Rabu, 23 Oktober 2019

Eksistensi Perkembangan Pondok Pesantran Jawa

Gamabar Ilustrasi

Sebelum diuraikan tentang adanya Pondok Pesantren di Indonesia pada khususnya di Pulau Jawa, disini perlu diuraikan asal usulnya istilah pondok pesantren.  Perkataan pesantren berasal dari kata Santri dengan awalan ‘pe’ di depan, dan mendapat akhiran ‘an’, berarti tempat tinggal para santri, Profesor John berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.

Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa istilah santri berasl dari istilah Shanstri, yang dalam bahasa India berarti orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang ahli dalam bidang kitab Agama Hindu.

Sehingga untuk mengikuti pertumbuhan pondok pesantren ada beberapa pendapat tentang kapan, dimana dan bagaimana pertumbuhan pondok pesantren. Diantaranya sebagai berikut:
Pertama, pondok pesantren mulai berdiri sejak penyebaran Islam di Nusantara pada abad ke 15. Tokoh yang pertama mendirikan adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419 M) yang berasal dari Gujarat India, sekaligus tokoh pertama yang mengislamkan Jawa.

Maulana malik Ibrahim dalam mengembangkan dakwahnya menggunakan masjid dan pesantren, sebagai pusat transmisi keilmuan Islam. Pada gilirannya, transmisi yang dikembangkan oleh Maulana Malik Ibrahim, ini melahirkan Wali Songo dalam jalur jaringan intelektual/ulama, Dari sinilah Raden Rahmad (Sunan Ampel) mendirikan pesantren pertama di Kembangkuning Surabaya tahun 1619.

Sunan Ampel mendirikan pesantren pertama di Ampel Denta, Surabaya. Pesantren ini semakin terkenal dan berpengaruh luas di Jawa Timur saat itu. Pada tahap berikutnya berdiri pesantren baru di berbagai tempat, seperti Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Derajat di Paciran, Lamongan, Raden Fatah di Demak, Jawa Tengah.

Seperti halnya pendapat dari Husni Rahim, bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pusat penyiaran Islam tertua yang lahir dan berkembang seirama dengan masuknya Islam di Indonesia.

Pada umumnya awal berdiri pondok pesantren adalah sangat sederhana, kegiatan pembelajaran biasanya diselenggarakan di langgar (musholla) atau masjid, lama kelamaan pengajian ini berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah santri dan pelebaran tempat belajar sampai menjadi sebuah lembaga yang unik yang disebut pesantren.

Di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam dituangkan bahwa Maulana Malim Ibrahim berhasil mencetak kader mubaligh selama 20 tahun. Wali-wali lain adalah murid daripada Malik Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan sistem pondok pesantren.

Kedua, pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Dalam awal kalinya, dakwah Nabi SAW melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dengan peserta kelompok orang-orang dilakukannya di rumah-rumah seperti yang dicatat dalam sejarah, Arqom bin Abi Arqom, sekelompok dalam assabiqunal awwalun (orang-orang terdahulu) inilah yang kelak yang menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran Agama Islam di Arab, Afrika dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

Ketiga, pondok pesantren merupakan hasil adopsi Hindu dan Budha, sebagaimana diketahui, sewaktu Islam dan berkembang di Pulau Jawa, telah ada pengaruh Hindu dan Budha, yang menggunakan sistem biara, dan asrama sebagai tempat pendeta dan biksu melakukan kegiatan pembelajaran kepada para pengikutnya.

Di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam diterangkan bahwa orang-orang yang mula-mula masuk Islam (Assabiqunal awwalun), dan mereka secara langsung diajar dan dididik oleh Nabi untuk menjadi muslim, dan siap menerima dan melaksanakan petunjuk dan perintah Allah yang akan turun kemudian. Pada tahap awal ini, pusat kegiatan pendidikan Islam diselenggarakan secara tersembunyi di rumah Arqom bin Abi Arqom.

Berdasarkan fakta bahwa jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu, dimaksudkan sebagai tempat pengajaran ajaran-ajaran agama Hindu. Fakta lain yang menunjukkan bahwa pondok pesantren berasal bukan dari tradisi Islam adalah tidak ditemukan lembaga Pondok Pesantren di Negara-negara Islam lainnya.

Kalau dilihat menhgenai produk atau alumni dari pendidikan pondok pesantren bersifat kolot pada saat itu. Menurut Geertz bahwa sifat kekolotan itu ialah penerimaan mereka terhadap elemen-elemen sinkretis yang bertentangan dengan Islam atau dapat juga pemahaman agama secara tekstual.

Identifikasi tentang Islam kolot ini sama dengan apa yang Geertz simpulkan tentang ciri-ciri abangan yang merupakan campuran dari pada kehidupan keagamaan yang bersifat animisme, Hindu Budistis dan Islam.

Sesuai dengan yang digambarkan oleh Samson, bahwa yang menyegarkan wajah Islam kolot di Jawa sebagai penganut suatu sistem keagamaan yang didasarkan kepada campuran daripada elemen animisme, Hindu Budiistis dan Islam sehingga karakter budaya yang dimiliki termasuk pondok pesantren akan mendapat pengaruh dari pada agama Hindu Budha di Jawa.

Pada sisi lain mengenai persamaan bentuk antara pendidikan pesantren dan pendidikan milik Hindu dan Buda di India dapat dilihat juga pada beberapa unsur yang tidak dijumpai pada sistem pendidikan Islam asli di Mekkah. Unsur – unsur ini antara lain pendiidkan berisi ilmu agama, kyai tidak mendapat gaji, penghormatan tinggi kepada guru, pondok pesantren didirikan di luar kota.

Keempat, pondok pesantren menurut sejarah akar berdirinya pada tradisi Islam sendiri yaitu tradisi tarekat atau jalan. Sehingga pondok pesantren mempunyai kaitan erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini didasari fakta, bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dengan bentuk kegiatan tarekat. 

Terbentuknya kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan dzikir dan wirid-wirid tertentu mislanhya salah satu saudara saya yang ada di Tuban Jatim mengembangkan pondok yang berlatar belakang tarekat naqsabandiyah menurut pernyataannya beberapa bulan ketika berbimcang-bincang seseorang sudah mengikuti tarekat tersebut harus dibaeat serta mengamalkan dzikir pagi, sore, malam dan seterusnya.

Tarekat tersebut merupakan salah satu pemahaman dari ahli sunnah waljamaah, namun mempunya silsilah dan mempunyai tafsir tersendiri kebenaran yang ia yakini, bahkan sistem pemahaman tersebut sifatnya turun menurun, sebagaimana wasilah ijazah yang diterima dari pendahulu.

Wilayah nusantara termasuk jawa dalam perkembangannya pondok pesantren yang menganut tarekat mempunyai corak budaya yang berbeda-beda sebab, sebab dalam penyebarannya tokoh tarekat sendiri berbeda-beda namun pada kejelasannya intisari pendekatan tarekat itu bertujuan untuk membersihkan hati atau jiwa, sehingga dengan bertarekat dapat dekat Allah sang pencipta.

Menurut Zamakhsyari Dhofir, pada waktu abad pertama, sejarahnya Islam lebih banyak merupakan kegiatan tarekat dimana terbentuk kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan dzikir dan wirid. Dimana para kyai pimpinan tarekat mewajibkan pengikut pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama 40 hari dalam waktu 1 tahun.

Sehingga peranan pondok pesantren dalam penyebaran Islam dan dalam pemantapan kataatan masyarakat kepada Islam di Jawa telah dibahas oleh Doktor Sobardi dan Prof. John bahwa lembaga-lembaga pesantren yang paling membentuk watak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam dan memegang peranan paling penting bagi agama Islam sampai pelosok-pelosok.

Lembaga pesantren itulah asal usul jumlah manuscript, tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas dikumpulkan oleh pengembara-pengembara pertama dan perusahaan Belanda dan Inggris sejak abad 16 untuk dapat betul-betul memahami sejarah Islamisasi ini kita harus memulai mempelajari lembaga-lembaga pesantren karena lembaga-lembaga inilah menjadi anak panah menjadi penyebar Islam di wilayah ini.

Teori Masuknya Islam ke Nusantara

ilustrasi


Sebagai salah tujuan setelah kemerdekaan negara ialah mencerdaskan segenap bangsa maka salah satu pendidikan adalah pondok pesantren sebagai salah satu kelembagaan Islam juga telah membuktikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki peranan besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pondok Pesantren tidak dapat dipisahkan sebagai lembaga keagamaan saja namun Pondok Pesantren adalah merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam, dimana di dalamnya terjadi interaksi antara Kyai / Ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid, dengan mengambil tempat di masjid atau di halaman-halaman asrama (Pondok) untuk mengkaji dan membahas buku-buku teks keagamaan, karya ulama masa lalu.

Salah satu seorang Guru Besar Hukum Islam dari Kairo yakni Menurut Mahmud Satelit bahwa suatu agama yang mengandung peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya, di wahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia.

Disatu sisi juga dari penelitian Geertz pada masa penjajahan dikeraton bahwa perkembangan Islam di Jawa didukung adanya lembaga pendidikan Pondok Pesantren. Selain seorang wali yakni Maulana Malik Ibrahim dalam mengembangkan dakwahnya menggunakan masjid dan Pondok Pesantren sebagai pusat transmisi keilmuan Islam.

Pendapat tersebut adanya kemiripan dengan pernyataan Ibnu Khaldun bahwa sejarah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada suku atau ras tertentu agar dapat memandang bahwa peristiwa-peristiwa benar-benar terjadi (obyektif) pada masa lampau.

Dalam pandangannya jiwa manusia/human spirit melalui pikiran obyektifnya dapat menghadapi fenomena  tertentu, seperti misalnya dalam hal menghadapi bahasa, sastra, hukum, arsitektur, agama, dan sebagainya. Islam datang berkembanga dan melembaga di Nusantara melalui proses yang panjang,  proses Islamisasi di Nusantara terdapat empat pendapat, antara lain:

Pertama  bahwa Islam datang dari benua India bahwa pada mulanya diperkenalkan oleh G.W.J Drewes, kemudian dikembangkan oleh snouck Hurgronje. Alasan Drewes ialah orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang menetap di Gujarat dan Malabar itulah yang mengembangkan Islam Nusantara.

Ada kesamaan Madzhab antara orang Gujarat dan Malabar yang beragama Islam dengan orang-orang Islam Nusantara. Sedangkan Hourgonje berpendapat bahwa, ketika komoditas Islam di benua India, maka mereka mulai menyebarkan Islam ke tempat lain, termasuk wilayah Nusantara, dengan cara menjadi pedagang perantara yang menghubungkan wilayah Timur Tengah dengan wilayah Asia Tenggara sambil menjadi penyebar Islam Mereka ini adalah keturunan Sayyid atau Syarif.

Dikuatkan lagi oleh Morigatte berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara melalui Gujarat. Ia mengatakan bahwa berdasarkan analisis terhadap batu nisan Malik Ibrahim ternyata sama dengan batu nisan di Cabai Gujarat.

Kedua bahwa Islam datang dari Bengal, bahwa berpendapat batu nisan di Makam Malik Saleh, sama sekali berbeda dengan batu nisan di Gujarat akan tetapi batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran Jawa Timur bertahun 475 H/ 1082 M justru mempunyai kesamaan batu nisan di Bengal.

Pendapat ini mengandung kelemahan, sebab antara Bengal dan Nusantara terdapat perbedaan madzhab yaitu wilayah Bengal bermadzhab Hanafi, sedangkan di Nusantara bermadzhab Syafi’i.

Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia, melalui Colomader dan Malabar. Berdasar  bahwa wilayah ini memiliki kesamaan Madzhab dengan wilayah Nusantara ketika itu.

Menurut Morrison bahwa tidak mungkin Islam datang dari Gujarat, sebab secara politis belum memungkinkan. Gujarat menjadi sumber penyebaran ketika itu, dan juga belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan antara wilayah Nusantara dengan wilayah Timur Tengah.

Keempat, pendapat menyatakan bahwa Islam datang dari sumber aslinya yaitu Arab Sejarawan Asia Tenggara yang mengemukakan teori ini ialah Naquib Al Attas Pendapat ini memandang bahwa, untuk melihat Islam di Asia Tenggara itu datang darimana, maka yang harus dipertimbangkan ialah kajian terhadap teks-teks atau Leteratur Islam Melayu Indonesia dan sejarah pandangan melayu, terhadap berbagai istilah atau konsep kunci yang digunakan oleh para penulis Islam di Asia hingga pada Abad 10-11 H/ 16-17 M.

Dikuatkan lagi oleh pendapat Hasyimi, bahwa Islam datang ke Indonesia melalui saluran langsung dari Arab pada Abad pertama hijriah dan daerah yang mula-mula memeluk Islam adalah Aceh.

Kelima, pendapat yang menyatakan bahwa pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India, juga yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M/ abad 1 H. Ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.

Pendapat yang dikatakan oleh J.C Van Leur pada Indonesian Trade and Society, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan bahwa, sejak tahun 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatra yaitu Barus daerah penghasil kapur barus terkenal.

Hal ini senada dengan pendapat Badri Yatim bahwa, cikal bakal kekuasaan Islam (di Indonesia), telah dirintis pada periode abad 1 – 5 H/7 – 8 M, tetapi semua tenggelam, dalam hegemoni maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu Jawa seperti Singosari dan Majapahit.

Menurut seminar tentang masuk Islam di Indonesia diselenggarakan di Medan tahun 1963 menyimpulkan bahwa Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke 7 M/1 H dibawa oleh Mubaligh dari negeri Arab.

Daerah yang pertama dimasuki adalah pantai barat pulau Sumatra yaitu daerah barat, tempat kelahiran ulama besar yang bernama Hamzah Fansuri kerajaan yang pertama adalah di Pase.

Senada dengan pernyataan dari Uka Tjandra Sasmita, bahwa mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke 7 dan 8 M. Proses Islamisasi sudah berjalan pada abad ke 15.

Keenam dalam hal ini ada yang berbeda pendapat yaitu Zamakhsari Dhofir mengatakan dalam bukunya Tradisi pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai bahwa, para penulis sejarah Islam di Indonesia sering mengemukakan pendapat, bahwa meskipun para pedagang yang beragama Islam baik dari Arab, India, maupun dari Negara-negara lain telah berdatangan ke Indonesia sejak abad ke 8 M, namun baru sejak abad ke 13 M mulai berkembang kelompok-kelompok masyarakat Islam.

Pertumbuhan kelompok-kelompok Islam yang pesat terjadi antara abad 13 M dan 18 M, bersamaan dengan periode perembangan Tarekat, sehingga seringkali disimpilkan bahwa sukses dari penyebaran di Indonesia adalah karena aktivitas para pemimpin Tarikat.

Senin, 21 Oktober 2019

PSHT - Setia Hati Ajaran Budi Luhur


SH ajaran budi luhur

Sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita hindarkan dihadapan kita semua, bahwa sebuah pendidikan dan pengaruh teknologi informasi, rasio yang bergitu kuat sebagai parameter untuk menjalani sebuah kehidupan, hingga apa saja yang dirasa itu bukan sebuah materi selalu disingkirkna dengan kekuatan rasio atau materi.

Minggu, 06 Oktober 2019

Mahendro Sutanto Sang Penjaga Ajaran Setia Hati

Mahendro
Mahendro Sutanto

Ditengah-tengah hiruk pikuknya kondisi era sekarang ini, era yang penuh dengan globalisasi yang tercermin kemajuan dibidang teknologi informsi tercepat sehingga banyaknya manusia berfikir logis dan material, sehingga kita sebagai anggota PSHT menjadi sesosok khas yang harus menjunjung nilai religius, menyeimbangkan eksistensi diri kita sebagai hamba tuhan, akan tetapi dampak yang parameter material membuat  nilai moral sisi etika dan menjunjung kebijaksanaan, selaras dengan alam, dan  nilai ketuhanan/bijaksana tergerus perlahan.

Tidak memungkiri kita sebagai anggota PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) menuai banyak ujian serta penuh dilema dalam kondisi sekarang, organisasi ini secara idealismenya sangat menjunjung tinggi nilai moral, nilai ajaran budi luhur tahu benar dan salah, jangan sampai ajaran yang penuh kebijaksanaan ini hanya sebagai slogan semata.

Saya tidak tahu jelas bagaimana sumber persoalan organisasi ini, sebab kita hanya mengetahui perkembangan ajaran Setia Hati ditinjau fakta dan realita yang ada, namun yang jelas dengan kondisi yang carut marut organisasi ini, kita sebagai insan warga PSHT  sangat butuh mempelajari nilai bijaksana ajaran budi luhur sebagai identitas manusia Setia Hati.

Atas dasar latar belakang yang sama saya dengan kalian semua pernah digembleng/ditempa dari siswa calon polos, bersabuk polos hingga disahkan menjadi anggota yang resmi dengan tata cara ajaran dan  budaya PSHT hingga di detik terahir pengesahan kita disumpah bersama, hasillnya kita adalah saudara satu kecer (PSHT).

saya siswa PSHT Ranting Rengel, Cabang Tuban (Ronggolawe), yang sebenarnya mengagumi ajaran Setia Hati terlebih organisasi ini bertumpu pada rasa persaudaraan yang melebihi saudara kandung, sehingga saya siswa sangat amat penasaran dan bercita-cita ingin menjadi warga PSHT, seperti apa yang saya harapkan, hingga saatnya cita saya terkabulkan dengan penuh perjuangan tahun 2011 disahkan resmi menjadi warga PSHT.

Sebagaimana semestinya setelah disahkan menjadi anggota saya selama kurun waktu 4th saya aktif melatih tepatnya Ranting Rengel, namun sekian tahun saya aktif dalam organisasi ini ada hal yang membuatku risau dan bertanya-tanya sampai sekarang saya dalam organisasi ini mendapat apa?

Saya setelah disahkan mendapat selendang/sabuk mori, dan saya menjadi warga PSHT mempunyai saudara yang banyak, namun dibalik semua itu ada yang membekas lagi dalam diri saya apakah saya ini kalau sudah mempunyai banyak saudara dan bersabuk mori sudah puas ? hanya itu sajakah yang perlu kita banggakan.

Semenjak sekolah MAN/SMA sampai sekarang saya memahami manusia yang percaya bahwa sesungguhnya jika mempelajari nilai ajaran agama yang sudah mendalam  pada titik menuju kesempurnaan dan kedekatan dengan tuhan (Allah) pada akhirnya menjadi manusia yang berakhlakul karimah atau dalam ajaran Setia Hati menjadi manusia yang berbudi luhur tahu benar dan salah.

Saya berdasar itulah mengapa saya mencintai organisasi PSHT, yang selalu mendidik kita untuk menjadi manusia yang seutuhnya mengendalikan hawa nafsu menuju manusia yang sesungguhnya, manusia Setia Hati yang berdasar nilai ketuhanan yang maha esa.

Melihat realitas dilapangan ini saya merenung dan mengelus dada di setiap malam menjelang tidurku, aku bertanya apa iya, organisasi yang didalamnya mempunyai falsafah yang luhur hanya tinggal kenangan ? ajaran budi luhur hanya sebagai cita-cita saja tanpa digapai dan dipegang teguh pada anggota PSHT, terlebih kita tidak pernah sadar bahwa kita pernah sewaktu-waktu menjelma sebagai tuhan bahwa kita sering menghakimi saudara sendiri tanpa sadar bahwa si A itu salah dan yang kubawa itulah yang benar.

Tetapi ya sudahlah saya bukan siapa-siapa, sayapun hanyalah hamba yang tidak punya peran apa-apa dalam organisasi PSHT, saya hanyalah anggota biasa yang tidak punya jabatan dalam organisasi namun lewat literatur ini saya hanya sedikit mencurahkan kegundahan semata.

Saya masih bersyukur ditengah-tengah hiruk pikuk dan carut marutnya organisasi masih ada sesosok Mas Mahendro Sutanto yang selalu berusaha baik, bijak dalam sudut pandang ajaran dan keilmuan Setia Hati mumpuni untuk membimbing anggota PSHT menuju kesempurnaan, menuju kesadaraan apa yang dikejar insan Setia Hati ini dicari.

Mahendro Sutanto menjadi anggota warga PSHT sejak tahun 1983 dan menjadi salah satu warga tingkat II, sampai sekarang masih aktif belajar mendalami ilmu Setia Hati yang tiada henti, lantas kita sebagai saudara muda sudah merasa puas dan berhenti belajar mendalami ilmu Setia Hati, apa tidak malu ? perlu untuk kita merenungi dalam diri kita masing-masing.

Saya memahami beliau memang sesosok  yang sederhana, sesuai ciri khas karakter manusia Setia Hati, yang mengedepankan ajaran budi luhur sebagaimana ajaran dalam PSHT. Saya tidak fanatik bahwa dalam kancah perjalananku semenjak tahun 2011 disahkan menjadi anggota PSHT lantas hanya sesososk Mahendro yang paling hebat atau paling mumpuni. Bukan juga, namun saya melihat beliau adalah saudara tua yang dapat dijadikan contoh untuk menjadi anggota PSHT.

Orang luar bukan anggota PSHT memandang beliau itu orang hebat yang mempunyai keilmuan spiritual yang tinggi disetiap ada persoalan menyangkut spiritual beliau salah satu orang PSHT yang berani menghadapinya dan menyelesaikannya, namun anehnya mengapa kita yang sudah mengetahui semua terlebih menjadi saudara muda itu tidak belajar mendalami pada sesosok beliau. Itulah yang perlu kita tanamkan kesadaran pada diri kita.

Beliau salah satu sesepuh atau saudara tua dalam PSHT yang berusaha memegang teguh ajaran keilmuan dalam organisasi PSHT, tercermin dan selalu diingat kata mutiara dari eyang suro bahwa dengan berbekal imu Setia Hati harapannya mendapat kesuksesan dan keselamatan dunia dan akhirat, darimana asal kita dan kepada siapa kita kembali (Sangkan Paraning Dumadi).

Dalam perjalanan sampai sekarang sedikit kutemui manusia Setia Hati yang seperti sesosok beliau, dapat juga diluar sana masih banyak seperti beliau namun belum kutemukan, setidaknya sesosok beliau dapat dijadikan dasar suri tauladan dan perlunya kita menggali ilmu Setia Hati lebih jauh dan salah satu sumber keilmuan Setia Hati menuju kesadaran apa yang kita cari selama ini.

Dalam rutinan latihan setiap malam minggu, dengan metode yang sederhana dari tataran pembukaan, lalu kesah hingga ketahapan menuju wilayah ketuhanan (pasif), semua bertahap dari dasar hingga menjadi dasar semua pelajaran Setia Hati menuju kesadaran yang abadi.

Saya tidak mau membahas lebih dalam keilmuan dan problem intern organisasi maupun rahasia dibalik manusia PSHT, namun dalam kondisi sekarang ini, saya merenungi bahwa solusi sederhana memperbaiki sebuah tatanan organisasi perlu untuk dipandang dan direalisasikan setiap diri kita untuk kembali kepada ajaran subtansi yakni ajaran budi luhur yangg dikuatkan dengan nilai ajaran agama, bahwa pentingnya kita untuk menjadi manusia PSHT yang berahlakul karimah.

Jika dalam perjalanan saya ditengah-tengah jalan melihat orang memakai atribut hati bersinar dia harus disapa atau diajak jabat tangan sebagai bentuk realisasi ajaran tata krama yang baik, toh dalam sudut pandang agama saling menyapa itu merupakan nilai yang mulia.

Memang cara sederhana itu tidak menyelesaikan semua persoalan yang begitu rumitnya organisasi, namun itu merupakan contoh sederhana mengajarkan sikap pribadi ahlakul karimah sesama anggota PSHT, namun tegak lurusnya dan masa gemilang organisasi PSHT juga ditentukan oleh orang-orang yang mempunyai peranan jabatan organisasi sebagai pelopor penggerak organisasi, sehingga orang yang mempunyai pengaruh menebarkan ajaran budi luhur secara lahir bathin akan sangat berpengaruh pada kondisi carut marutnya organisasi.

Fakta dilapangan kalau kita bebicara organisasi terlalu banyak kepentingan sehingga kepentingan yang tidak mengarah pada acuan dan idealisme tujuan Setia Hati didirikan menjadi manusia budi luhur akan jauh mencapainya, dan hanya tinggal cita-cita kenangan saja.

Jika kita sepakat bahwa organisasi PSHT sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu Setia Hati seharusnya yang menjadi tumpuan adalah ajaran/keilmuan Setia Hati sehingga manusia yang menjadi anggota PSHT akan memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat/alam sebab dasar manusia yang berahlakul karimah (ilmu tahu diri).

Masyarakat akan menjadi figur manusia yang mempunyai nilai budi luhur seiring banyaknya anggota PSHT disahkan menjadi anggota resmi, semua itu akan tercapai jika direalisaikan pada saudara tua dan setiap anggota yang memegang peranan organisasi dari tingkatan pusat hingga ke pengurus rayon disetiap masing-masing wilayah, bahkan akan menjadi agence of change masyakarat menuju kesejahteraan sebagai cita-cita bangsa Indonesia terlebih tokoh pendiri PSHT adalah pahlawan perintis kemerdekaan.

Mengacu pada sesosok sesepuh kita Mahendro Sutanto biasa dipanggil Mas Hendro, saya rasa dapat dijadikan salah satu contoh memperbaiki tatanan organisasi dan nilai plus mengembangkan ajaran keilmuan Setia Hati Terate, demi kelangsungan masa depan organisasi.

Irwan Mahendro 

Jika diluar sana memandang beliau tidak baik, maka saya rasa perlu mengenal secara dalam sesosok beliau yakni Mahendro Sutanto saudara tua tingkat II, namun jika ada kekurangan beliau maka saya rasa itu hal wajar karena disetiap insan manusia mempunyai kelemahan dan kesalahan, tetapi bagi para saudara yang mengenal beliau lebih jauh adalah sesosok panutan, pembimbing para kadhang PSHT, dan penulis menyadari betul bahwa sebagai anggota PSHT perlu belajar mendalami ilmu Setia Hati lebih jauh menuju kesempurnaan atau sang mutiara hidup.

Sabtu, 05 Oktober 2019

Perbandingan Falsafah Hidup India Dan Timur




Pemikiran filsafat India selain memiliki persamaan dengan pemikiran filsafat pada umumnya juga menunjukkan adanya kekhususan karakteristik. Namun dalam perkembangan pemikiran filsafat India, ternyata banyak dipengaruhi oleh akar budaya India itu sendiri, sehingga di India pemikiran filsafat berkaitan erat dengan tradisi, kebudayaan, dan agama.

Pemikirannya bercorak religius, sehingga suatu kekuatan rukhani yang memiliki peranan penting dan besar dalam mencapai keselamatan hidup manusia, Filsafat dimaksudkan untuk mengarahkan dan menunjukkan kepada manusia dalam usahanya mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan.

Filsafat India memiki karakteristik 1). Motif spiritual, 2). hubungan antara filsafat dan hidup 3). Sikap dan pendekatan introspektif terhadap realitas. Kecenderungan kea arab Idealisme khususnya Hindusime. 5). Intuisi diterima sebagai satu-satunya metode untuk mencapai kebenaran., 6). Penerimaan otoritas Veda dan 7). Pendekatan sintesis terhadap pengalaman dan realitas dengan mempertimbangkan aspek tradisi.

Ditinjau dari sejarah ftlsafat, pemikiran ftlsafat India dapat dikelompokkan menjadi dua aliran yang besar yaitu Hinduisme (Ortodoks) dan Buddhisme .(Heterodoks). Pertama, Hinduisme. merupakan peletak dasar dari tradisi pemikiran filsafat India yang mendasarkan pemikiran-pemikirannya pada otoritas Veda.

Hinduisme dapat diartikan sebagai cara hidup yang khas bagi suatu hangsa secara menyeluruh, suatu etos nasional yang tidak bisa dijamah meskipun bukan tidak nyata, lebih dari pada sebagai suatu agama dalam arti kata Barat, yakni kesetiaan pada pewahyuan yang dipercayai sebagai pemberian Tuhan dan pemujaan kepada Tuhan sesuai dengan isi pewahyuan itu.

Hinduisme memiliki aliran pemikiran yang cukup banyak, yang pada umumnya mengajarkan agar manusia selalu berupaya untuk mencari keselamatan hidup, Hinduisme mengajarkan adanya tiga jalan keselamatan yang bisa ditempuh oleh manusia yaitu: jnana, bhakti, dan karma.

Jnana Jalan keselamatan melalui penghayatan dan pemahaman terhadap pengetahuan yang paling dalam yaitu manusia meleburkan dirinya dalam realitas yang Mutlak/Brahman diartikan sebagai Supreme Being, merupakan daya hidup agung, menghidupkan, menggerakkan kosmos bagi segala sesuatu termasuk manusia.

Brahman sebagai realitas yang Mutlak merupakan satu kesatuan dengan jati diri manusia (atman), karena pada dasamya segala sesuatu itu merupakan manifestasi Brahman.antara lain Bhakti, dihayati melalui sikap bhakti yang tulus, sehingga manusia akan terbebas dan ikatan-ikatan kelahiran kembali. Karma, artinya dilakukan dengan cara memenuhi kewajiban manusia, yaitu melalukan perbuatan yang memang layak dan benar. Dalam Hinduisme tujuan ·utama dari pemikiran fIlsafat adalah untuk menemukan jati diri yang paling hakiki yang disebut atman untuk kemudian menyatu dengan Brahman.

Hinduisme memusatkan perhatiaannya terhadap pembahasan tentang Brahman, sehingga bersifat theosentris, kemudian mendapatkan reaksi dari Buddhisme dengan maksud menjadikan manusia sebagai pusat perhatian pemikiran (antroposentris).

Kedua, Buddhisme  merupakan aliran fIlsafat heterodoks yang tidak mengakui otoritas Veda, Jainisme dan Carvaka yang tidak begitu berkembang, juga tidak mengakui Veda. Buddhisme melontarkan kritik·kritik tajam terhadap hinduisme, terutama keberatan terhadap kebiasaan yang dilakukan oleh para brahmana, seperti upacara korban.

Pemikiran Buddhisme memiliki karakteristik antara lain: 1. pesimistis, hidup merupakan penderitaan dipandang sebagai Buatu yang rill dan eksistensial 2. optimistis, menolak hal-hal yang bersifat spekulatif dan mengesampingkan hal-hal yang tidak pasti dapat diketahui 3. pragmatis, Jebih mengutamakan yang perlu dalam mengatasi penderitaan 4. saintifik, pengalaman pribadi digunakan sebagai sarana untuk mencari hubungan sebab akibat 5. empiris, pengalaman prihadi dianggap yang benar demokratis, tidak membedakan status manusia. dan 7. terapetis. berusaha untuk menyembuhkan penderitaan manusia.

Pemikiran filsafat Buddhisme juga dijelaskan dalam ajaran triratna yaitu buddha, dharma, dan sangha. Pertama, buddha yang berasal dati kata budha, bangun dari kesesatan. Buddha adalah orang yang sudah dicerahi atau mendapatkan pencerahan. Setiap orang pada dasamya memiliki kodrat buddha, namun karena belum semua memperoleh pencerahan maka masih terikat pada kelahiran kembali Kedua, dharma, ajaran yang bersisi empat kebenaran mulia (catur arya satyam) yang terdiri atas: dukkha (penderitaan), samudaya (sebab dari penderitaan), nirodha (peniadaan penderitaan), dan margo (jalan untuk menghindari penderitaan).

Kemudian dirumuskan dalam bahasa yang efisien dan efektif dengan pemilihan kata-kata yang tepat, sedangkan pemikiran filsafat Timur banyak disampaikan sebagai ungkapan isi hati dan perasaan. Pemikiran filsafat Timur kadang-kadang diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol sebagai manifestasi hal-hal yang konkret, sedangkan dalam filsafat Barat para filusuf cenderung menggunakan rumusan yang abstrak, sehingga memiliki cakupan yang Iuas' bahkan ada yang sampai tidak terhingga.

Kedua, tujuan utama dalam pemikiran filsafat Timur untuk menjadi orang yang bijaksana dan bahagia. dalam arti hidup ini penuh dengan ketenteraman dan keselamatan. Pemikiran filsafat Barat lebih diarahkan untuk memahami rahasia alam semesta dan menemukan ilmu pengetahuan yang baru.
Penjelasan ini juga diketahui bahwa para filusuf Timur lebih menekankan pada manusia untuk hidup menyesuaikan diri dengan alam semesta, sedangkan pemikiran Barat selalu berusaha untuk mengesampingkan alam semesta demi kepentingan manusia.

Ketiga, pemikiran filsafat Timur sering lebih bersifat pesimis, pasif, dan menekankan harmoni, sedangkan fllsafat .Barat bersifat optimis penuh konflik.. Begitupula manusia sebagai individu dalam pemikiran Barat mendapatkan otonominya yang besar, sedangkan dalam pemikiran  filsafat Timur lebih ditekankan peranan manusia dalam kehidupan sosial  bermasyarakat.