Rabu, 23 Oktober 2019

Eksistensi Perkembangan Pondok Pesantran Jawa

Gamabar Ilustrasi

Sebelum diuraikan tentang adanya Pondok Pesantren di Indonesia pada khususnya di Pulau Jawa, disini perlu diuraikan asal usulnya istilah pondok pesantren.  Perkataan pesantren berasal dari kata Santri dengan awalan ‘pe’ di depan, dan mendapat akhiran ‘an’, berarti tempat tinggal para santri, Profesor John berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.

Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa istilah santri berasl dari istilah Shanstri, yang dalam bahasa India berarti orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang ahli dalam bidang kitab Agama Hindu.

Sehingga untuk mengikuti pertumbuhan pondok pesantren ada beberapa pendapat tentang kapan, dimana dan bagaimana pertumbuhan pondok pesantren. Diantaranya sebagai berikut:
Pertama, pondok pesantren mulai berdiri sejak penyebaran Islam di Nusantara pada abad ke 15. Tokoh yang pertama mendirikan adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419 M) yang berasal dari Gujarat India, sekaligus tokoh pertama yang mengislamkan Jawa.

Maulana malik Ibrahim dalam mengembangkan dakwahnya menggunakan masjid dan pesantren, sebagai pusat transmisi keilmuan Islam. Pada gilirannya, transmisi yang dikembangkan oleh Maulana Malik Ibrahim, ini melahirkan Wali Songo dalam jalur jaringan intelektual/ulama, Dari sinilah Raden Rahmad (Sunan Ampel) mendirikan pesantren pertama di Kembangkuning Surabaya tahun 1619.

Sunan Ampel mendirikan pesantren pertama di Ampel Denta, Surabaya. Pesantren ini semakin terkenal dan berpengaruh luas di Jawa Timur saat itu. Pada tahap berikutnya berdiri pesantren baru di berbagai tempat, seperti Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Derajat di Paciran, Lamongan, Raden Fatah di Demak, Jawa Tengah.

Seperti halnya pendapat dari Husni Rahim, bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pusat penyiaran Islam tertua yang lahir dan berkembang seirama dengan masuknya Islam di Indonesia.

Pada umumnya awal berdiri pondok pesantren adalah sangat sederhana, kegiatan pembelajaran biasanya diselenggarakan di langgar (musholla) atau masjid, lama kelamaan pengajian ini berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah santri dan pelebaran tempat belajar sampai menjadi sebuah lembaga yang unik yang disebut pesantren.

Di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam dituangkan bahwa Maulana Malim Ibrahim berhasil mencetak kader mubaligh selama 20 tahun. Wali-wali lain adalah murid daripada Malik Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan sistem pondok pesantren.

Kedua, pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Dalam awal kalinya, dakwah Nabi SAW melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dengan peserta kelompok orang-orang dilakukannya di rumah-rumah seperti yang dicatat dalam sejarah, Arqom bin Abi Arqom, sekelompok dalam assabiqunal awwalun (orang-orang terdahulu) inilah yang kelak yang menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran Agama Islam di Arab, Afrika dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

Ketiga, pondok pesantren merupakan hasil adopsi Hindu dan Budha, sebagaimana diketahui, sewaktu Islam dan berkembang di Pulau Jawa, telah ada pengaruh Hindu dan Budha, yang menggunakan sistem biara, dan asrama sebagai tempat pendeta dan biksu melakukan kegiatan pembelajaran kepada para pengikutnya.

Di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam diterangkan bahwa orang-orang yang mula-mula masuk Islam (Assabiqunal awwalun), dan mereka secara langsung diajar dan dididik oleh Nabi untuk menjadi muslim, dan siap menerima dan melaksanakan petunjuk dan perintah Allah yang akan turun kemudian. Pada tahap awal ini, pusat kegiatan pendidikan Islam diselenggarakan secara tersembunyi di rumah Arqom bin Abi Arqom.

Berdasarkan fakta bahwa jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu, dimaksudkan sebagai tempat pengajaran ajaran-ajaran agama Hindu. Fakta lain yang menunjukkan bahwa pondok pesantren berasal bukan dari tradisi Islam adalah tidak ditemukan lembaga Pondok Pesantren di Negara-negara Islam lainnya.

Kalau dilihat menhgenai produk atau alumni dari pendidikan pondok pesantren bersifat kolot pada saat itu. Menurut Geertz bahwa sifat kekolotan itu ialah penerimaan mereka terhadap elemen-elemen sinkretis yang bertentangan dengan Islam atau dapat juga pemahaman agama secara tekstual.

Identifikasi tentang Islam kolot ini sama dengan apa yang Geertz simpulkan tentang ciri-ciri abangan yang merupakan campuran dari pada kehidupan keagamaan yang bersifat animisme, Hindu Budistis dan Islam.

Sesuai dengan yang digambarkan oleh Samson, bahwa yang menyegarkan wajah Islam kolot di Jawa sebagai penganut suatu sistem keagamaan yang didasarkan kepada campuran daripada elemen animisme, Hindu Budiistis dan Islam sehingga karakter budaya yang dimiliki termasuk pondok pesantren akan mendapat pengaruh dari pada agama Hindu Budha di Jawa.

Pada sisi lain mengenai persamaan bentuk antara pendidikan pesantren dan pendidikan milik Hindu dan Buda di India dapat dilihat juga pada beberapa unsur yang tidak dijumpai pada sistem pendidikan Islam asli di Mekkah. Unsur – unsur ini antara lain pendiidkan berisi ilmu agama, kyai tidak mendapat gaji, penghormatan tinggi kepada guru, pondok pesantren didirikan di luar kota.

Keempat, pondok pesantren menurut sejarah akar berdirinya pada tradisi Islam sendiri yaitu tradisi tarekat atau jalan. Sehingga pondok pesantren mempunyai kaitan erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini didasari fakta, bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dengan bentuk kegiatan tarekat. 

Terbentuknya kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan dzikir dan wirid-wirid tertentu mislanhya salah satu saudara saya yang ada di Tuban Jatim mengembangkan pondok yang berlatar belakang tarekat naqsabandiyah menurut pernyataannya beberapa bulan ketika berbimcang-bincang seseorang sudah mengikuti tarekat tersebut harus dibaeat serta mengamalkan dzikir pagi, sore, malam dan seterusnya.

Tarekat tersebut merupakan salah satu pemahaman dari ahli sunnah waljamaah, namun mempunya silsilah dan mempunyai tafsir tersendiri kebenaran yang ia yakini, bahkan sistem pemahaman tersebut sifatnya turun menurun, sebagaimana wasilah ijazah yang diterima dari pendahulu.

Wilayah nusantara termasuk jawa dalam perkembangannya pondok pesantren yang menganut tarekat mempunyai corak budaya yang berbeda-beda sebab, sebab dalam penyebarannya tokoh tarekat sendiri berbeda-beda namun pada kejelasannya intisari pendekatan tarekat itu bertujuan untuk membersihkan hati atau jiwa, sehingga dengan bertarekat dapat dekat Allah sang pencipta.

Menurut Zamakhsyari Dhofir, pada waktu abad pertama, sejarahnya Islam lebih banyak merupakan kegiatan tarekat dimana terbentuk kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan dzikir dan wirid. Dimana para kyai pimpinan tarekat mewajibkan pengikut pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama 40 hari dalam waktu 1 tahun.

Sehingga peranan pondok pesantren dalam penyebaran Islam dan dalam pemantapan kataatan masyarakat kepada Islam di Jawa telah dibahas oleh Doktor Sobardi dan Prof. John bahwa lembaga-lembaga pesantren yang paling membentuk watak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam dan memegang peranan paling penting bagi agama Islam sampai pelosok-pelosok.

Lembaga pesantren itulah asal usul jumlah manuscript, tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas dikumpulkan oleh pengembara-pengembara pertama dan perusahaan Belanda dan Inggris sejak abad 16 untuk dapat betul-betul memahami sejarah Islamisasi ini kita harus memulai mempelajari lembaga-lembaga pesantren karena lembaga-lembaga inilah menjadi anak panah menjadi penyebar Islam di wilayah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar