![]() |
Dokpri |
Bajuku putih terlihat besar longgar dan celanaku
terasa kecil ketika aku memakai sekolah yakni MI Miftahul Ulum Pekuwon, pagi
aku berjabat tangan pada ibu untuk berangkat kesekolahan, sebab sekolahanku itu
masih dalam satu Desa Pekuwon maka aku tak perlu memakai kendaraan.
Jika di hari senin kami harus berangkat lebih awal
sebab kami harus mengikuti upacara bendera merah putih seperti halnya sekolahan
lainnya, namun perlu diketahui keistimewaan sekolahanku dibanding lainnya
adalah ketika upacara ada sebuah penutup hafalan seperti ikrar yang mana kami
dijadwalkan untuk memimpin kedepan dan wajib hafal sebab bayangkan saja jikalau
tidak hafal begitu malunya yang memimpin ikrar tersebut.
Waktu upacara apabila kami sampai terlambat datang
sebelum upacara maka siswa setelah mengikuti kegiatan upacara akan dijemur panas
matahari didepan sekolahan dan terkadang
disuruh menghafal ikrar tersebut sampai kemudian hafal.
Ketika pelajaran dimulai barulah kami diikutkan
untuk bisa masuk kelas dan bergabung pada yang lainnya, suasana kelas terkadang
begitu diam ketika salah satu guru yakni bapak Ali Mahmudi mengajar, bahkan
jikalau rame terkadang disuruh maju kedepan disuruh menggantikannya dan berdiri
didepan.
Aku pikir dalam kelas satupun tidak ada yang berani
bersenda gulau jika beliau mengisi dan menerangkan pelajaran termasuk pelajaran
pengetahuan bahasa jawa, sebab beliau ini adalah guru langsung dari kepala
sekolah sehingga berbeda cara mendidiknya dengan guru lainnya.
Ada cerita juga yang tidak kalah unik masa dulu jika
kami harus masuk kelas mata peklajaran sejarah kebudayaan islam yang diajar
langsung oleh bapak muzaidi dan pastilah kami juga tidak banyak bicara dikelas,
sebab ceritanya begitu panjang dan kami begitu serius memperhatikan cerita
tentang nabi dan sahabatntya.
Pelajaran ini sering diterangkan dalam bentuk cerita
kepada semua siswa dikelas sampai-sampai kami banyak yang tertidur sebab dalam
sistem mengajar jarang ada esbreaking artinya jika dijelaskan terlalu monoton
dan cenderung serius.
Waktu itu aku duduk dikelas 5 yang bertepatan satu
bangku dengan Saiful dan sebelah belakang ada Ahmad Rifai dan sebelah kursi
kanan Shoimun dan yang duduk paling depan adalah Haris dan Shobah dimana jika
dikelas dikenal dengan murid yang rajin.
Aku masih ingat di hari selasa pagi masuk kelas, dan
setiap malamnya kami harus menghafal dan waktu itu sekolahan masih menerapkan
pelajaran nahwu shorof, pelajaran tersebut dengan sistem menghafal, bahkan
ketika pagi kami masuk wajib maju kedepan satu persatu.
Aku masih mengingat yang mengajar nahwu shorof
adalah Bapak Ali Nurhasan tidak lain adalah tetangga sendiri, beliau ini juga
mempunyai sisitem mengajar berbeda jika mengajar tampak biasa dan tenang akan
tetapi jikalau ada satu murid disuruh maju kedepan dan sampai tidak hafal maka
disuruh berdiri didepan kelas bahkan sampai harus dicubit rambut yang sebelah
telinga sehingga jika ditarik rambut terasa panas apalagi jika ditarik keatas,
kami hanya bisa diam dan sambil membuka mulut karena sakit.
Pak Ali memang tegas dalam mendidik dan cara
mendidik guru dahulu dengan guru sekarang berbeda mungkin jika sekarang jika
ada murid dipukul sedikit saja maka guru yang memukul harus berurusan dengan
hukum.
Aku mengetahui bahwa cara mendidik seperti itu
memang sistem dahulu dalam memberi pelajaran bagi sisiwa yang kurang rajin
dalam mengerjakan tugas, dan aku menyadari bahwa pendidikan dahulu
pendidikannya cenderung pada orientasi pendidikan karakter pada siswa sehingga
harapannya siswa mempunyai sikap yang mengedepankan sopan dan santun.
Ketika bel berbunyi istirahat maka siswa kebanyakan
sekarang akan langsung cepat pergi kekantin dan akan menikmati makan dari uang
yang diberikan oleh orang tua, namun dahulu aku sekolah karena kondisi maka
jikalau istirahat kami harus pulang kerumah untuk mengisi perut sebab kami
jarang diberi uang saku.
Jam 09:30 waktunya kami istirahat dan kami bersama
kawan lainnya barulah bisa pulang kerumah masin-masing dan setalah kami selesai
makan, maka kami bersama berangkat bareng lagi kesekolah.
Setiba kami disekolah maka kami pun masuk dalam
kelas seperti biasanya, dan jikalau ada waktu istirahat maka kami menyempatkan
waktu untuk bermain bola kasti yang mana bola tersebut dibuat dari daun kelapa
yang harus dilempar dan dan dikembalikan sampai harus dilempar balik sejauhnya.
Sebab sekolahanku waktu itu belum begitu ada wahana
untuk bermain maka kami mengisi istirahat dengan bercanda dengan teman lainnya
bahkan kadang-kadang ada teman yang lainnya waktu istirahat refrshing ketempat
persawahan karena tidak jauh dengan sawah pak tani menanam jagung, sebab
disitulah kami mengenang sekolahan dengan cara yang sederhana kami bisa tertawa
bersenda gurau dengan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar