 M14 ini, mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

Bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya yang sedikit sulit dicari karena memang pada dasarnya sumber sejarah Majapahit dari NagarakertagamaPararaton dan Babad serta tutur turun temurun dari masyarakat. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (Kitab Raja-raja) dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.

Pararaton sendiri lebih banyak menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos, Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti superanatural dalam hal dapat mengetahui masa depan. Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena memang sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti.

Sejarah Majapahit disebutkan dalam kitab Pararaton dan Nagarakertagama diawali dengan pembukaan hutan oleh Raden Wijaya yang terletak di Delta Sungai Brantas, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1293. Sebelum berdirinya Majapahit, Singasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa.

Kubilai Khan, penguasa di Tiongkok, Ia mengirim utusan ke Singasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.

Majapahit secara umum dapat dianggap sebagai titik puncak kebudayaan Hindu Jawa walaupun relatif sedikit yang diketahui tentangnya. Setelah pengulinggan Raja Kertanegara dari Singasari oleh para pemberontak Kediri. dan diambil alih oleh Prabu Jayakatwang Raja Kediri, Raden Wijaya sebagai menantu Kertanegara, dan juga Raden Wijaya adalah anak dari Dyah Lembu Tal, cucu Mahisa Campaka atau Narasinghamurti, Buyut Mahisa Wongateleng dan Canggah Ken Arok dan Ken Dedes. Kertarajasa Jayawardhana atau disebut juga Raden Wijaya nantinya adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja Majapahit pertama yang memerintah pada tahun 1293-1309.

Gelar Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana atau biasa juga dengan gelar Prabu Kertarajasa Jayawardana. Raden Wijaya merupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri Kerajaan Majapahit. Nama ini terdapat dalam Pararaton yang ditulis sekitar akhir abad ke-15.

Setelah pemberontakan Jayakatwang, Raden Wijaya melarikan diri dari kejaraan para pasukaan Jayakatwang, dan pada saat itu juga Raden Wijaya mencari perlindungan dari Aria Wiraraja shingga pada saat Raden Wijaya datang, penyambutan yang sangat baik dilakukan oleh Wiraraja, ketika penjamuan makan ada sebuah dialog panjang yang dilakukan oleh Wiraraja dengan Raden Wijaya.

Raden Wijaya menyampaikan cita-citanya bahwa ingin mengulingkan Prabu Jayakatwang dan mendirikan kerajaan baru dan menguasai jawa, Wiraraja akan diberi setengah dari kekuasaan Raden Wijaya jika hal itu terjadi, mendengar hal tersebut Aria Wiraraja menyatakan kesedianya akan membantu segala usaha Raden Wijaya, kemudian Wiraraja memberikan saran kepada Raden Wijaya untuk berpura-pura menyerahkan diri ke Prabu Jayakatwang dan Wiraraja juga berpesan agar Raden Wijaya selama tinggal disana untuk menyelidiki kekuatan Kediri kemudian mengajukan permohonan untuk membuka hutan dan tanah tandus di Tarik.

Setelah itu Wiraraja mengirim utusan ke Daha mengirim surat berisi pernyataan bahwa Raden Wijaya menyerahkan diri. Dalam waktu Singkat hutan Tarik berhasil di buka dan menjadi perkampungan baru dengan nama Majapahit, disini Raden Wijaya mulai mempersiapkan pemberontaan ke Jayakatwang.

Pada saat Jawa diserang pasukan Mongol pada 1292 – 1293 yang ingin membalas dendam atas pengusiran utusan Mongol yang dilakukan oleh kertanegara pada 1289. Tidak menyadari perincian politik Jawa, mereka dibujuk oleh putra Kertanegara yaitu Raden Wijaya untuk membantunya mengulingkan pangeran Kediri yaitu Jayakatuwang.

Kerajaan Kediri dikalahkan dan Jayakatwang berhasil dibunuh, Raden Wijaya meminta izin pulang ke Majapahit dengan alasan untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Mongol, tanpa ada rasa curiga sedikitpun panglima Mongol mengizinkan bahkan para panglima memberikan pengawal dua orang perwira dan dua ratus prajurit untuk mengawal Raden Wijaya.


Para pengawal Mongol yang mengawal ke Majapahit semuanya dibunuh oleh pasukan Majapahit dan Raden Wijaya kemudian menyerang orang Mongol yang sedang berkubu di Daha dan Canggu mabuk-mabuk mengadakan pesta kemenanggan, pasukan Monggol terdesak dan mundur kelaut dalam kejaraan pasukan Majapahit.

Raden Wijaya kemudian memindahkan ibukota ke Trowulan, mendirikan kerajaan Majapahit dan mengambil nama Kertarajasa Jayawardhana. Mengapa Raden wijaya mengambil nama Abhiseka Kertarajasa Jayawardhana, dijelaskan dalam prasasti tahun 1305 M.

Dikatakan bahwa nama beliau terdiri dari beberapa suku kata yang dapat dipecah menjadi empat kata yakni : Kerta, Rajasa, Jaya dan Wardhana. Unsur Kerta mengandung arti bahwa Raden Wijaya memperbaiki pulau Jawa dari kekacauan, yang ditimbulkan oleh penjahat-penjahat dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat sama dengan matahari yang menerangi bumi, Unsur Rajasa mengandung arti, bahwa Raden Wijaya berjaya mengubah suasana gelap menjadi terang benderang akibat kemenanganya terhadap musuh dengan kata lain Raden Wijaya adalah pengempur musuh, Unsur Jaya mengandung arti, bahwa Raden Wijaya mempunyai lambang kemenangan berupa senjata tombak berujung mata tiga (Trisula muka), karena senjata itu segenap musuh hancur lebur.

Wardhana mengandung arti, bahwa Raden Wijaya menghidupkan Agama, melipat gandakan hasil bumi, bagi kesejahteraan rakyatnya. Pada masa Raden Wijaya terdapat beberapa pemberontakan diantaranya Pemberontakan Ranggalawe, Lembu sora. Yang semuanya dapat diredam oleh Raden Wijaya.

Minggu, 29 September 2019

Legenda Gunung Ukir

ilustrasi
ilustrasi
Dahulu kala ketika zaman Nabi Adam dan istrinya, Siti Hawa, di tanah Jawa sudah ada makhluk menyerupai kera. Manusia belum mengenal adat istiadat dan masih hidup sebagai makhluk liar. Seiring berjalannya waktu terpecah Pulau Jawa menjadi beberapa daerah atau kawasan, makhluk tersebut tidak lagi mengenal siapa tuan mereka. Makhluk yang dinamai berkasaan itu akhimya menjadi makhluk kanibal karena sering memangsa dan meminum darah manusia.


Pada suatu ketika, datang utusan dari Tibet bemama Raam ke Jawa. Utusan pertama Tibet itu dibunuh. Pada. waktu lain, Tibet mengirim utusan kedua. Utusan kedua juga dibunuh. kerajaan Tibet tidak berhenti mengirim utusan, tetapi utusan ketiga dan keempat pun bemasib sama dengan Raam. Sesampai di tanah Jawa, mereka pun dibunuh. Hingga san1pailah pada utusan kelima, yaitu Ajisaka.

ketika Ajisaka datang, tanah Jawa berada di bawah kekuasaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar adalah raja yang bengis dan berwatak kanibal. Ia masih melakukan kesenangan-kesenangan yang tidak beradab seperti makan dan minum darah manusia. Ia berkeyakinan bahwa sifat dan sikapnya tersebut terjadi karena pengaruh roh-roh jahat zaman dulu.

Sebelum berangkat ke tanah Jawa, Ajisaka sudah mengetahui keadaannya berdasarkan pengalaman-pengalaman utusan sebelunmya. Sehingga persiapan menghadapi Raja Dewata Cengkar harus dengan cara yang berbeda, untuk menyiasatinya, sehingga ketika satang ditanya nama dan asalnya dengan nada yang marah.

"Ampun Paduka. Hamba datang dari negeri nun jauh di seberang. Negeri Tibet, Paduka," Belum selesai Ajisaka meneruskan jawabannya, Dewata Cengkar menyela 'Tibet?! Apakah kau sudah mendengar bagaimana nasib teman-temamnu?
Ampun, Paduka. Hamba sudah mengetahui nasib teman-teman hamba yang diutus kemari, (jawab Ajisaka tetap menunduk).

Lantas apakah kau ingin m~yusul mereka? Beraninya memasuki wilayah sini (Prabu Dewata Cengkar menggertak congkak). "Ampun, Paduka. Hamba tidak bermaksud demikian. Kedatangan hamba ke sini hanya ingin menyampaikan pesan"
"Apakah kau tahu peraturan di negeri ini? Setiap orang asing yang datang harus dibunuh!" "Silakan Paduka bunuh hamba, tapi izinkan dulu hamba menyan1paikan pesan" "Kau hanya mengulur-ulur waktu saja."

Akhimya, setelah terjadi perdebatan alot, Ajisaka berkata, Wahai Prabu Dewata Cengkar, Prabu boleh membunuh dan memakan hamba, tetapi hamba ingin mengajukan satu syarat.
Apa syarat ? Belum ada yang pemah mengajukan syarat apa pun kepadaku!" Dewata Cengkar mulai murka. Akan tetapi, sejenak kemuelian ia berkata, Baik, apa syarat yang ingin kau minta? Aku sudah tidak sabar untuk menjadikanrnu makan siangku. (sambil tertawa)."

"Hamba hanya minta sall1 jengkal tanah di daerah kekuasaanmu ini," jawab Ajisaka.
"Biarlah sejengkal tanah itujadi penanda bahwa hamba pemah datang kemari. Itu saja."
''Tanah? Sejengkal? Kalau itu buat mengubur tulang-tulangmu, ambillah seberapa yang kau mau."
"Hamba ingin mengukur luas tanah itu menggunakan surban yang hamba pakai ini.

Caranya, hamba akan bentangkan surban ini dihadapan Paduka, dan setiap kali surban ini hamba bentangkan, Paduka harus mundur sesuai dengan bentangan surban," terang Ajisaka. "Kau mau mengajakku bermain-main?" Dewata Cengkar gusar.

"Ampun Paduka. Ini hanya untuk menunjukkan bahwa paduka adalah raja yang berani dan bersifat ksatria," bujuk Ajisaka.
Akhimya, syarat itu disetujui oleh Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar menganggap syarat yang mudah. Ia sudah tidak sabar ingin menghabisi Ajisaka. Ajisaka mulai membuka surbannya, dan setiap kali surban dibuka, Prabu Dewata Cengkar mundur sejengkal. Surban dibuka lagi, Dewata Cengkar mundur sejengkal lagi.

Ajisaka terus melakukan hingga akhimya tiba eli pantai selatan Pulau Jawa. Karena kesaktian dan kecerdikannya, ia dapat membawa Prabu Dewata Cengkar sampai ke laut selatan hanya dengan menggunakan sehelai kain ikat kepala. Ajisaka merasa bahwa upayanya tersebut juga merupakan bukti kekuasaan dan kehendak Sang Hyang Widi Wasesa.

Akhimya, tanpa sadar Prabu Dewata Cengkar sudah berada di bibir jurang tepi laut. Satu kiba:;an terakhir surban Ajisaka menyebabkan Prabu Dewata Cengkar jatuh terperosok ke laut dan akhirnya tenggelam. Selanjutnya dikisahkan bahwa Prabu Dewata Cengkar berubah menjadi buaya putih yang menguasai daerah di sekitar pantai tersebut.

Pada saat ill1lah Ajisaka berikrar dan mengatakan bahwa tenggelamnya Dewata Cengkar merupakan akhir dari sebuah ketamakan dan kerakusan, akhir dari sebuah ketidakbaikan.Sejak saat itu, segala ketidakbaikan selalu dibuang ke laut selatan.

Kemudian Ajisaka membangun sebuah pertapaan berupa candi di Gunung Arjuna, tempat itu dibangun juga sebuah padepokan yang dirlan Indrakila, sebuah Pesanggrahan Mentalamariyem dan Semar Kiai Badranaya. Menurut kepercayaan, puncak Gunung Arjuna sebenamya terpenggal dan penggalannya adalah sebuah gunung yang diberi nama Gunung Ukir yang berlokasi eli perbatasan antara Singosari dan Kediri.

Disebut Gunung Ukir karena gunung batu yang dipindahkan oleh para punakawan tersebut oleh Tunggul Wulung diganden (diukir dan ditatah) untuk diambil batu-batunya. Beberapa orang menyebutnya sebagai mbah watu ganden (ukir atau pahat). Batu-batu yang diganden diisi yoni oleh Tunggul Wulung sebelum dibawa oleh para punakawan ke tempattempat lam untuk pembuatan candi. Sejak saat itulah gunung batu tersebut diberi nama Gunung Ukir yang berarti gunung yang diukir.