![]() |
Mahendro Sutanto |
Ditengah-tengah hiruk pikuknya kondisi era sekarang ini, era yang penuh dengan globalisasi yang tercermin kemajuan dibidang teknologi informsi tercepat sehingga banyaknya manusia berfikir logis dan material, sehingga kita sebagai anggota PSHT menjadi sesosok khas yang harus menjunjung nilai religius, menyeimbangkan eksistensi diri kita sebagai hamba tuhan, akan tetapi dampak yang parameter material membuat nilai moral sisi etika dan menjunjung kebijaksanaan, selaras dengan alam, dan nilai ketuhanan/bijaksana tergerus perlahan.
Tidak memungkiri kita sebagai anggota PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) menuai banyak ujian serta penuh dilema dalam kondisi sekarang, organisasi ini secara idealismenya sangat menjunjung tinggi nilai moral, nilai ajaran budi luhur tahu benar dan salah, jangan sampai ajaran yang penuh kebijaksanaan ini hanya sebagai slogan semata.
Saya tidak tahu jelas bagaimana sumber persoalan organisasi ini, sebab kita hanya mengetahui perkembangan ajaran Setia Hati ditinjau fakta dan realita yang ada, namun yang jelas dengan kondisi yang carut marut organisasi ini, kita sebagai insan warga PSHT sangat butuh mempelajari nilai bijaksana ajaran budi luhur sebagai identitas manusia Setia Hati.
Atas dasar latar belakang yang sama saya dengan kalian semua pernah digembleng/ditempa dari siswa calon polos, bersabuk polos hingga disahkan menjadi anggota yang resmi dengan tata cara ajaran dan budaya PSHT hingga di detik terahir pengesahan kita disumpah bersama, hasillnya kita adalah saudara satu kecer (PSHT).
saya siswa PSHT Ranting Rengel, Cabang Tuban (Ronggolawe), yang sebenarnya mengagumi ajaran Setia Hati terlebih organisasi ini bertumpu pada rasa persaudaraan yang melebihi saudara kandung, sehingga saya siswa sangat amat penasaran dan bercita-cita ingin menjadi warga PSHT, seperti apa yang saya harapkan, hingga saatnya cita saya terkabulkan dengan penuh perjuangan tahun 2011 disahkan resmi menjadi warga PSHT.
Sebagaimana semestinya setelah disahkan menjadi anggota saya selama kurun waktu 4th saya aktif melatih tepatnya Ranting Rengel, namun sekian tahun saya aktif dalam organisasi ini ada hal yang membuatku risau dan bertanya-tanya sampai sekarang saya dalam organisasi ini mendapat apa?
Saya setelah disahkan mendapat selendang/sabuk mori, dan saya menjadi warga PSHT mempunyai saudara yang banyak, namun dibalik semua itu ada yang membekas lagi dalam diri saya apakah saya ini kalau sudah mempunyai banyak saudara dan bersabuk mori sudah puas ? hanya itu sajakah yang perlu kita banggakan.
Semenjak sekolah MAN/SMA sampai sekarang saya memahami manusia yang percaya bahwa sesungguhnya jika mempelajari nilai ajaran agama yang sudah mendalam pada titik menuju kesempurnaan dan kedekatan dengan tuhan (Allah) pada akhirnya menjadi manusia yang berakhlakul karimah atau dalam ajaran Setia Hati menjadi manusia yang berbudi luhur tahu benar dan salah.
Saya berdasar itulah mengapa saya mencintai organisasi PSHT, yang selalu mendidik kita untuk menjadi manusia yang seutuhnya mengendalikan hawa nafsu menuju manusia yang sesungguhnya, manusia Setia Hati yang berdasar nilai ketuhanan yang maha esa.
Melihat realitas dilapangan ini saya merenung dan mengelus dada di setiap malam menjelang tidurku, aku bertanya apa iya, organisasi yang didalamnya mempunyai falsafah yang luhur hanya tinggal kenangan ? ajaran budi luhur hanya sebagai cita-cita saja tanpa digapai dan dipegang teguh pada anggota PSHT, terlebih kita tidak pernah sadar bahwa kita pernah sewaktu-waktu menjelma sebagai tuhan bahwa kita sering menghakimi saudara sendiri tanpa sadar bahwa si A itu salah dan yang kubawa itulah yang benar.
Tetapi ya sudahlah saya bukan siapa-siapa, sayapun hanyalah hamba yang tidak punya peran apa-apa dalam organisasi PSHT, saya hanyalah anggota biasa yang tidak punya jabatan dalam organisasi namun lewat literatur ini saya hanya sedikit mencurahkan kegundahan semata.
Saya masih bersyukur ditengah-tengah hiruk pikuk dan carut marutnya organisasi masih ada sesosok Mas Mahendro Sutanto yang selalu berusaha baik, bijak dalam sudut pandang ajaran dan keilmuan Setia Hati mumpuni untuk membimbing anggota PSHT menuju kesempurnaan, menuju kesadaraan apa yang dikejar insan Setia Hati ini dicari.
Mahendro Sutanto menjadi anggota warga PSHT sejak tahun 1983 dan menjadi salah satu warga tingkat II, sampai sekarang masih aktif belajar mendalami ilmu Setia Hati yang tiada henti, lantas kita sebagai saudara muda sudah merasa puas dan berhenti belajar mendalami ilmu Setia Hati, apa tidak malu ? perlu untuk kita merenungi dalam diri kita masing-masing.
Saya memahami beliau memang sesosok yang sederhana, sesuai ciri khas karakter manusia Setia Hati, yang mengedepankan ajaran budi luhur sebagaimana ajaran dalam PSHT. Saya tidak fanatik bahwa dalam kancah perjalananku semenjak tahun 2011 disahkan menjadi anggota PSHT lantas hanya sesososk Mahendro yang paling hebat atau paling mumpuni. Bukan juga, namun saya melihat beliau adalah saudara tua yang dapat dijadikan contoh untuk menjadi anggota PSHT.
Orang luar bukan anggota PSHT memandang beliau itu orang hebat yang mempunyai keilmuan spiritual yang tinggi disetiap ada persoalan menyangkut spiritual beliau salah satu orang PSHT yang berani menghadapinya dan menyelesaikannya, namun anehnya mengapa kita yang sudah mengetahui semua terlebih menjadi saudara muda itu tidak belajar mendalami pada sesosok beliau. Itulah yang perlu kita tanamkan kesadaran pada diri kita.
Beliau salah satu sesepuh atau saudara tua dalam PSHT yang berusaha memegang teguh ajaran keilmuan dalam organisasi PSHT, tercermin dan selalu diingat kata mutiara dari eyang suro bahwa dengan berbekal imu Setia Hati harapannya mendapat kesuksesan dan keselamatan dunia dan akhirat, darimana asal kita dan kepada siapa kita kembali (Sangkan Paraning Dumadi).
Dalam perjalanan sampai sekarang sedikit kutemui manusia Setia Hati yang seperti sesosok beliau, dapat juga diluar sana masih banyak seperti beliau namun belum kutemukan, setidaknya sesosok beliau dapat dijadikan dasar suri tauladan dan perlunya kita menggali ilmu Setia Hati lebih jauh dan salah satu sumber keilmuan Setia Hati menuju kesadaran apa yang kita cari selama ini.
Dalam rutinan latihan setiap malam minggu, dengan metode yang sederhana dari tataran pembukaan, lalu kesah hingga ketahapan menuju wilayah ketuhanan (pasif), semua bertahap dari dasar hingga menjadi dasar semua pelajaran Setia Hati menuju kesadaran yang abadi.
Saya tidak mau membahas lebih dalam keilmuan dan problem intern organisasi maupun rahasia dibalik manusia PSHT, namun dalam kondisi sekarang ini, saya merenungi bahwa solusi sederhana memperbaiki sebuah tatanan organisasi perlu untuk dipandang dan direalisasikan setiap diri kita untuk kembali kepada ajaran subtansi yakni ajaran budi luhur yangg dikuatkan dengan nilai ajaran agama, bahwa pentingnya kita untuk menjadi manusia PSHT yang berahlakul karimah.
Jika dalam perjalanan saya ditengah-tengah jalan melihat orang memakai atribut hati bersinar dia harus disapa atau diajak jabat tangan sebagai bentuk realisasi ajaran tata krama yang baik, toh dalam sudut pandang agama saling menyapa itu merupakan nilai yang mulia.
Memang cara sederhana itu tidak menyelesaikan semua persoalan yang begitu rumitnya organisasi, namun itu merupakan contoh sederhana mengajarkan sikap pribadi ahlakul karimah sesama anggota PSHT, namun tegak lurusnya dan masa gemilang organisasi PSHT juga ditentukan oleh orang-orang yang mempunyai peranan jabatan organisasi sebagai pelopor penggerak organisasi, sehingga orang yang mempunyai pengaruh menebarkan ajaran budi luhur secara lahir bathin akan sangat berpengaruh pada kondisi carut marutnya organisasi.
Fakta dilapangan kalau kita bebicara organisasi terlalu banyak kepentingan sehingga kepentingan yang tidak mengarah pada acuan dan idealisme tujuan Setia Hati didirikan menjadi manusia budi luhur akan jauh mencapainya, dan hanya tinggal cita-cita kenangan saja.
Jika kita sepakat bahwa organisasi PSHT sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu Setia Hati seharusnya yang menjadi tumpuan adalah ajaran/keilmuan Setia Hati sehingga manusia yang menjadi anggota PSHT akan memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat/alam sebab dasar manusia yang berahlakul karimah (ilmu tahu diri).
Masyarakat akan menjadi figur manusia yang mempunyai nilai budi luhur seiring banyaknya anggota PSHT disahkan menjadi anggota resmi, semua itu akan tercapai jika direalisaikan pada saudara tua dan setiap anggota yang memegang peranan organisasi dari tingkatan pusat hingga ke pengurus rayon disetiap masing-masing wilayah, bahkan akan menjadi agence of change masyakarat menuju kesejahteraan sebagai cita-cita bangsa Indonesia terlebih tokoh pendiri PSHT adalah pahlawan perintis kemerdekaan.
Mengacu pada sesosok sesepuh kita Mahendro Sutanto biasa dipanggil Mas Hendro, saya rasa dapat dijadikan salah satu contoh memperbaiki tatanan organisasi dan nilai plus mengembangkan ajaran keilmuan Setia Hati Terate, demi kelangsungan masa depan organisasi.

Jika diluar sana memandang beliau tidak baik, maka saya rasa perlu mengenal secara dalam sesosok beliau yakni Mahendro Sutanto saudara tua tingkat II, namun jika ada kekurangan beliau maka saya rasa itu hal wajar karena disetiap insan manusia mempunyai kelemahan dan kesalahan, tetapi bagi para saudara yang mengenal beliau lebih jauh adalah sesosok panutan, pembimbing para kadhang PSHT, dan penulis menyadari betul bahwa sebagai anggota PSHT perlu belajar mendalami ilmu Setia Hati lebih jauh menuju kesempurnaan atau sang mutiara hidup.
perlunya kita merenung bersama saudaraku...
BalasHapus