Kamis, 26 September 2019

Mitos Terhadap Lanjar Maibit

Sesosok Sri Panganti atau yang dikenal dengan sebutan Lanjar amibit cerita Rakyat Desa Maibit Kec. Rengel tetangga Desa Pekuwon Tuban. Sebab kecantikannya menjadi para lelaki berdatangan berbagai daerah untuk memilikinya dari kawasan Rengel, Soko, dan beberapa daerah lain. Terakhir kali ia diintip oleh Dalang  dari Maner. Dalang tersebut naik pohon Kedoyo. Oleh karena itu, sampai sekarang, pohon Kedoyo di Sendang Maibit selalu tumbuh silih berganti. Apabila satu pohon mati, pasti tumbuh pohon kedoyo yang lain.

Janda kembang ilustrasi
ilustrasi janda kembang

Sri Panganti sesosok Janda Kembang yang menjadi wanita incaran para lelaki, namun kecantikannya yang mengubah pandangan lelaki menjadi menjadi sempurna ketika memandangnya, sehingga menjadi laki-laki jatuh hati padanya. Namun sebab kecantikannya mengakibattkan malapetaka padanya hingga saat ini ceritanya tersebut dikenang oleh masyaralkat sekitar, dan atas dasar peristiwa padanya memberikan dampat mitos pada mindset masyarakat seakan-akan di sakralkan.
  1. Mitos Nyadran/Manganan
Menjelang masa peralihan antara musim hujan/rendeng memasuki musim ketigo (kemarau). Masyarakat menyebut tradisi ini dengan Siratan Maibit, karena dalam salah satu rangkaian tradisi ritual budaya Manganan, mereka akan saling melempar air sendang/sirat setelah melakukan doa secara bersama. Acara tersebut setiap hari Rabu Legi usai musim panen.

Menurut kasturi salah satu warga desa maibit menyatakan bahwa sebelum dilakukannya siratan para tokoh yang memimpin acara tersebut terlebih dulu melakukan permbersihan yang dilakukan pada sumber mata air hingga didoakannya oleh para sesepuh.

Dalam acara tersebut masyarakat membawa tumpeng dan makanan yang dibawa warga untuk meramaikan tradisi nyadran dikumpulkan menjadi satu. Sementara makanan yang diniatkan untuk nadzar, biasanya diserahkan kepada Modin (tokoh agama) untuk didoakan menggunakan cara islam dan dimakan bersama warga atau pengunjung dari luar yang datang ke lokasi sendang maibit.

Masyarakat setempat banyak mempercayai bahwa dengan cara mengusap wajah anaknya dengan air yang berasal di salah satu kolam sendang maibit. Sendang ini, dipercaya merupakan sendang pertama yang digunakan Sri Pangenti untuk mandi dan membersihkan diri. Secara filosofis, mereka berharap si anak selalu sehat dan terjaga kehidupan masa depannya, serta mewarisi kebajikan dari Sri Panganti.

Ketikia acara tersebut berlangsung ada juga masyarakat yang membawa cok bakal (sesaji), berisikan bunga setaman, merang ketan ireng, beras ketan, telur kampung, ikan asin, kelapa, dan uang logam. Mitos masyarakat terhadap cok bakal dilakukan tepatnya di pinggir salah satu lubang di pinggir sendang yang dipercaya sebagai wadah peralatan mandi milik Sri Pangenti. Keberadaan cok bakal ini dipercaya sebagai pertanda pengharapan adanya energi positif dalam kehidupan bermasyarakat, simbol kesejahteraan, serta bunga setaman yang dipergunakan sebagai pengharum dan pewangi lingkungan.

Prosesi terakhir adalah melakukan siratan, proses ini dilakukan tepat di tengah pertunjukan wayang yang dimainkan sang dalang. Biasanya dilakukan tengah hari sebelum waktu beristirahat. Sejenak, dalang menghentikan permainannya untuk memberikan waktu kepada warga, lengkap dengan perangkat desa untuk melakukan prosesi siratan.

Kepala Desa mengawali siratan tersebut lengkap dengan semua perangkat laki-lakinya membawa beberapa tumpeng berupa nasi, bumbu pelengkap, ayam panggang, dan tusukan daging sapi turun ke salah satu bagian sendang. Letaknya persis dialiran sendang yang dibuat menuju bendungan. Dimana, ada satu kayu yang dipercayai sebagai peninggalan sejak jaman Sri Panganti masih hidup.

Sesampainya Kepala Desa dan perangkat desa masuk ke bagian sendang, mereka kemudian meletakkan makanan dan tumpeng di atas kayu yang memang terpasang melintang. Beberapa warga tampak mengikuti langkah yang dilakukan para perangkat desa dengan ikut berendam di dalam sendang, sedangkan masyarakat lainnya mengikuti pinggiran acara.

Ritual ditutup dengan berdoa, secara mengejutkan dilemparkannya makanan dan melemparkannya ke beragam penjuru. Bersamaan dengan itu, baik warga atau perangkat desa saling menyiratkan air ke segala penjuru sembari bercanda. Warga sebelumnya masih berada di atas sendang juga terlihat antusias dengan ikut masuk ke dalam sendang.

Ritual yang dipimpin oleh tokoh ddesa Maibit sebagai bentuk kepercayaan terhadap peristiwa benar-benar terjadi pada legenda Sri Panganti yang suka mandi di sendang tersebut dan bermain-main dengan air.

Masyarakat sekitar juga mempercayai, kalau itu merupakan wujud doa sebagai rasa syukur atas karunia Tuhan berupa keberkahan berupa sumber air yang melimpah. Air adalah simbol keberkahan, dengan menyiratkannya ke segala penjuru dengan harapan keberkahan.

Wajar apabila masyarakat Desa Maibit, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, masih merawat keberadaan sumber mata air yang mereka sebut sendang maibit. Terlepas dari cerita rakyat disertai dengan tradisi unik yang mereka jalankan, Sendang maibit/tempat pemandian Sri Panganti merupakan berkah dari Tuhan yang dikirimkan untuk masyarakat Maibit.

Sendang Maibit merupakan bagian mata air masyarakat yang mengairi lebih dari 100 hektar lahan pertanian milik warga. Bahkan sebagian air juga mengairi lahan masuk wilayah Desa Pekuwon ikut mendapatkan aliran air dari sini.

Masyarakat tetap bersyukur terhadap sumber mata air sebab ketika musim kemarau, di mana banyak mata air yang kering. Aliran air dari sendang maibit terus mengalir sepanjang musim. Bahkan volume air dirasa tidak pernah surut, dan selalu cukup bagi petani desa setempat. Air yang bersih juga dimanfaatkan untuk warga sebagai air minum dan mengolah makanan.

Cerita rakyat dari Desa Maibit sepertinya juga terkait dengan desa-desa yang lain. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya pengunjung yang kerap datang ke lokasi untuk mengadakan nyadran atau manganan. Terutama masyarakat dari Desa Temayang, Kecamatan Kerek, yang meyakini kalau akhir kisah hidup Sri Penganti berada di desa tersebut.

ilustrasi sesajen
ilustrasi sesajen

Sumber Air ini menjadi ajang pemersatu warga Desa Maibit, Air ini juga menjadi kunci utama ikatan sosial masyarakat Maibit. Penamanan warga butuh air ini menjadi media efektif untuk menjaga lingkungan. Air tidak boleh menyusut debitnya. Untuk menjaga debit air, salah satu cara yang dapat dimasukkan dalam ideologi adalah tulah karena ulah.

Di satu sisi, warga masih mengeramatkan air karena mitos cerita Lanjar Maibit. Di sisi yang lain, sumber mata air harus dijaga debitnya bahkan harus dijaga kejernihannya. Gerakan untuk menjaga kejernihan mata air Sendang Maibit dilakukan dengan pembersihan sumber air dan reboisasi hutan rakyat di Kawasan Sendang. Hutan rakyat menjadi sakral dengan ditanamkan bahwa di hutan rakyat adalah kerajaan dedemit, sarang makhluk gaib. Untuk menebang pohon harus melalui tahap-tahap ritual.
  1. Mitos Air terhadap Lanjar Maibit
Secara sadar ataupun tidak sadar masyarakat maibit memiliki ikon budaya yang menarik. Ikon tersebut berupa perempuan, air, dan mitos. Desa Maibit terkenal dengan tokoh perempuan yaitu Lanjar Maibit. Ketokohan tersebut sebagai identitas masyarakat Maibit.

Keberadaan sumber mata air tersebut potensi wisata yang digagas oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Tuban tidak lepas dari keberadaan Sendang Maibit, Dinas Pariwisata tersebut memanfaatkan Sendang Maibit sebagai salah satu destinasi wisata regional di Rengel selain Goa Ngerong, selain itu wisata Sendang Maibit juga sebagai ajang memperkenalkan bahwa didesa tersebut mempunyai keistimewaan dan keunikan tersendiri dibanding desa lainnya.

Kepercayaan yang melingkupi masyarakat, dalam hal ini Masyarakat Maibit dan sekitarnya, bahwa pertempuran sumber mata air tersebut dapat mempercepat penemuan jodoh. perjaka tua atau perawan tua yang menginginkan cepat mendapatkan jodoh, dapat mandi di pertempuran sumber.

Masyarakat Desa Maibit juga mempercayai bahwa air Sendang Maibit dapat digunakan untuk mengencangkan kulit wajah dan tubuh. Mandi dengan ritual di Sendang Maibit dapat menjadikan kulit manusia tetap muda.

1 komentar: