![]() |
ilustrasi |
Pada suatu ketika, datang utusan dari Tibet bemama Raam ke Jawa. Utusan pertama Tibet itu dibunuh. Pada. waktu lain, Tibet mengirim utusan kedua. Utusan kedua juga dibunuh. kerajaan Tibet tidak berhenti mengirim utusan, tetapi utusan ketiga dan keempat pun bemasib sama dengan Raam. Sesampai di tanah Jawa, mereka pun dibunuh. Hingga san1pailah pada utusan kelima, yaitu Ajisaka.
ketika Ajisaka datang, tanah Jawa berada di bawah kekuasaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar adalah raja yang bengis dan berwatak kanibal. Ia masih melakukan kesenangan-kesenangan yang tidak beradab seperti makan dan minum darah manusia. Ia berkeyakinan bahwa sifat dan sikapnya tersebut terjadi karena pengaruh roh-roh jahat zaman dulu.
Sebelum berangkat ke tanah Jawa, Ajisaka sudah mengetahui keadaannya berdasarkan pengalaman-pengalaman utusan sebelunmya. Sehingga persiapan menghadapi Raja Dewata Cengkar harus dengan cara yang berbeda, untuk menyiasatinya, sehingga ketika satang ditanya nama dan asalnya dengan nada yang marah.
"Ampun Paduka. Hamba datang dari negeri nun jauh di seberang. Negeri Tibet, Paduka," Belum selesai Ajisaka meneruskan jawabannya, Dewata Cengkar menyela 'Tibet?! Apakah kau sudah mendengar bagaimana nasib teman-temamnu?
Ampun, Paduka. Hamba sudah mengetahui nasib teman-teman hamba yang diutus kemari, (jawab Ajisaka tetap menunduk).
Lantas apakah kau ingin m~yusul mereka? Beraninya memasuki wilayah sini (Prabu Dewata Cengkar menggertak congkak). "Ampun, Paduka. Hamba tidak bermaksud demikian. Kedatangan hamba ke sini hanya ingin menyampaikan pesan"
"Apakah kau tahu peraturan di negeri ini? Setiap orang asing yang datang harus dibunuh!" "Silakan Paduka bunuh hamba, tapi izinkan dulu hamba menyan1paikan pesan" "Kau hanya mengulur-ulur waktu saja."
Akhimya, setelah terjadi perdebatan alot, Ajisaka berkata, Wahai Prabu Dewata Cengkar, Prabu boleh membunuh dan memakan hamba, tetapi hamba ingin mengajukan satu syarat.
Apa syarat ? Belum ada yang pemah mengajukan syarat apa pun kepadaku!" Dewata Cengkar mulai murka. Akan tetapi, sejenak kemuelian ia berkata, Baik, apa syarat yang ingin kau minta? Aku sudah tidak sabar untuk menjadikanrnu makan siangku. (sambil tertawa)."
"Hamba hanya minta sall1 jengkal tanah di daerah kekuasaanmu ini," jawab Ajisaka.
"Biarlah sejengkal tanah itujadi penanda bahwa hamba pemah datang kemari. Itu saja."
''Tanah? Sejengkal? Kalau itu buat mengubur tulang-tulangmu, ambillah seberapa yang kau mau."
"Hamba ingin mengukur luas tanah itu menggunakan surban yang hamba pakai ini.
Caranya, hamba akan bentangkan surban ini dihadapan Paduka, dan setiap kali surban ini hamba bentangkan, Paduka harus mundur sesuai dengan bentangan surban," terang Ajisaka. "Kau mau mengajakku bermain-main?" Dewata Cengkar gusar.
"Ampun Paduka. Ini hanya untuk menunjukkan bahwa paduka adalah raja yang berani dan bersifat ksatria," bujuk Ajisaka.
Akhimya, syarat itu disetujui oleh Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar menganggap syarat yang mudah. Ia sudah tidak sabar ingin menghabisi Ajisaka. Ajisaka mulai membuka surbannya, dan setiap kali surban dibuka, Prabu Dewata Cengkar mundur sejengkal. Surban dibuka lagi, Dewata Cengkar mundur sejengkal lagi.
Ajisaka terus melakukan hingga akhimya tiba eli pantai selatan Pulau Jawa. Karena kesaktian dan kecerdikannya, ia dapat membawa Prabu Dewata Cengkar sampai ke laut selatan hanya dengan menggunakan sehelai kain ikat kepala. Ajisaka merasa bahwa upayanya tersebut juga merupakan bukti kekuasaan dan kehendak Sang Hyang Widi Wasesa.
Akhimya, tanpa sadar Prabu Dewata Cengkar sudah berada di bibir jurang tepi laut. Satu kiba:;an terakhir surban Ajisaka menyebabkan Prabu Dewata Cengkar jatuh terperosok ke laut dan akhirnya tenggelam. Selanjutnya dikisahkan bahwa Prabu Dewata Cengkar berubah menjadi buaya putih yang menguasai daerah di sekitar pantai tersebut.
Pada saat ill1lah Ajisaka berikrar dan mengatakan bahwa tenggelamnya Dewata Cengkar merupakan akhir dari sebuah ketamakan dan kerakusan, akhir dari sebuah ketidakbaikan.Sejak saat itu, segala ketidakbaikan selalu dibuang ke laut selatan.
Kemudian Ajisaka membangun sebuah pertapaan berupa candi di Gunung Arjuna, tempat itu dibangun juga sebuah padepokan yang dirlan Indrakila, sebuah Pesanggrahan Mentalamariyem dan Semar Kiai Badranaya. Menurut kepercayaan, puncak Gunung Arjuna sebenamya terpenggal dan penggalannya adalah sebuah gunung yang diberi nama Gunung Ukir yang berlokasi eli perbatasan antara Singosari dan Kediri.
Disebut Gunung Ukir karena gunung batu yang dipindahkan oleh para punakawan tersebut oleh Tunggul Wulung diganden (diukir dan ditatah) untuk diambil batu-batunya. Beberapa orang menyebutnya sebagai mbah watu ganden (ukir atau pahat). Batu-batu yang diganden diisi yoni oleh Tunggul Wulung sebelum dibawa oleh para punakawan ke tempattempat lam untuk pembuatan candi. Sejak saat itulah gunung batu tersebut diberi nama Gunung Ukir yang berarti gunung yang diukir.
Gunung Ukir memang menuai banyak cerita unik, yang berkaitan cerita rakyat dahulu kala...
BalasHapus