Rabu, 23 Oktober 2019

Teori Masuknya Islam ke Nusantara

ilustrasi


Sebagai salah tujuan setelah kemerdekaan negara ialah mencerdaskan segenap bangsa maka salah satu pendidikan adalah pondok pesantren sebagai salah satu kelembagaan Islam juga telah membuktikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki peranan besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pondok Pesantren tidak dapat dipisahkan sebagai lembaga keagamaan saja namun Pondok Pesantren adalah merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam, dimana di dalamnya terjadi interaksi antara Kyai / Ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid, dengan mengambil tempat di masjid atau di halaman-halaman asrama (Pondok) untuk mengkaji dan membahas buku-buku teks keagamaan, karya ulama masa lalu.

Salah satu seorang Guru Besar Hukum Islam dari Kairo yakni Menurut Mahmud Satelit bahwa suatu agama yang mengandung peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya, di wahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia.

Disatu sisi juga dari penelitian Geertz pada masa penjajahan dikeraton bahwa perkembangan Islam di Jawa didukung adanya lembaga pendidikan Pondok Pesantren. Selain seorang wali yakni Maulana Malik Ibrahim dalam mengembangkan dakwahnya menggunakan masjid dan Pondok Pesantren sebagai pusat transmisi keilmuan Islam.

Pendapat tersebut adanya kemiripan dengan pernyataan Ibnu Khaldun bahwa sejarah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada suku atau ras tertentu agar dapat memandang bahwa peristiwa-peristiwa benar-benar terjadi (obyektif) pada masa lampau.

Dalam pandangannya jiwa manusia/human spirit melalui pikiran obyektifnya dapat menghadapi fenomena  tertentu, seperti misalnya dalam hal menghadapi bahasa, sastra, hukum, arsitektur, agama, dan sebagainya. Islam datang berkembanga dan melembaga di Nusantara melalui proses yang panjang,  proses Islamisasi di Nusantara terdapat empat pendapat, antara lain:

Pertama  bahwa Islam datang dari benua India bahwa pada mulanya diperkenalkan oleh G.W.J Drewes, kemudian dikembangkan oleh snouck Hurgronje. Alasan Drewes ialah orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang menetap di Gujarat dan Malabar itulah yang mengembangkan Islam Nusantara.

Ada kesamaan Madzhab antara orang Gujarat dan Malabar yang beragama Islam dengan orang-orang Islam Nusantara. Sedangkan Hourgonje berpendapat bahwa, ketika komoditas Islam di benua India, maka mereka mulai menyebarkan Islam ke tempat lain, termasuk wilayah Nusantara, dengan cara menjadi pedagang perantara yang menghubungkan wilayah Timur Tengah dengan wilayah Asia Tenggara sambil menjadi penyebar Islam Mereka ini adalah keturunan Sayyid atau Syarif.

Dikuatkan lagi oleh Morigatte berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara melalui Gujarat. Ia mengatakan bahwa berdasarkan analisis terhadap batu nisan Malik Ibrahim ternyata sama dengan batu nisan di Cabai Gujarat.

Kedua bahwa Islam datang dari Bengal, bahwa berpendapat batu nisan di Makam Malik Saleh, sama sekali berbeda dengan batu nisan di Gujarat akan tetapi batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran Jawa Timur bertahun 475 H/ 1082 M justru mempunyai kesamaan batu nisan di Bengal.

Pendapat ini mengandung kelemahan, sebab antara Bengal dan Nusantara terdapat perbedaan madzhab yaitu wilayah Bengal bermadzhab Hanafi, sedangkan di Nusantara bermadzhab Syafi’i.

Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia, melalui Colomader dan Malabar. Berdasar  bahwa wilayah ini memiliki kesamaan Madzhab dengan wilayah Nusantara ketika itu.

Menurut Morrison bahwa tidak mungkin Islam datang dari Gujarat, sebab secara politis belum memungkinkan. Gujarat menjadi sumber penyebaran ketika itu, dan juga belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan antara wilayah Nusantara dengan wilayah Timur Tengah.

Keempat, pendapat menyatakan bahwa Islam datang dari sumber aslinya yaitu Arab Sejarawan Asia Tenggara yang mengemukakan teori ini ialah Naquib Al Attas Pendapat ini memandang bahwa, untuk melihat Islam di Asia Tenggara itu datang darimana, maka yang harus dipertimbangkan ialah kajian terhadap teks-teks atau Leteratur Islam Melayu Indonesia dan sejarah pandangan melayu, terhadap berbagai istilah atau konsep kunci yang digunakan oleh para penulis Islam di Asia hingga pada Abad 10-11 H/ 16-17 M.

Dikuatkan lagi oleh pendapat Hasyimi, bahwa Islam datang ke Indonesia melalui saluran langsung dari Arab pada Abad pertama hijriah dan daerah yang mula-mula memeluk Islam adalah Aceh.

Kelima, pendapat yang menyatakan bahwa pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India, juga yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M/ abad 1 H. Ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.

Pendapat yang dikatakan oleh J.C Van Leur pada Indonesian Trade and Society, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan bahwa, sejak tahun 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatra yaitu Barus daerah penghasil kapur barus terkenal.

Hal ini senada dengan pendapat Badri Yatim bahwa, cikal bakal kekuasaan Islam (di Indonesia), telah dirintis pada periode abad 1 – 5 H/7 – 8 M, tetapi semua tenggelam, dalam hegemoni maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu Jawa seperti Singosari dan Majapahit.

Menurut seminar tentang masuk Islam di Indonesia diselenggarakan di Medan tahun 1963 menyimpulkan bahwa Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke 7 M/1 H dibawa oleh Mubaligh dari negeri Arab.

Daerah yang pertama dimasuki adalah pantai barat pulau Sumatra yaitu daerah barat, tempat kelahiran ulama besar yang bernama Hamzah Fansuri kerajaan yang pertama adalah di Pase.

Senada dengan pernyataan dari Uka Tjandra Sasmita, bahwa mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke 7 dan 8 M. Proses Islamisasi sudah berjalan pada abad ke 15.

Keenam dalam hal ini ada yang berbeda pendapat yaitu Zamakhsari Dhofir mengatakan dalam bukunya Tradisi pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai bahwa, para penulis sejarah Islam di Indonesia sering mengemukakan pendapat, bahwa meskipun para pedagang yang beragama Islam baik dari Arab, India, maupun dari Negara-negara lain telah berdatangan ke Indonesia sejak abad ke 8 M, namun baru sejak abad ke 13 M mulai berkembang kelompok-kelompok masyarakat Islam.

Pertumbuhan kelompok-kelompok Islam yang pesat terjadi antara abad 13 M dan 18 M, bersamaan dengan periode perembangan Tarekat, sehingga seringkali disimpilkan bahwa sukses dari penyebaran di Indonesia adalah karena aktivitas para pemimpin Tarikat.

1 komentar: